Health & Diet
Tak Usah Takut Gula!

6 Oct 2014


Tak sedikit orang yang berusaha  menghindari gula dalam makanan yang mereka konsumsi sehari-hari. Karena, banyak mitos tentang gula yang terkait kesehatan. Padahal, menurut dr. Emilia Achmadi MS, RD, ketakutan ini terlalu berlebihan, karena pada dasarnya tubuh manusia membutuhkan gula sebagai ‘bahan bakar’ untuk menjalankan fungsi tubuh. Dari sekian banyak mitos yang beredar tentang gula, berikut ini beberapa fakta yang patut Anda ketahui.

1. Hindari gula =  cegah kegemukan
Sebenarnya tidak ada hubungan antara gula dan penurunan berat badan. Berat tubuh seseorang juga dipengaruhi oleh lemak dan protein di dalam tubuh. Jika menginginkan penurunan berat badan, bukan menghindari makanan manis, tapi mengatur pola makan yang benar dan mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berimbang dan bervariasi.
Diet yang seimbang tetap harus memasukkan konsumsi gula sehari-hari. Tetapi, asupan gula memang sebaiknya tidak didapat dari gula tambahan, seperti gula pasir, gula merah, ataupun madu, melainkan dari gula alami seperti yang terkandung dalam buah-buahan dan karbohidrat. Itulah sebabnya, Emilia tidak menganjurkan untuk melakukan diet tanpa karbo dengan alasan untuk menghindari gula. Pada dasarnya, fungsi tubuh manusia bisa berjalan normal jika aturan 50% karbohidrat, 20% protein, dan sisanya lemak, vitamin, serta mineral yang dibutuhkan tubuh terpenuhi.

2. Gula pasti manis
Faktanya, gula adalah bahan bakar utama bagi otak. Jadi, gula dibutuhkan oleh tubuh untuk menggerakkan fungsi tubuh yang paling vital ini. Yang perlu dicermati, gula tidak harus berarti gula pasir, gula merah, atau jenis gula lainnya yang memiliki rasa manis. Gula juga bisa didapat dari bahan makanan seperti nasi, kentang, mi, hingga  pasta yang rasanya cenderung tidak manis. Semua karbohidrat sederhana ini ketika dikonsumsi akan dengan cepat diubah oleh tubuh menjadi gula.
Dengan mengonsumsi karbohidrat secara wajar dan terkontrol, maka asupan gula yang dibutuhkan tubuh sebenarnya sudah terpenuhi dengan baik. Selain itu, buah-buahan juga memberikan kontribusi bagi persediaan gula di dalam tubuh. Yang perlu dikurangi adalah mengonsumsi gula pasir yang ditambahkan ke dalam makanan atau minuman, misalnya teh manis, sirop, minuman bersoda, jajanan pasar, cookies, kue-kue, dan lainnya.

3. Madu lebih baik daripada gula

Faktanya, gula pasir dan madu memiliki 46 – 64 kilokalori. Begitu pula dengan gula merah ataupun gula palem. Pada dasarnya, tubuh kita menyerap gula yang ditambahkan  seperti gula pasir dan madu dengan cara yang sama juga. Yang membedakan lebih pada rasanya. Selain itu, ketika mengonsumsi madu, terutama yang berkualitas baik, ada kandungan lainnya, yaitu royal jelly dan antiseptik yang bermanfaat untuk tubuh. Begitu pula dengan gula merah yang tidak melalui proses pemutihan dulu. Daripada menghindari satu jenis tertentu, batasi asupan pemanis tambahan.
    Bagi orang yang tinggal di kota dengan aktivitas yang tidak terlalu berat dan jarang berolahraga, konsumsi gula tambahan per hari   antara 1.500 hingga 2.000 mg. Ini artinya tidak lebih dari dua sachet sehari atau 2 sendok teh. Gula tambahan ini di luar konsumsi karbohidrat dan buah-buahan secara normal.

4. Gula membuat ketergantungan

Penelitian terbaru di Amerika Serikat menyebutkan bahwa gula adalah narkoba jenis baru. Mengapa demikian? Faktanya, gula bisa menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan jika dikonsumsi secara berlebihan. Karena, ketika seseorang terbiasa dengan rasa manis, maka tubuh akan kembali lagi menagih rasa manis itu secara berulang. Dan, kadar manisnya pun makin meningkat.
Itulah sebabnya, membiasakan anak dengan makanan manis sedari kecil akan memberikan efek panjang. Meski begitu, anggapan bahwa gula membuat anak menjadi hiperaktif hingga kini masih pro dan kontra. Menurut Emilia, yang terjadi, ketika anak mengonsumsi terlalu banyak gula, maka energinya akan meningkat. Energi inilah yang bisa menyebabkan anak-anak menjadi lebih aktif. Tapi, apakah memicu perilaku hiperaktif, hal ini masih perlu dibuktikan kembali. Umumnya, anak dengan autisme memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap gula.(FAUNDA LISWIJAYANTI)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?