Family
Jemputan Pribadi Anak Sekolah Penyumbang Kemacetan di Kota-kota Besar

30 Jun 2016


Foto: Fotosearch

Pernah merasa jengkel karena terjebak kemacetan panjang saat bubaran sekolah anak? Salah satu penyumbang besar kemacetan di kota-kota besar adalah jemputan pribadi anak sekolah. Bayangkan saja, satu anak diantar jemput satu mobil dan di sekolah tersebut ada ratusan siswa. Akan terjadi antrean panjang mobil yang mengular di banyak titik sekolah.
Gambaran riil di atas masih terjadi dan ada dalam daftar pekerjaan rumah pemerintah maupun operator moda transportasi umum, sehingga mereka bisa mengupayakan layanan yang memadai, aman, nyaman, dan tepercaya untuk mengatasi  kemacetan. Khususnya di kota besar seperti Jakarta.  

“Pemerintah memang sudah menyediakan bus sekolah yang berwarna kuning. Hanya,  penggunaannya kurang optimal. Meski  bebas biaya, hanya segelintir siswa yang memanfaatkan fasilitas dari pemerintah ini,” jelas Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinugan.

DKI Jakarta adalah provinsi pertama yang menyediakan bus khusus bagi pelajar SMP dan SMA/SMK sejak tahun 2007. Namun, terbatasnya trayek yang hanya mencapai segelintir titik-titik lokasi sekolah dan belum menjangkau perumahan, jumlah armada terbatas, serta ketepatan jadwal bus yang tidak menentu, membuat banyak orang tua kembali mengandalkan antaran kendaraan pribadi. Bus sekolah jadi sepi peminat.

Saat ini, fasilitas transportasi umum yang lumayan baik pelayanannya baru TransJakarta dan Commuter Line (CL). Jika CL menyasar pelayanan bagi kaum urban di wilayah penyangga (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) untuk beraktivitas di ibu kota, maka TransJakarta bisa jadi satu-satunya angkutan umum yang bisa diandalkan masyarakat di dalam kota.   

“Sebetulnya masih banyak pilihan angkutan umum lainnya di dalam kota --selain TransJakarta-- yang dikelola oleh pihak swasta, seperti angkot, mikrolet, Kopaja, Metro Mini, Mayasari Bakti, PPD, Bianglala, hingga transportasi umum yang bersifat pribadi seperti ojek dan bajaj,” cetus Shafruhan.  

Sayangnya, menurut Shafruhan, baik kelayakan armada maupun sisi keamanan transportasi umum tersebut belum memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) sesuai dengan ketetapan Permenhub 32 Tahun 2016. SPM itu mencakup faktor kenyamanan, keamanan, dan harga yang terjangkau. “Kita hidup di negara tropis,  tiap kendaraan umum itu seharusnya dilengkapi dengan pendingin udara. Ini kan baru diaplikasikan pada TransJakarta dan CL saja. Lainnya tidak ada,” katanya.

Belum lagi soal keamanan. Mulai dari perilaku sopirnya yang ugal-ugalan demi kejar setoran, menyetir sambil menghitung uang atau memainkan ponsel, hingga keamanan di dalam angkutan umum itu sendiri. Kasus pencopetan, penjambretan, pemalakan, hingga pelecehan seksual kerap terjadi di atas transportasi publik. Juga risiko terjepit karena berdesak-desakan dan terjatuh dari atas kendaraan harus siap dihadapi oleh pengguna kendaraan umum.

Dengan sederet kekurangan ini, tidak heran jika angkutan umum hanya dimanfaatkan oleh masyarakat golongan kelas menengah bawah yang tidak punya pilihan. Bagi masyarakat kelas menengah atas, tentu saja lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang lebih aman dan nyaman. (f)


Topic

#transportasiumum

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?