Career
Ini Kelebihan Wanita Sebagai Pemimpin

23 Nov 2016


Foto: 123RF

Naluri nurturing wanita yang ingin selalu memberi, merawat, menyayangi, dan menciptakan suasana nyaman tanpa disadari sering kali menyusup ke dalam dunia kerja. Bukan sesuatu yang negatif, memang. Kehadiran wanita di tengah para pekerja pria dapat menjadi penyeimbang demi menciptakan harmonisasi kerja. Hanya, wanita juga harus cerdik menyikapi insting alamiahnya agar tidak menjadi bumerang yang bisa merusak kredibilitas profesionalismenya. 
 
Dalam buku Careers Advice for Ambitious Women yang ditulis oleh headhunter Heather McGregor dijabarkan bahwa wanita menghadapi tantangan yang cukup sulit di dunia kerja, yaitu menyeimbangkan antara naluri keibuannya dengan tuntutan kariernya menjadi seorang pemimpin.
          
Naluri seorang ibu yang bersikap lembut, menyayangi, melindungi, cenderung menciptakan kedamaian, menjadi kontras dengan kebutuhan figur seorang pemimpin yang tegas dan tidak pakai hati dalam pengambilan keputusan. Salah satu temuan penting yang diamati Heather terhadap sikap responden wanita eksekutif dalam bukunya adalah bahwa wanita sering kali enggan menyakiti perasaan orang lain sehingga sulit berkata tidak.
          
Sementara, mau tak mau, enak tak enak, dalam dunia kerja yang kompetitif dan dinamis, ketegasan sangatlah esensial.  “Berani berkata ‘tidak’ adalah skill penting yang harus dimiliki wanita untuk bisa mencapai goal dan melesatkan jenjang kariernya,” kata Heather.
           
Pada kenyataannya, banyak wanita, karena naluri penyayangnya dan lebih banyak mempertimbangkan perasaan orang lain, sukar untuk mengambil sikap tegas. Bahkan, ketika mereka akhirnya bisa berkata tidak, setelahnya mereka sering kali dihantui oleh perasaan bersalah.
           
Arlia Irishtiana, country general manager dari sebuah perusahaan logistik global, pernah mengalami dilema ketika harus memutuskan hubungan kerja dengan salah satu bawahannya yang kurang bisa mencapai performa yang ditetapkan.
           
“Sebetulnya, saya bisa saja bicara langsung kepadanya bahwa ia gagal mencapai target dan terpaksa perusahaan harus melepasnya. Tapi, kebetulan ia punya masalah kesehatan dan juga berencana akan menikah dalam waktu dekat. Pasti akan jadi pukulan baginya jika saya langsung ngomong saklek,” ujar finalis Kompetisi Wanita Karier Femina 2015/2016 ini.
           
Alhasil, khusus untuk bawahannya ini, Arlia membuat skema penilaian performa khusus. Jika orang lain di-review per 3 bulan, karyawan ini mendapat review tiap bulan. “Supaya dia tidak shock jika kontrak kerjanya tidak diperpanjang, karena sudah melihat sendiri bagaimana performanya dari bulan ke bulan,” jelas Arlia.
           
Kejadian seperti ini memang kerap menjadi dilema yang dirasakan oleh wanita di hampir semua tingkat jabatan.
 
Wanita secara kodrati memang lebih banyak menggunakan perasaannya ketimbang pria. Namun, Arlia memilih untuk melakukan kompromi. Ia tetap tegas untuk memutuskan ikatan kerja bawahannya, tapi  dengan cara yang lebih ‘manis’ dan tak menyakiti hati.
         
Kecenderungan ingin menjadi orang yang bisa menyenangkan banyak individu juga bisa mendorong wanita untuk berpikir dua kali ketika ingin berargumentasi atau membantah pendapat orang lain. Atau, malah justru ia menghindari konflik sama sekali.
 
Memang tidak bisa digeneralisasi bahwa semua wanita seperti ini. Namun, umumnya wanita secara naluriah akan menghindari pertengkaran, perselisihan pendapat, dan memilih damai.  
 
Sementara pria, sebagai penakluk, cenderung akan bersikap lebih agresif untuk mencapai sasarannya. Pria sebagai makhluk dengan ego tinggi bisa jadi tidak peduli dengan omongan orang, rela dikucilkan demi mempertahankan pendapatnya di tengah forum diskusi panas, dan mau melakukan apa pun untuk mencapai sasarannya.  
       
Jika naluri ini diikuti tanpa ada penyesuaian seperti yang dilakukan Arlia, tentu saja akan merugikan wanita, karena orang-orang akan memandang ia sebagai atasan yang lembek, tak bisa mengatur orang atau membuat keputusan yang tegas.
 
Yang dilakukan Arlia sangatlah bijaksana, ia mampu mencapai tujuan perusahaan dan sekaligus menjaga hubungan baik dengan bawahannya serta mendapatkan respek dari tim anak buahnya yang lain.
 
 


Topic

#menjadiatasan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?