Travel
Terpukau Panorama Jiuzhaigou

6 Nov 2015

Sepenggal kalimat yang berbunyi ‘No other water will interest you after your visit to Jiuzhaigou’, membuat saya, Randy Mulyanto, bertanya-tanya mengenai kemegahan Jiuzhaigou Valley National Park. Rasa penasaran saya pun terjawab ketika berkunjung ke taman nasional di Provinsi Sichuan, Tiongkok, itu. Di sana, saya disuguhi pemandangan danau-danau yang memanjakan mata, suara gemercik air yang menenangkan, serta warna-warni tradisi Tibet yang eksotis.






































DANAU BERAGAM WARNA

Untuk berkeliling seantero Jiuzhaigou, saya bersama dua teman memilih untuk naik hop on hop off bus berwarna hijau. Maklumlah, rasanya mustahil untuk berjalan kaki sejauh 98 kilometer demi mengamati seluruh scenic area dalam satu kali kunjungan.
Naik hop on hop off bus terbilang efisien, tinggal menunggu di salah satu perhentian, kami bebas naik bus dan bisa turun di pemberhentian bus mana pun. Jadi, lebih mudah untuk berkunjung ke  tiap bagian dari taman nasional ini. Busnya  mirip bus umum.

Sebagai awal perjalanan, saya naik bus yang mengarah ke Arrow Bamboo Lake. Inilah danau setinggi 2.618 dpl yang menjadi landmark Taman Nasional Jiuzhaigou dan tentunya paling diminati para turis. Dari kejauhan danau ini sudah tampak mengagumkan dengan hamparan air jernih dan perbukitan berlatar langit biru.

Udara musim dingin membuat kami harus mengenakan jaket yang cukup tebal untuk berjalan di sepanjang bibir danau.  Tapi, bagi sebagian turis yang sudah tiba terlebih dahulu, udara dingin tampaknya tak menghalangi mereka untuk berlama-lama di sisi danau. Terutama turis domestik yang sibuk berfoto menggunakan kamera SLR. Jiuzhaigou memang wisata primadona di kalangan pelancong domestik.

Puas bertatapan langsung dengan Arrow Bamboo Lake, perjalanan kami lanjutkan dengan bus menuju Panda Lake. Jalur menuju danau yang konon dinamai Panda Lake karena banyak terdapat binatang Panda di sekitarnya ini, menurun dan cukup berliku. Tak seperti Arrow Bamboo Lake yang airnya mengalir jernih, di Panda Lake kami hanya melihat sungai beku yang lebih cocok untuk ice skating. Tetapi, sebagai pelancong yang datang dari wilayah tropis, pemandangan Panda Lake tidaklah mengecewakan. Hanya sayangnya, selama berada di danau ini saya tidak melihat Panda seekor pun.

Dari Panda Lake, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2,3 kilometer menuju Five-Flower Lake atau Wu Hua Hai, dalam bahasa Mandarin. Danau yang memiliki kedalaman 5 meter dan luas 90.000 meter persegi ini dianggap sebagai wonder of Jiuzhaigou. Pasalnya, air danau yang bening ini memancarkan berbagai macam spektrum warna, mulai dari pale blue, aquamarine, hingga emerald green. Fenomena warna tersebut konon disebabkan oleh konsentrasi mineral.

Kami melanjutkan eksplorasi. Selagi menuju panorama alam berikutnya, saya bertemu dengan beberapa wanita yang mengenakan pakaian tradisional sewaan. Mereka terlihat sibuk berfoto dengan ponselnya. Pakaian sewaan semacam ini merupakan hal umum di Jiuzhaigou. Saya juga menjumpai seorang wanita yang menjual kain dengan aneka motif serta pedagang asongan yang menawarkan aksesori hingga makanan ringan.
Kami pun tiba di telaga sedalam 6,5 m yang memancarkan warna merah terang hingga rona keemasan dari permukaan airnya, Five-Color Pond. Saya dibuat kagum oleh jernihnya air telaga yang membuat Five-Color Pond terlihat sangat transparan. Bahkan, kita bisa dengan mudah melihat batu-batuan yang ada di dasar telaga. Five-Color Pond menjadi tempat favorit saya selama di Jiuzhaigou.

Beberapa danau lain yang menghadirkan pemandangan tak kalah hebat adalah Miror Lake dan Tiger Lake. Miror Lake terletak 2.390 meter dpl dan memiliki panjang 925 meter. Seperti namanya, danau ini memiliki permukaan seperti cermin yang memantulkan langit biru, awan, serta pepohonan di sekitarnya. Sedangkan Tiger Lake yang terletak di Shuzheng Valley, menyuguhkan pemandangan danau berwarna biru tua. Mengamati keindahan danau-danau ini menjadi cara  terbaik untuk mengistirahatkan pikiran.




























HARMONI AIR TERJUN
Selain  danau-danaunya, yang tak boleh dilewatkan dari Jiuzhaigou adalah keindahan air terjunnya. Yang pertama saya kunjungi adalah Pearl Shoal Waterfall. Di sepanjang perjalanan menuju Pearl Shoal Waterfall, saya dimanjakan oleh pemandangan cantik jajaran pohon-pohon pinus dan aliran Sungar Pearl Shoal sepanjang 310 meter.
Terletak 2.433 meter dari permukaan laut, air terjun setinggi 21 meter dan lebar 270 meter ini dikelilingi hamparan pegunungan. Melihatnya, mengingatkan saya pada salah satu adegan dalam film Journey to the West yang terkenal dengan kisah Sun Go Kong, sang manusia kera. Untuk melihat keindahan Pearl Shoal Waterfall dari dekat, saya harus menuruni puluhan anak tangga. Tak terasa letih, karena suguhan pemandangan di sekeliling air terjun ini benar-benar menghibur mata.

Saya kemudian melanjutkan penjelajahan menuju Nuorilang Pabu. Inilah air terjun travertine (batuan kapur alami bersusun yang berpola seperti granit atau marmer) berbasis mineral terbesar di Jiuzhaigou. Air terjun yang terletak di ketinggian 2.365 di atas permukaan laut ini dinobatkan sebagai air terjun dataran tinggi terbesar di Tiongkok. Di sini, percampuran budaya Cina dan Tibet terlihat nyata. Nuorilang bermakna ‘besar dan megah’ dalam bahasa Tibet, sedangkan Pabu berarti ‘air terjun’ dalam bahasa Mandarin. Menyaksikan Nuorilang Pabu di musim dingin, saya seakan menyaksikan keindahan pahatan-pahatan es alam di antara aliran sungai dan suara derasnya air terjun. Benar-benar unik!




CORAK TIBET DI SICHUAN
Nama Jiuzhaigou  terdiri dari tiga kata dalam bahasa Mandarin, yang maknanya ‘sembilan desa Tibet’. Di lokasi inilah pada tahun 1972 ditemukan desa khas Tibet, yang konon   sudah ada sejak abad  11 SM. Saat ini, salah satu desa yang berkembang dan menjadi pusat kunjungan wisata adalah Ze Cha Wa atau dikenal dengan Zechawa Tibetan Village.
Menginjakkan kaki di desa wisata ini, saya langsung dimanjakan oleh arsitektur khas Tibet yang cenderung rumit dan kaya warna. Salah satunya, prayer wheel khas Tibetan Buddhism. Perlengkapan untuk berdoa yang bentuknya seperti tabung melingkar dan dapat berputar ini sebenarnya cukup sering saya temui selama berada di Jiuzhaigou. Inilah bukti perpaduan budaya Tibet di wilayah Sichuan.

Saya pun mulai menjelajahi lebih dalam desa yang ditinggali oleh kurang lebih 110 keluarga ini. Sekilas, tiap sisi desa ini terlihat komersial, karena banyak tempat yang menjual beragam cendera mata. Berjalan menelusuri desa, saya melewati penjual dengan lembaran-lembaran kain di sisi kiri dan aksesori-aksesori kecil di sisi kanan.
Saya berjumpa dengan seorang nenek penjual cendera mata. Saya pun berhasil membawa pulang dua miniatur praying wheel seharga 55 RMB (sekitar Rp110.000). Praying wheel tersebut terbilang unik. Hadapkan praying wheel ke sinar matahari, maka praying wheel akan berputar. 

Di ujung jalan, saya mengamati pengunjung yang ramai mengerumuni salah seorang penjual daging merah, entah itu daging kerbau atau bison. Ada juga turis yang sedang beristirahat menikmati segelas teh mentega yang dicampur susu bison. Saya pun berlalu melewati mereka karena ingin melihat sisi lain desa ini yang kaya nilai arsitekturnya. Mengakhiri perjalanan ini, saya  makin yakin Jiuzhaigou memang  tempat yang memanjakan mata sekaligus memperkaya batin. (f)




























TIP

1.    Menuju Jiuzhaigou, Anda dapat terbang dari Bandara Chengdu menuju Jiuzhai Huanglong Airport. Penerbangan memakan waktu kurang lebih setengah jam. Bus dari Chengdu ke Jiuzhaigou dapat dijadikan opsi dengan waktu perjalanan 8 hingga 10 jam, tergantung kondisi jalan.
2.    Dari Jiuzhai Huanglong Airport, Jiuzhaigou dapat ditempuh kurang lebih tiga jam berkendara dengan mobil sewaan. Anda dapat memesan mobil sewaan setiba di bandara.
3.    Tiket masuk Jiuzhaigou seharga 160 RMB (sekitar Rp320.000) termasuk tiket masuk dengan akses ke seluruh tempat dan hop-off-hop-on bus.
4.    Jiuzhaigou menghadirkan pemandangan berbeda dan menawan  tiap musimnya. Musim semi dan musim gugur adalah peak season di Jiuzhaigou.
5.    Anda disarankan berjalan perlahan di Jiuzhaigou, karena terletak di dataran tinggi yang terbilang ekstrem bagi orang Indonesia. Jiuzhai Huanglong Airport saja terletak di ketinggian 3.500 meter dari permukaan laut. Pernapasan menjadi permasalahan serius bagi yang tidak terbiasa di ketinggian seperti ini.


Randy Mulyanto





 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?