Fiction
Theo (4)

25 Jun 2012

<< cerita sebelumnya

“Permisi….” Seorang room boy mengantarkan barang bawaan Theo.

”Terima kasih....” Ivonne mengangguk sambil tersenyum tipis.

Theo mengambil barang bawaannya dan memberikan tip kepada room boy sambil mengangguk ramah. 

”Ivi, kamu masuk dulu. Duduk saja di sofa sana,” ujar Theo, sambil membuka barang bawaannya. Dia mengeluarkan sehelai kemeja dan satu setel jas warna biru tua, lalu  masuk ke kamar mandi. 

”Tunggu sebentar, ya, Ivi. Saya tidak lama, kok,” ujarnya kepada Ivonne.

Ivonne mengernyit, lalu mengangguk dan duduk di sofa ruang tamu. Sebelum duduk, dia mengetukkan ujung kakinya tiga kali. Di hadapan Mr. Theofilus Lundenberg, dia tidak mau terlihat konyol dengan ’ritual tiga’-nya. Maka, dia mengganti ritual itu dengan mengetukkan ujung kakinya sebanyak tiga kali. Tingkah laku itu cukup membuatnya merasa aman. 

”Ivi!” panggil Theo, dari dalam kamar mandi. 

Ivonne mengernyit. “Ya?” sahutnya.

“Bisa tolong ambilkan dasi saya. Ada di dalam koper yang warna biru!” seru Theo dari dalam kamar mandi.

Kerutan di dahi Ivonne bertambah. Apakah mengambilkan dasi termasuk dalam job desc seorang personal assistant? 

“Ivi,” panggil Theo lagi.

Ivonne bangkit, menepuk punggung tangannya tiga kali. “Sebentar,” sahutnya. Dia membuka koper yang berwarna biru dan menemukan beberapa dasi. Dia melirik dasi yang berwarna biru. Sepertinya ini cocok dengan kemejanya. Dia mengambil dasi itu, meletakkannya kembali, mengambilnya, meletakkannya kembali, dan, untuk ketiga kalinya, mengambilnya.

”Ivi....” Tiba-tiba Theo sudah berada di belakangnya. Tatapannya tampak bingung.

Wajah Ivonne memerah. Apakah Theofilus Lundenberg melihat tingkah lakunya barusan? Melihat tingkah laku ’ritual tiga’-nya yang aneh?

”Ini Mr. Theofilus Lundenberg, dasi Anda. Kita harus bergegas ke kantor. Semuanya sudah menunggu.” Ivonne berhasil mengendalikan situasi.

**** 
Perjalanan ke kantor PT Kimia Utama berjalan tanpa hambatan yang berarti. Walaupun jalanan macet,  mobil kantor masih dapat meluncur lancar. 

”Bagaimana bahan meeting yang telah saya persiapkan, Mr. Theofilus Lundenberg?” tanya 
Ivonne, memecah keheningan.

Theo mengangguk sambil tersenyum hangat, ”Oke.”
Ivonne membalas senyum itu dengan anggukan singkat. 

”Siapa saja yang akan hadir dalam meeting nanti?”
”Pak Darmawan Sejati, CEO PT Kimia Utama, Pak Sandy Sanjaya dan Pak Setiawan Rahardjo dari bagian produksi, serta Pak Alexander Natanegara dan Pak Jonas Handoko  dari bagian marketing,” jawab Ivonne.

Ivonne menghela napas. Ingat  Alexander Natanegara, dia merasa sedih. Alex adalah satu-satunya lelaki yang tidak menganggap dirinya aneh. Satu-satunya lelaki yang tetap gigih mendekatinya. 

Alex dan Ivonne dipertemukan saat Ivonne ditugaskan untuk membantu divisi marketing tahun lalu. Sejak saat itu, perhatian Alex mengalir. Dia rajin mendatangi meja Ivonne. Memberikan setangkai bunga, setangkup roti untuk sarapan, mengajak makan siang, mengajak jalan di akhir minggu, atau hanya sekadar menanyakan kabar.  Alex tidak terganggu dengan kebiasaan-kebiasaan aneh Ivonne. Ivonne bahkan pernah mendengar Alex membelanya saat ada gadis lain yang membeberkan semua ’keanehan’ yang dimilikinya.

Reaksi Ivonne? Dingin. Menutup diri. Menolak. Menarik diri. Ivonne bukannya tidak suka pada Alex. Kalau mau jujur, Ivonne sebenarnya sangat menikmati semua perhatian itu. Dan, justru hal itu yang membuatnya takut. 

Saat dia mulai menikmati semua perhatian itu, dia menarik diri. Tidak mau terlibat lebih jauh lagi. Dia selalu menghindar setiap melihat sosok Alex berangsur mendekat. Dia selalu membiarkan bunga dan setangkup roti tergeletak begitu saja di mejanya.

Alex masih terus mencoba. Tapi kemudian, lima bulan yang lalu, merasa bahwa segala usahanya sia-sia, dia mulai mendekati Sanny, dari bagian marketing lain. Sanny lebih cantik, lebih menarik, lebih hangat, lebih terbuka, dan lebih ’normal’. Kabar terakhir yang terdengar, Alex dan Sanny sudah resmi berpacaran.

Oleh: Irene Tjiunata
                                                                                          cerita selanjutnya >>


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?