Travel
Terlena Masa Lampau Matsuyama

23 Jan 2015

Aitai kara sayonara wa iwanai yo. “Saya tidak akan mengucapkan selamat tinggal karena saya akan menemuimu lagi,” ucap Rika Akana kepada Kanji Nagao di Stasiun Baishinji di Kota Matsuyama. Penggemar drama serial Jepang di tahun ‘90-an mungkin akan teringat tentang sepenggal adegan klimaks di serial Tokyo Love Story, sebuah drama percintaan anak muda yang tumbuh besar dari Ehime Prefecture. Siapa yang sangka film tersebut akhirnya menjadi gerbang awal bagi saya, Mahwari Sadewa Jalutama, untuk menjelajah ibu kota Ehime Prefecture, Matsuyama.


Di Antara Taman dan Museum
Sebelum mengunjungi Jepang, saya melakukan pencarian untuk mendapat kenalan di Negeri Sakura itu. Situs couchsurfing.org akhirnya mempertemukan saya dengan Ayu, seorang mahasiswi Indonesia yang tengah melanjutkan studi S-2 di sana. Dari profilnya, saya tahu bahwa dia tinggal di Kota Matsuyama, Ehime Prefecture. Hal itu mengingatkan saya tentang daerah asal tokoh Tokyo Love Story.
“Apa yang menarik di Matsuyama?” tanya saya kepada Ayu.
“Kastil dan Onsen tua yang terkenal” jawabnya.
 Entah apa yang ada di otak waktu itu, saya berkata akan mengunjunginya walaupun informasi tentang kota di mana dia tinggal itu masih terbatas.
    Matsuyama adalah kota besar yang tak terlalu padat, walau memegang predikat sebagai kota terbesar di Pulau Shikoku. Jauh dari bayangan  ingar-bingar kota besar yang biasa saya temui. Lanskap perkotaan dengan bukit dan juga laut di bagian barat memberi keunikan tersendiri pada kota ini. Sepeda menjadi moda transportasi utama oleh penduduk setempat.
Yang baru saya ketahui dari Ayu adalah kota ini membagi sampah menjadi 12 jenis dan mempunyai hari pembuangan yang berbeda tiap harinya dan sudah terjadwal. Tak mengherankan, kebersihan kota ini sangat terjaga. Matsuyama juga menyimpan beberapa situs kuno dengan arsitektur menarik yang dengan cepat membuat saya menyukai kota ini.
    Bagi penikmat taman khas Jepang, pasti akan betah berada di Dogo Park. Pagi hari, saya mengunjungi taman yang berada di tengah Kota Matsuyama, yang dipenuhi orang-orang yang sedang berolahraga. Terdapat juga sungai yang menambah keasrian tempat ini.
Apabila sedang musim bunga sakura, dedaunan taman akan berubah menjadi merah muda. Tidak hanya itu, Dogo Park juga menyimpan Yuzuki Castle Ruin yang kini menjadi Yuzuki-jo Museum, yang menyimpan beragam informasi tentang penguasa lawas dari klan Kono yang memerintah Provinsi Iyo di waktu lampau.
    Di samping Dogo Park, terdapat Matsuyama Municipal Shiki Memorial Museum yang merupakan tempat untuk memahami tradisi dan sejarah Matsuyama melalui penulis kenamaan kota ini, Masaoka Shiki. Terdiri dari empat lantai, museum ini memiliki pameran tetap dari surat-surat Shiki, manuskrip, buku-buku dan beragam barang lainnya. Untuk berkunjung ke sini, kita cukup membayar 400 yen saja.
Saya pun mengunjungi Bansuisou Villa.    Jika bisa diibaratkan, Bansuisou adalah mutiara tersembunyi, walaupun letaknya tak jauh dari pusat Kota Matsuyama. Vila besar yang dibangun pada abad ke-19 dengan gaya gotik Prancis ini tersembunyi dengan baik di antara pepohonan dan bukit yang mengepungnya. Saya bahkan nyaris melewatkan bangunan cantik ini. Bansuisou dibangun untuk Sadakoto Hisamatsu, anak dari penguasa klan Matsuyama yang sempat tinggal lama di Prancis sebagai rumah keduanya.
    Sejak tahun 1979, Bansuisou dibuka untuk umum sebagai museum seni dan budaya yang menampilkan beragam karya seperti milik Heihachiro Fukuda. Bansuisou juga menjadi tempat diselenggarakannya beberapa acara seperti konser dan seminar. Jika kita masuk ke bagian dalam, maka akan terasa atmosfer Eropa yang glamor dan elegan dari lampu, furniture, hingga tungku perapian. Tak heran jika tempat ini akhirnya menjadi tempat pemotretan untuk wedding.
Jepang juga terkenal sebagai negara yang amat memperhatikan museum. Museum Saka No Ueno Komo, atau yang berarti clouds over the slope, adalah museum yang terinspirasi dari novel sejarah Jepang yang ditulis oleh Shiba Ryotaro, yang diterbitkan secara berseri dari tahun 1968 hingga 1972. Novel ini menceritakan tentang pertumbuhan Jepang, terutama di Matsuyama saat era Meiji, melalui cerita hidup tiga tokoh utamanya, yaitu Yoshifuru, Saneyuki Akiyama, serta Shiki Masaoka.
    Dibuka pada 28 April 2007, museum yang dibuat oleh arsitek Tadao Ando ini juga memamerkan tiga tokoh utama seperti yang ada di novel Saka No Ue No Kumo. Selain itu, ada pula benda-benda di era Meiji dan   tentang Kota Matsuyama. Tak hanya itu, dari lantai atas kita   bisa melihat Bansuisou dari ketinggian yang tampak seperti rumah boneka.
Tak lengkap rasanya setelah berkeliling kota seharian tanpa acara berbelanja. Tempat yang tepat untuk cuci mata adalah Okkaido. Ada beragam barang bermerek, produk lokal, suvenir oleh-oleh, dan beragam resto yang menawarkan kuliner khas Jepang.
    Selain di Okkaido, kita juga bisa berbelanja di department store Iyotetsu Takashimaya. Yang menarik dari Takashimaya adalah di puncaknya terdapat Ferris Wheel yang terkenal dengan nama Kururin. Pengalaman menaiki Kururin sangatlah menarik. Ketika di atas, saya bisa melihat lanskap Kota Matsuyama dari ketinggian. Terlebih saat malam hari, saat Kururin dan juga kota bermandikan cahaya neon   warna-warni. Siapkan saja 500 yen per orang untuk menaiki Kururin selama 15 menit.


Onsen dan Kastil Tua
    Siapa yang tidak tertarik berkunjung ke tempat yang ada dalam banyak literatur klasik Jepang? Dogo Onsen Honkan dibangun pada tahun 1894. Namanya  makin terdengar karena muncul dalam novel terkenal tahun 1906 berjudul Botchan yang ditulis oleh Natsume Soseki.
Nama besar Onsen ini tentu didukung oleh gaya arsitektur unik yang tampak seperti kastil Jepang dengan sentuhan yang elegan. Maka tak heran, pada tahun 1994 bangunannya dicanangkan sebagai situs budaya oleh pemerintah.
    Begitu melangkahkan kaki masuk ke dalam Dogo Onsen,  ada  dua jenis tempat pemandian. Yang terbesar dan paling populer adalah kami-no-yu atau biasa dikenal dengan water of God.
Kalau hanya untuk mandi, kita cukup membayar 400 yen. Tapi, jika ingin melanjutkan dengan bersantai sambil minum teh dengan menggunakan yukata, maka biayanya menjadi 800 yen. Tempat pemandian yang kedua adalah tama-no-yu atau dikenal dengan water of spirit. Dibanding dengan kami-no-yu, ukurannya lebih kecil dan memang lebih pribadi. Biaya untuk mandi saja,  1.200 yen. Sedangkan  untuk menikmati teh, makanan, dan menggunakan yukata dalam ruangan bertatami khusus, biayanya 1.500 yen.
    Jika tidak berminat mandi dan hanya ingin berendam air panas, kita bisa pergi ke ashi-yu (tempat berendam kaki) yang lokasinya tak jauh dari Dogo Onsen. Di tempat ini, kita tinggal melepaskan sepatu dan kaus kaki untuk bersantai dengan gratis. Di sebelahnya, terdapat Botchan Karakuri Clock yang akan memunculkan tokoh-tokoh utama dari cerita Botchan tiap jamnya, dari pukul 08.00 hingga 22.00. 
Tempat lain yang tak kalah menarik adalah Kastil Matsuyama. Menjulang kokoh di puncak Gunung Katsuyama, kastil ini dapat dengan mudah mencuri perhatian bagi yang baru pertama datang di Matsuyama. Katosama-nosuke Yoshiaki menyelesaikan Kastil Matsuyama pada tahun 1627. Beberapa bagian sempat hancur oleh api dan bom, namun kini sudah kembali direstorasi pada bentuk awalnya yang didominasi oleh konstruksi kayu.
    Untuk berkeliling dan menyusuri kastil ini, kita hanya perlu merogoh kocek sebesar 500 yen. Begitu masuk ke dalam, ada banyak gerbang dengan masing-masing aksen yang khas. Beberapa di antaranya Kakure-mon, Tonashi-mon, Shichiku-mon, Ichi-no-mon, Ni-no-mon, San-ni-mon, dan Shikiri-mon, yang dijadikan sebagai aset budaya Jepang.
Di bagian dalamnya terdapat museum yang memperlihatkan berbagai peninggalan penting penguasa zaman dulu, cerita hingga film dokumenter. Kita juga bisa mencoba menggunakan jubah samurai yang memang disiapkan untuk properti berfoto. Yang menarik, dari puncak kastil, panorama Kota Matsuyama dapat terlihat jelas.
    Dari lokasi kastil, dengan berjalan kaki menuruni gunung, saya sampai di Ninomaru Historical Garden of Matsuyama-Jo. Taman klasik abad pertengahan Jepang ini menyuguhkan beragam tanaman khas Jepang,  juga sistem perairan yang modern. Tempat ini bisa menjadi peristirahatan yang tepat setelah turun dari Kastil Matsuyama. Selain pertunjukan, di sini kita juga bisa mencoba minum teh dengan tata cara Jepang.


Tip:

- Cara termudah untuk menjelajah kota adalah menggunakan sepeda. Ada beberapa tempat peminjaman sepeda, seperti di Okkaido, Kastil Matsuyama, Stasiun Dogo dan Stasiun Kota Matsuyama. Biaya sewanya   300 yen per hari.
- Alternatif menarik untuk berkeliling kota adalah menggunakan kereta Botchan yang lokomotifnya berupa replika buatan Jerman yang beroperasi saat era Meiji di Jepang. Cukup membayar 300 yen sekali jalan untuk orang dewasa.
- Bagi yang malas mendaki menuju Matsuyama-Jo, ada alternatif lain menggunakan ropeway dengan biaya 260 yen untuk satu kali jalan atau 500 yen untuk pulang- pergi.
- Jangan lupa membeli oleh-oleh khas Kota Matsuyama yang terkenal, yaitu Himedaruma.
- Untuk akomodasi yang murah dan terjangkau, bisa menginap di hostel seperti Matsuyama Youth Hostel dan Guest House Matsuyama dengan rata-rata harga per malam sekitar 2.500  yen.(f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?