Family
Tayangan Iklan di Televisi Menyebabkan Malnutrisi pada Anak?

8 Aug 2017


Foto: Pixabay
 
Malnutrisi pada anak terjadi karena banyak faktor. Bukan hanya karena kemiskinan yang menjadi faktor utama, tetapi juga penyebaran informasi kesehatan yang tidak merata dan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal inilah yang menjadi fokus dari Diskusi Publik Memperingati Hari Anak Nasional 2017 yang berlangsung di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, pada Senin (7/8).
 
Menurut hasil penelitian terbaru Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia, penyebaran informasi hoax terbanyak pada awal tahun ini adalah informasi di bidang kesehatan. Jika dibiarkan, penyebaran informasi tersebut bisa berdampak buruk pada kesehatan, terutama kesehatan anak-anak yang kerap menonton televisi tanpa pengawasan orangtua.

Baca juga:
4 Informasi Hoax Seputar Kesehatan
Cukupkah UU ITE Menjadi Solusi Penyebaran Hoax dan Hate Speech?

Salah satu media yang perlu diwaspadai adalah iklan atau promosi produk pangan dengan informasi tidak tepat. Visualisasi yang menarik dan frekuensi tayangan iklan yang cukup sering bisa membuat anak-anak tertarik untuk mengonsumsi produk makanan atau minuman tersebut, apalagi jika orangtua kurang memiliki pemahaman tentang produk tersebut. Seperti iklan susu kental manis. Produk itu dikenalkan sebagai susu lewat iklan televisi.

"Padahal kalau kita baca kandungan nutrisi di kemasannya, susu kental manis itu bukan susu karena kandungan gulanya sangat tinggi dan tidak ada kandungan vitaminnya. Produk itu lebih tepat dikenalkan sebagai sirop rasa susu,” ungkap Yuli Supriati, salah satu peserta diskusi yang mewakili Dewan Kesehatan Rakyat.
 
Menurut pemerhati iklan dan ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia, dr. Winny G.W., iklan biasanya dirancang untuk lebih berpihak pada produk karena di dalam iklan tentu terdapat kepentingan dari beberapa industri.
 
“Masyarakatlah yang harus lebih cerdas, cermat, dan kritis terhadap tayangan iklan, serta saat memilih produk untuk anak-anak. Pada saat yang sama, produsen diharapkan tidak menjadikan anak-anak sebagai target iklan,” papar Winny, merujuk pada pada ketentuan 1.27 Etika Pariwara Indonesia.
 
Ketentuan itu menyebutkan bahwa iklan yang ditujukan untuk khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka.
 
Pelanggaran ketentuan itu sama dengan melanggar hak anak dalam media. “Anak-anak berhak mendapatkan hiburan yang sehat, yaitu yang mengandung nilai edukasi atau pesan moral positif, menampilkan narasi dan visual yang khas anak, dan melibatkan anak sebagai subyek acara tersebut dalam konteks kreativitas, bukan eksploitatif,” papar Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.
 
Dewi menekankan, orangtua perlu lebih kritis dalam memilih dan memilah tayangan untuk anak.

“Saat memilih tayangan untuk anak, orangtua harus memikirkan kepentingan anak. Jangan hanya karena tayangan itu lucu atau populer di kalangan anak-anak. Orangtua sebaiknya paham, tayangan untuk anak itu harus mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan sesuai perkembangan anak,” ujar Dewi. Dengan begitu, target menghasilkan Generasi Emas yang sehat dan produktif pada tahun 2045 dapat tercapai. (f)

Baca juga:
Hey Blo, Kanal YouTube Baru untuk Anak Bermain dan Belajar
 


Topic

#KesehatanAnak, #Anak

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?