Fiction
Theo (6)

25 Jun 2012

<< cerita sebelumnya

“Sekian meeting untuk hari ini.” Theo menutup map di hadapannya. “Ivi, sebelum pulang kerja nanti, saya minta salinan notulen rapat hari ini.”

Ivonne mengernyit, lalu mengangguk. Dia membereskan laptop-nya.

”Hai, Ivonne...,” sapa Alex.

Ivonne hanya mengangguk singkat dan segera berlalu. Tidak mau berlama-lama berada di dekat Alex.

”Alex,” panggil Theo. ”Besok saya ikut kamu ke customer. Sekalian memperkenalkan produk baru dari Chemical International Coorporation.”

”Baik, Pak,” Alex mengangguk hormat.
Ivonne sekilas mendengar perkataan Theo. Besok pasti akan jadi hari yang melelahkan.
Ivonne menghela napasnya. Dia harus menyelesaikan notulen rapat barusan. Dia menepuk punggung tangannya tiga kali, lalu mulai bekerja.

*****
Theo sedang berada di ruangan Pak Darmawan. Mereka membicarakan kemungkinan untuk men-training karyawan potensial langsung di Chemical International Coorporation, Australia. 

”Adalah kebanggaan buat kami bahwa Anda bersedia ke sini,” puji Pak Darmawan. ”Seperti yang Anda lihat, kehadiran Anda akan memompa motivasi kami semua.”

Theo tersenyum menanggapi pujian itu.
Pintu diketuk dari luar, Ivonne masuk dan mengangguk sopan.

”Mr. Theofilus Lundenberg, Pak Darmawan Sejati, ini notulen meeting.”
”Terima kasih, Ivonne.” Pak Darmawan tersenyum. 
”Thanks, Ivi,” balas Theo. Benar-benar gadis yang cekatan! Meeting panjang tadi belum lama selesai, tapi dia sudah menyelesaikan notulennya dengan rapi. ”Nice job, Ivi.”

Dahi Ivonne berkerut, lalu dia keluar dari ruangan.

”Bagaimana Ivonne? Kerjanya baik?” tanya Pak Darmawan, ketika pintu sudah tertutup kembali.
Theo mengangguk. ”Dia gadis yang cekatan. Kerjanya memuaskan.”
Pak Darmawan tersenyum. ”Gadis yang malang.”
Dahi Theo berkernyit.

”Masih kerabat,” Pak Darmawan menjawab pertanyaan tersirat itu. ”Anak dari adik istri saya. Orang tuanya meninggal 10 tahun lalu. Mobil yang mereka tumpangi disalip oleh sebuah motor. Kedua orang tuanya meninggal, hanya dia yang selamat dari kecelakaan itu. Tubuh dan wajah kedua orang tuanya hancur akibat tabrakan itu. Sejak itu dia jadi pemurung, penyendiri dan... agak aneh.”

Theo teringat akan tingkah lakunya yang selalu melakukan segala sesuatu tiga kali. Dia mengatakan itu kepada Pak Darmawan.

”Ya,” Pak Darmawan mengangguk. ”Itu dan beberapa hal aneh lainnya. Kami sekeluarga sungguh berharap dia dapat sembuh, tapi dia tidak mau kami bawa ke psikolog. Dia tidak pernah mau melepaskan kebiasaan yang membuatnya jadi aneh. Dia takut kalau akan mendatangkan celaka bagi dirinya dan bagi orang lain.”

”Obsesive-compulsive disorder?” Theo teringat akan istilah psikologi  yang biasa digunakan untuk mendefinisikan tingkah laku Ivonne.

”Terlihat seperti itu.” Pak Darmawan mengangguk. ”Tapi, kami belum dapat memastikan karena dia tidak mau diperiksa psikolog.”

 “Dia mengernyitkan dahinya saat saya memanggilnya ‘Ivi’,” ujar Theo.
Pak Darmawan tersenyum. “Ivi adalah panggilan sayang dari kedua orang tuanya. Tidak pernah ada orang lain yang memanggilnya seperti itu.” 

Theo mengangguk-angguk. “Dia juga tidak pernah mau memanggil saya Theo. Dia selalu memanggil nama lengkap saya.”

“Itu salah satu caranya untuk tidak mendekatkan diri kepada orang lain.” 
Kepala Theo kembali terangguk-angguk.

“Dia gadis yang baik. Saya sangat berharap dia bisa kembali ceria lagi. Seperti dulu….” Mata Pak Darmawan tampak menerawang.

Pintu diketuk lagi. Kepala Ivonne muncul lagi.

“Mr. Theofilus Lundenberg,” sapanya. “Ini data costumer yang rencananya akan didatangi besok. Silakan diperiksa dulu,” ujarnya, sambil menyerahkan setumpuk data costumer, lalu berlalu pergi. 

Theo memeriksa data itu. Semua tercetak dengan rapi, menurut abjad, dan lengkap!

“Dia memang gadis yang cekatan,” puji Pak Darmawan.
Theo tersenyum, kemudian bangkit berdiri. Dia pamit dari ruangan Pak Darmawan dan berjalan menghampiri meja Ivonne. Gadis itu tampak sedang merapikan tumpukan kertas di mejanya. Theo sengaja tidak memanggilnya. Tampak Ivonne sedang merapikan tumpukan kerta itu untuk ketiga kalinya. Setelah itu, Ivonne mengangguk, tersenyum puas. 

“Ivi,” panggil Theo.

Ivonne tampak terkejut. Wajahnya kembali bersemu. 

“Mr. Theofilus Lundenberg. Ada perlu apa?” tanya Ivonne, berusaha menutupi kecanggungannya.
Theo tersenyum. “Tidak apa-apa. Hanya mau mengatakan bahwa kamu telah bekerja baik sekali.”

Ivonne mengangguk. Bibirnya tersenyum tipis.

“Sepulang kerja,” Theo memperhatikan jam tangannya, “sebentar lagi, temani aku pergi. Sudah lama aku tidak ke Jakarta.”

Ivonne mengangguk. Tidak dapat menolak.
Theo tersenyum. 

Oleh: Irene Tjiunata

                                                                                   cerita selanjutnya >>


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?