Career
Belajar Menyeimbangkan Sisi Maskulin dan Feminin dari Claire Underwood di House of Cards

15 Dec 2016


Foto: BBC Series

Di balik kesuksesan tokoh fiktif Frank Underwood duduk di kursi presiden Amerika Serikat, ada jasa sang istri, Claire Underwood (Robin Wright), yang ikut ‘bertarung’ di kancah politik untuk mendukung sang suami. Selain membantu Frank mengatur strategi kampanye, Claire juga melakukan manuver manipulatif agar sang suami bisa  makin dikenal di lingkungan pertemanan Presiden Garrett Walker.

Claire adalah seorang pelobi andal. Ia dikenal ambisius, memiliki determinasi tinggi, dan rela melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Seperti ketika ia mendirikan organisasi pelestarian lingkungan, Clean Water Institute, hanya agar ia terkesan  memiliki citra diri yang baik.

Sebagai istri, ia mampu mengisi sisi lemah sang suami dan menjadi satu tim yang kuat dengan sang suami. Tak heran jika  kemudian Claire pun berambisi untuk tak sekadar menjadi istri, tapi juga maju di dunia politik menjadi wakil presiden.

Kendati tak punya jejak karier di dunia politik untuk memantapkan posisinya sebagai kandidat wakil presiden, Claire dinilai cukup pandai  meyakinkan orang lain tentang tujuan yang ingin dicapainya. Ia bisa melakukan pendekatan yang lembut dengan penalaran yang rasional, tapi bisa tiba-tiba mengubah taktiknya menjadi sangat agresif dan mengintimidasi dalam strategi negosiasinya. Nancy deWolf Smith, penulis di The Wall Street Journal, mengatakan bahwa tokoh Claire sangat lihai memainkan sisi maskulin dan femininnya pada saat yang tepat.

“Ketika harus menghadapi tokoh politik yang kuat dan dominan, pendekatan yang dilakukannya sedikit pushy. Bisa jadi ini sengaja dilakukan untuk membuatnya setara dengan lawannya,” jelas Gloria.

Tapi perlu diingat, gaya berkomunikasi yang agresif ini tidak bisa diterapkan di  tiap negosiasi. Lihat dulu apa konteksnya dan siapa yang kita hadapi. “Terlebih lagi jika menghadapi orang yang punya kuasa dan  posisi yang lebih tinggi, negosiasi yang terlalu agresif justru tidak akan berhasil,” tambahnya.

Meski agresif, perawakannya yang tenang dalam menghadapi berbagai macam masalah  menunjukkan bahwa ia bisa menangani emosinya secara profesional. Penting untuk mempertahankan ketenangan sikap untuk menjaga citra diri yang profesional. “Karena, ketika kita kehilangan ketenangan dalam menangani masalah, justru akan membuat orang bertanya-tanya apakah keputusan kita didasari pada emosi, bukannya alasan yang rasional,” jelas Gloria.

Kendati bukan sosok yang sempurna dan cenderung antagonis, Claire mengajarkan kita bagaimana kesuksesan dapat tercapai, salah satunya berkat ambisi yang kuat. Ambisinya yang besar terkadang dinilai negatif oleh banyak orang. Namun, menurut Gloria, ambisi memang dibutuhkan untuk menetapkan target yang ingin dicapai. Karena, bekal untuk sukses formatnya dimulai dari ambisi dulu, yang menjadi pemantik semangat untuk mencapai tujuan. Hanya, hati-hati dengan ambisi yang berlebihan, karena justru bisa menjadi bumerang untuk kita.

“Saat diri kita dikuasai perasaan ambisi berlebih, maka ini akan membuat banyak tekanan, baik pada diri sendiri maupun rekan kerja lainnya. Ambisi juga bisa mengakibatkan rendahnya sensitivitas pada orang lain sehingga kita tergiring orientasi pada hasil, bukannya proses,” jelas Gloria. Tentu saja ini akan menimbulkan atmosfer kerja yang tak nyaman, sehingga dibutuhkan batasan-batasan dalam ambisi karena sifatnya yang memengaruhi karier dan hubungan dengan rekan kerja lain. (f)
 


Topic

#TipKarier

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?