Career
5 Kiat Menjadi Pendengar Aktif

6 Oct 2016

Foto: Fotosearch

Berbicara bagi banyak orang sering kali lebih mengasyikkan ketimbang mendengarkan. Maklum, berbicara merupakan satu pelepasan  untuk meluapkan semua pikiran, wawasan, atau perasaan. Tetapi ternyata, mendengarkan sesungguhnya merupakan kemampuan paling penting dalam proses komunikasi. Bahkan, lebih penting ketimbang kepintaran berpidato atau kemampuan menguasai bahasa asing. Namun, masalahnya, mendengarkan yang seperti apa yang bermanfaat?

Dalam komunikasi, mendengar dianggap sebagai kemampuan yang paling penting dari semua kemampuan lain. Malah dikatakan lebih penting ketimbang membuat pidato atau memiliki suara yang kuat dan enak didengar. Bahkan, katanya, juga lebih penting dari kemampuan seseorang dalam menguasai berbagai bahasa.

Dalam buku Pemimpin Dalam Diri Anda karya Stuart R. Levine dan Michael A. Crom, ada dua alasan penting mengapa Anda harus belajar mendengarkan. Pertama, dengan mendengar, Anda akan belajar banyak hal. Kedua, dengan menjadi pendengar yang baik, Anda akan mendapat respons positif dari lawan bicara Anda.

Konsultan karier Sylvina Savitri menegaskan pentingnya mendengar. ”Tetapi, bukan sembarang mendengar, melainkan mendengar yang aktif,” kata Sylvina. Mendengar yang aktif membutuhkan konsentrasi  tinggi, yang menurut Sylvina ditandai dengan beberapa cara:

1/ Memberikan atensi penuh pada lawan bicara (verbal dan non-verbal, seperti mengangguk, menatap, menjaga kontak mata).
2/ Bisa menggali pembicaraan lebih lanjut untuk mengetahui esensi pesan yang disampaikan (misalnya, dengan cara bertanya).
3/ Mengklarifikasi/memverifikasi pemahaman atas esensi pesan yang disampaikan (memastikan tidak ada salah persepsi).
4/ Merefleksikan pemahaman terhadap apa yang disampaikan dan menyimpulkan esensi pesan.

”Bila telah berhasil menjadi pendengar aktif, maka seseorang bisa memahami tugas yang diberikan, memberi tanggapan dan respons, mengemukakan pendapat dengan jitu, peka terhadap kebutuhan dan perasaan atasan/mitra kerja/klien, dan mengambil keputusan dengan tepat,” tutur Sylvina. Akhirnya, menurut Sylvina, orang yang jago mendengar otomatis akan disegani dalam pergaulan, menjadi teman kerja yang menyenangkan, mendapatkan kepercayaan dari klien/mitra kerja,  bisa lebih diandalkan dan dipercaya. 

Roslina Verauli, psikolog, menambahkan, dalam profesinya, kegiatan mendengar sangatlah penting. ”Apakah saya dianggap bisa mendengar itu ukurannya sederhana. Kalau klien tidak kembali, berarti itu kegagalan saya saat mendengarkan masalah mereka,” ujar Vera, panggilan akrabnya.

Vera mengaku punya teknik agar selalu berhasil menjadi pendengar yang efektif, yaitu pendengar yang bisa memahami sesuatu dari sudut pandang lawan bicaranya. Intinya, dalam pembicaraan itu, pesan tersampaikan dengan baik, tanpa ada salah komunikasi. ”Kalau ada salah komunikasi atau justru bertengkar,  itu berarti kita gagal memahami orang lain,” katanya.

Seperti yang dikatakan Sylvina, dalam mendengar, Vera tidak hanya mengandalkan pendengaran saja, melainkan juga no-verbal, yang dia istilahkan ’mendengarkan dengan mata’. ”Ketika berbicara dengan klien, saya usahakan peka saat melihat bahasa tubuh dia. Melihat apakah dia sudah bosan atau belum, sudah siap atau belum dengan pembicaraan berikutnya,” katanya. Maka, tindakan yang Vera lakukan pertama kali adalah mengarahkan atau membuka tubuhnya secara total ke arah lawan bicaranya. Dengan demikian, meskipun berbicara dengan lebih dari dua orang, mereka tetap merasa diperhatikan.

Buka tubuh yang dimaksud Vera adalah semacam gestur tubuh yang seolah-olah sepenuhnya 'diberikan’ kepada lawan bicara. ”Ibaratnya, ketika di dalam lift yang penuh dengan orang asing kita akan berusaha membentengi tubuh dengan tangan, tas atau siku. Nah, buka tubuh adalah sebaliknya. Dengan buka tubuh, maka lawan bicara kita pasti akan bisa membaca kedekatan yang ingin kita bangun,” jelas Vera. 

Meski semua perhatian diberikan kepada lawan bicara, juga harus peka melihat situasi. Istilahnya, harus bisa melihat gelagat yang diberikan lawan bicara.
”Kalau lawan bicara kita memang menjaga jarak, saya juga tidak sok kenal sok dekat. Untuk mencairkan suasana, saya biasa melakukan basa-basi yang masuk akal. Misalnya, dengan mengatakan bajunya keren, atau tataan rambutnya bagus,” katanya. Selama mendengarkan, kontak mata itu penting. Itu pun ada caranya. Jika belum terlalu kenal, maka Vera akan melihat ke tengah-tengah antara kedua bola mata seseorang, sambil sesekali ke arah bola mata langsung. Vera bahkan memilih menunda pertemuan, bila ia merasa tidak siap mendengarkan.

Menurut Sylvina, beberapa manfaat mendengarkan adalah bisa memberikan tanggapan yang tepat dan mengajukan pertanyaan yang efektif. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan saat belajar mendengarkan:

  • Menyediakan ruang pertemuan yang bebas kebisingan.
  • Mematikan ponsel (silent) untuk menghindari interupsi.
  • Waktu meeting tidak berdekatan dengan agenda lain, untuk menghindari  pembicaraan yang terburu-buru
  • Memfokuskan diri sepenuhnya pada lawan bicara, dengan meninggalkan sejenak masalah pribadi.
  • Terapkan prinsip ‘traffic lights’. Lampu hijau: kita yang bicara.  Lampu merah: kita mendengarkan. Lampu kuning: siap-siap berganti peran dari bicara ke mendengarkan, atau sebaliknya. (f)
Baca juga:
Cerdik Berstrategi Saat Wawancara Kerja
5 Langkah Mengatasi Rekan Kerja Negatif
Optimis Bukan Sekadar Soal Berpikir Positif
 


Topic

#TipKarier

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?