Family
Sekolah dan Problematika Kurikulum

2 May 2016


Foto: Fotosearch

Tiga tahun lalu, dunia pendidikan Indonesia diguncang kontroversi dengan diluncurkannya kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum yang diterapkan secara resmi tanggal 15 Juli 2013 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas) itu menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pergantian ini dimaksudkan untuk mengurangi beban mata pelajaran yang dianggap terlalu banyak dan berat.  

Perubahan yang mencolok ada di kelas1-3 SD. Dalam Kurikulum 2013, di tingkat SD, jumlah mata pelajaran yang awalnya 10, dipangkas menjadi 6 mata pelajaran saja, yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani-Olahraga-Kesehatan, serta Seni Budaya dan Muatan Lokal.

Adapun IPA dan IPS tak lagi berdiri sendiri, tapi diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (kecuali di kelas 4-6).  Meski jumlah pelajaran dipangkas, jam belajarnya ditambah hingga Sabtu pun siswa wajib sekolah.
           
Kurikulum 2013 ini juga berlandaskan konsep tematik dari kelas 1-6 (KTSP hanya dari kelas 1-3 saja), selain menyelipkan pendidikan karakter di  tiap mata pelajarannya. Pembelajaran tematik ini mengolaborasi  tiap mata pelajaran menjadi satu tema. Misalnya, tema persahabatan. Dalam tema persahabatan itu ada konteks IPA, IPS, Agama, PPKn, dan  Bahasa Indonesia.

Meski terdengar lebih menjanjikan, pada pelaksanaannya, kurikulum yang baru ini menuai banyak polemik. Masalah satu per satu muncul ke permukaan. Misalnya saja, minimnya ketersediaan buku, kesiapan tenaga pengajar, hingga persoalan sistem ajar berupa pengintegrasian mata pelajaran yang ternyata melemahkan sebagian konten mata pelajaran tertentu.

Kelemahan-kelemahan ini membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada Oktober lalu memutuskan untuk menunda implementasi kurikulum baru ini, kecuali bagi sekolah yang dinilai telah mampu menjalankannya. Akibatnya, dua kurikulum pun berjalan beriringan. Yang belum siap, tak dipaksakan untuk mengadopsinya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 160 Tahun 2014 tentang pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa sejak diluncurkannya Kurikulum 2013 hanya sekitar 6.200 sekolah (tingkat SD-SMA) atau sebesar 17% saja yang bisa menjalankannya. Sisanya, keteteran dan memilih kembali ke Kurikulum 2006. Beberapa sekolah tingkat pendidikan dasar yang sudah menggunakan kurikulum 2013 misalnya SD Labschool, SDN Menteng 01, SDS Adik Irma, dan lain-lain.

Anies pun menginstruksikan untuk melakukan kaji ulang terhadap Kurikulum 2013. Hingga saat ini, Kurikulum 2013 masih dalam proses revisi. Nantinya akan ada penyesuaian di berbagai bidang, termasuk buku teks pelajaran yang akan digunakan sekolah untuk kegiatan belajar dan mengajar. Adapun revisi pembuatan buku ditargetkan selesai pada Februari 2016.   

Setelah Kurikulum 2013 revisi diluncurkan, pemerintah menargetkan bisa diaplikasikan oleh sedikitnya 25% sekolah (tingkat SD-SMA) pada tahun ini dan  berlaku di seluruh sekolah pada tahun 2018 mendatang. Beberapa sekolah yang dinilai telah mampu mengutak-atik sistem pengajarannya, langsung ditunjuk pemerintah untuk menerapkan Kurikulum 2013. Sedangkan yang tak terpilih juga tetap diberi kesempatan untuk bisa menggunakan Kurikulum 2013, hanya saja dituntut bisa mandiri karena tak akan didampingi dan disubsidi oleh pemerintah sebagaimana pada sekolah yang ditunjuk pemerintah.
           
Selain perlunya pembenahan konten Kurikulum 2013, praktisi pendidikan Weilin Han mengingatkan bahwa tak kalah penting adalah training pengajaran bagi para tenaga pendidik itu sendiri. “Mereka selalu menekankan bahwa mengajar harus kreatif, tapi pelatihan cara mengajar kreatif itu sendiri tak kreatif,” kata Wei, prihatin.

“Rasanya sulit bagi para tenaga pendidik untuk cepat beradaptasi dengan sistem kurikulum yang baru jika pelatihannya masih dengan gaya ceramah dan satu arah saja. Apalagi sistem training dilakukan secara massal dan dalam waktu yang sangat singkat. Satu kelas bisa berisi 200 guru dengan masa training hanya selama 5 hari saja,” Wei menambahkan.

Padahal, untuk bisa mengejar kompetensi mengajar, butuh pelatihan yang intensif dengan pendampingan terus-menerus. Melihat kenyataan tersebut, Wei tak heran jika sampai sekarang Kurikulum 2013 masih saja belum bisa terimplementasikan dengan baik.(f)
 


Topic

#HariPendidikanNasional

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?