Health & Diet
Late Supper

29 Jul 2013


Idealnya, bisa makan malam bersama keluarga sebelum pukul 20.00. Menunya, masakan sehat masakan sendiri. Tetapi, kenyataan berbicara lain. Tak semua orang bisa memiliki ‘kemewahan’ pulang kantor ketika masih tampak matahari.  Terlebih lagi, bagi mereka yang tinggal di kota besar, waktu tiba di rumah paling susah dipastikan mengingat tingkat kemacetan yang sukar diprediksi. Pilihannya: makan di kantor, di jalan, atau… menahan lapar saja sampai tiba di rumah (meski sering kali  sudah terlalu malam untuk makan malam).

Menurut ahli gizi dan direktur Hang Lekiu Medical Center, dr. Inayah Budiasti, M.S. SpGK, kinerja metabolisme dalam tubuh bergerak  makin lambat di malam hari. Sehingga, mengonsumsi makanan berat di atas pukul 7 malam hanya akan mempercepat penimbunan lemak dalam tubuh. Selain itu, bertambahnya usia juga mengakibatkan metabolisme tubuh berkurang. “Itulah mengapa banyak orang yang mengeluh,  ‘Makin tua, kok, makin gemuk,’” ujarnya.

Sebuah studi yang dimuat dalam International Journal of Obesity menyebutkan, wanita yang bekerja lembur berisiko mengalami lonjakan berat badan. Ini karena aktivitas lembur mampu menimbulkan efek kelelahan kronis akibat bekerja dan berpikir terlalu keras. “Saat kita berpikir, cadangan glukosa yang ada pada otak berkurang, sehingga timbul rasa lapar,” jelas dr. Inayah.

Walau begitu, kebutuhan glukosa akan berkurang karena proses berpikir terbilang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan glukosa yang disebabkan aktivitas fisik. Sehingga, asupan kalori yang dibutuhkan pun tak banyak. “Aktivitas berpikir dalam pekerjaan membutuhkan asupan sekitar 400 kalori. Kecuali, jika pikiran dibarengi dengan depresi, asupan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak, yakni 1.000 kalori,” jelas dr. Inayah.

Tampaknya, kebiasaan menyantap makanan berat yang mengandung banyak karbohidrat, kalori, dan lemak untuk makan malam, perlu dilupakan.  Sebab, menurut dr. Inayah, ada banyak jenis makanan yang sehat dan praktis, terutama bila dikonsumsi pada malam hari. Misalnya saja, jenis umbi-umbian seperti ubi, singkong, dan kentang, yang dianggap mengandung cukup karbohidrat dan tidak membebani kinerja metabolisme dalam tubuh. “Tetapi, perhatikan juga pengolahannya. Ubi, singkong, dan kentang sebaiknya dikukus ketimbang digoreng,”

Pengukusan makanan, menurut dr. Inayah, biasanya hanya mengurangi 15% dari kandungan gizi dan nutrisi suatu makanan. Dengan dikukus, kandungan vitamin, protein, dan flavanol (kandungan konsentrat alami yang berfungsi sebagai antioksidan) akan tetap terjaga.

Lalu, bagaimana jika perut (dan lidah) menginginkan nasi?  “Jika memang benar-benar ingin makan nasi, sisipkan dalam menu makan siang Anda, atau makanlah nasi paling lambat pukul 17.30 sore,” ujar dr. Inayah. Menu makanan berat seperti nasi cenderung aman dikonsumsi pada siang hari karena metabolisme tubuh masih bekerja dengan aktif dan cepat.

Memang, keharusan makan nasi tak bisa terlepas dari budaya yang menjadikan nasi sebagai makanan utama. Atau, ada juga anggapan bahwa nasi menjadi satu-satunya makanan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Sehingga, seseorang yang sudah makan burger, tapi belum makan nasi, akan tetap dianggap belum makan. “Itulah anggapan yang salah. Kenyataannya, karbohidrat itu juga bisa didapat dari jenis makanan lain, tidak hanya nasi,” jelasnya. Terlebih lagi, menurut dr . Inayah, wanita berusia 25 tahun ke atas sebaiknya mengonsumsi karbohidrat secukupnya saja.

Untuk itu, dr Inayah menyarankan agar tidak mengonsumsi makanan berat ataupun minuman yang mengandung banyak kalori, karbohidrat, dan lemak, terutama   di atas pukul 8 malam. “Orang Indonesia  kan kebanyakan mulai tidur antara pukul 21.00 - 22.00 malam. Perlu waktu dua jam bagi tubuh untuk melakukan proses metabolisme. Makan berat di atas pukul 20.00   hanya akan mempercepat kegemukan,” jelasnya. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?