Food Trend
Tren Selanjutnya

21 Jul 2013


Walau melihat kelatahan orang Indonesia dalam berbisnis rainbow cake, Adithya Pratama, Pastry Chef Dapur Cokelat sulit melihat fenomena serupa akan terjadi pula pada deconstructed dessert. Alat dan bahannya membutuhkan area kerja yang luas, tak bisa sesempit kafe. Opsi untuk memasoknya dari luar –sebagaimana banyak kafe memperoleh suplai rainbow cake-- mustahil diterapkan pada dessert yang harus dibuat dadakan ini (alias, à la minute).

Deconstructed dessert pun idealnya dinikmati secara dine-in. Padahal, alasan mudahnya penyerapan rainbow cake di Indonesia adalah karena produk ini bisa dijadikan gift atau bisa dibawa pulang. Terlalu sulit pula menduplikasinya dalam waktu cepat, demi mengejar volume.

Dari segi konsumen, ini juga bukan makanan yang bisa dinikmati semua orang. Sebagai ‘sepiring’ karya seni, ada   harga yang tak murah di baliknya. Cost juga sulit ditekan karena chef mungkin harus bekerja dengan bahan-bahan impor demi mencapai tekstur yang mengagetkan lidah. “Level of sophistication-nya terlalu tinggi,” simpul Adith.

Namun, sekali Anda mencoba deconstructed dessert, jiwa bagai terbang ke surga kecil. Pencuci mulut tak disangka bisa seindah ini. Dingin, lunak, renyah, manis, kecut, panas, cair, akan menyatu di mulut. Coba setidaknya sekali dalam seumur hidup di resto eksklusif! 

(TRIFITRIA S. NURAGUSTINA)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?