Fiction
Cerber: Kota Kelahiran [1]

14 Oct 2017


GENG BACA
Dua minggu lalu, aku sedang berada di tengah kegiatan Geng Baca, di  Komunitas Cinta itu Perlu, ketika Ayah meneleponku agar setelah selesai urusan, aku langsung pulang ke rumah, tidak mampir ke mana-mana dulu.

“Ada sesuatu yang kamu harus segera tahu. Tapi, tak apa selesaikan dulu urusanmu,” kata Ayah di telepon seraya memutuskan hubungan telepon, ketika kujawab aku sedang bersama anak-anak. Dua bulan setelah diwisuda, sambil menunggu panggilan kerja, seminggu sekali  aku datang ke komunitas Cinta itu Perlu, membantu Mbak Wes mengisi kegiatan di komunitas.

Tiap pekan, di Gelanggang Olahraga, yang letaknya tak jauh dari mal dan perumahan mewah, komunitas melatih puluhan anak yang tinggal di kampung padat berimpitan beragam kegiatan seperti menari, mendongeng, membuat kerajinan tangan, mewarnai, membaca, dan menulis. Mbak Wes mengajari anak-anak SD tari Jawa dan Fatra, anak muda yang beberapa kali ikut pentas di luar negeri, mengajari tari Betawi. Yang lain melatih kegiatan yang berbeda. Semuanya diberikan gratis.

Aku menawarkan tenagaku untuk menjaga gawang Geng Baca. Tiap Sabtu, anak-anak kuminta membaca buku, apa saja yang mereka suka. Minggu depannya mereka disuruh menceritakan apa yang mereka baca. Di awal pertemuan, aku tertegun  melihat kenyataan bahwa bercerita itu pekerjaan berat bagi anak-anak ini. Bukan saja karena mereka kesulitan menyusun kata-kata, tapi juga mengungkapkannya. Beda sekali dengan siswa di sebuah SD swasta tempat aku magang semasa liburan saat aku kuliah dulu. Di sana, anak-anaknya berani tampil, juga pandai menyusun kata. Komunitas memiliki koleksi buku yang cukup banyak, pemberian donatur.

Baru-baru ini aku juga  menerima kiriman 2 kardus buku dari sopir taksi aplikasi online yang kunaiki. Saat menurunkan aku di GOR, ia melihat anak-anak berlarian menyambutku hangat, gelendotan, dan memelukku sambil meneriakkan namaku. Beberapa menit kemudian, pengemudi yang wajahnya mirip aktor Korea,  Lee Sang Yoon, tapi lebih pendek,  meneleponku dan bertanya tentang kegiatan yang kulakukan bersama anak-anak itu. Setelah kuceritakan, ia mengaku ingin ikut membantu. 

“Saya punya banyak buku di rumah, bekas adik dan ponakan-ponakan. Saya akan kirim ke alamatmu. Buku bekas tidak apa-apa, ‘kan?” Aku tak menganggap serius tawarannya itu. Malah,  aku sempat ge-er kalau itu akalan-akalan dia untuk mendekatiku. Ternyata, dua hari kemudian, datang kiriman dua kardus buku cerita berbahasa Indonesia, Inggris, dan Cina yang jumlahnya 150 buku. Aku melonjak senang.

Segera kucari nomor teleponnya di aplikasi data perjalananku. Kutelepon Windu Hananta, begitu namanya. Tapi, ia tak mengangkat teleponku. Mungkin ia sedang membawa penumpang atau tak mengenal nomor teleponku. Akhirnya kufoto buku kirimannya dan kukirim ke WhatsAppnya sekalian mengabarkan kirimannya telah tiba dan ucapan terima kasih dari Komunitas Cinta itu Perlu. Sejam kemudian ia membalas, mengatakan maaf tadi tak bisa mengangkat telepon, karena sedang bersama girl friend-nya!  Ok, deh.
 


Topic

#fiksifemina

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?