Family
Hati-Hati Pola Asuh Stereotip Gender!

1 Aug 2011

Ketika gadis cilik Anda memilih taekwondo sebagai ekskul, orang bilang ia anak pemberani. Tapi, apakah komentar senada juga akan diberikan untuk anak laki-laki yang suka warna pink?

Sering tanpa sadar, kelakuan kita dipengaruhi oleh stereotip gender, tak terkecuali dalam hal pengasuhan anak. Padahal, hal-hal 'remeh' seperti ini ternyata makin mengekalkan perbedaan-perbedaan yang diciptakan (stereotip) antara pria dan wanita.

Menurut Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga dari Kids Sport Pondok Indah, Jakarta, tidak bisa dipungkiri, stereotip gender masih kental dipakai para orang tua di zaman ini. Banyak hal ideal yang harus dicapai seseorang yang sangat berkaitan dengan jenis kelaminnya.

Pengaruh tuntutan ideal itu dengan sendirinya merembet pada pola asuh orang tua.  Misalnya ketika anak laki-laki dipersiapkan sebagai kepala rumah tangga dan pemimpin, maka dengan sendirinya orang tua akan mendidik anaknya menjadi lebih tough dan tidak lembek.

Tuntutan yang sama juga diberikan pada kaum wanita. Namun, menurut Anna, tidak sekeras yang diberlakukan pada pria. Contoh sederhana, wanita dituntut tampil lembut dan feminin. Tapi, ketika seorang wanita lebih gemar memakai celana panjang, tidak ada yang protes.

"Sangat berbeda bila ada laki-laki gampang menangis. Sudah pasti dia akan dicela-cela,” papar Anna.

Anna mengatakan, soal pakaian inilah yang sering dipakai orang untuk mengentalkan stereotip  gender. “Sudah menjadi ketentuan umum bahwa wanita boleh bercelana panjang, sementara pria dianggap aneh jika memakai pakai rok,” katanya.

Padahal, kalau ada anak perempuan tidak mau pakai rok, bukan berarti dia tidak feminin. Mungkin, dia merasa repot kalau pakai rok. “Masalahnya, orang tua terkadang suka bingung melihat dengan jernih tentang fakta ini, dan lebih suka merasa waswas. Mereka takut kalau gadis ciliknya tumbuh menjadi anak tomboi,” jelas Anna.

Pilihan mainan juga sering menjadi keluhan. Banyak orang tua yang cemas ketika melihat anak laki-lakinya main boneka. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk ibu yang cemas ketika melihat gadis cilik Anda lebih suka manjat pohon? Atau, Anda akan panik ketika mendapati jagoan cilik Anda lebih suka main boneka ketimbang gabung dengan teman-temannya main bola?

Menurut Anna, sebetulnya orang tua tidak perlu terlalu takut. “Kalau ada anak yang suka lari-lari atau manjat pohon, itu bukan karena dia laki-laki, melainkan karena ia memang perlu untuk meningkatkan koordinasi motoriknya. Mari kita melihat hal itu lebih pada kegiatan fisik yang bisa membuat mereka lebih kuat dan lebih seimbang. Bukannya langsung mengotak-ngotakkan kegiatan itu sebagai mainan khas anak laki-laki,” jelas Anna.

Sudah bukan zamannya lagi orang tua membatasi permainan anak. “Kita harus menyadari, kalaupun anak perempuan kita beri mainan mobil-mobilan, kemungkinan gaya main dia juga akan lebih feminin, kok, dibanding anak laki-laki. Sebaliknya, kalaupun anak laki-laki main boneka, mungkin perlakuan dia pada boneka itu juga jauh lebih keras, misalnya dengan tak segan-segan membantingnya,” jelas Anna. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?