Celebrity
Susi Pudjiastuti, Bangun Pabrik Ramah Lingkungan

27 Oct 2014

Hajjah Suwuh Lasminah dan Haji Ahmad Karlan (yang wafat pada tahun 2007) tak pernah mimpi muluk seperti Susi Pudjiastuti, putri sulungnya.  Sewaktu sang putri memilih menjadi pedagang asongan bed cover, lalu wira-wiri mencari dan memasok ikan, orang tuanya menganggapnya sebagai hal biasa. “Dia memang harus mandiri,” ucap Bu Suwuh. “Kalau lantas ia berhasil, Gusti Allah meridhai jerih payahnya. Saya, sebagai orang tua, ikut bersyukur. Susi juga harus bersyukur, dengan tetep eling lan waspada….”
   
Ibu dan anak ini memang amat dekat. Di waktu senggangnya di Pangandaran, Susi sering tampak duduk berlama-lama di dekat ibunya, walau keduanya tak terlihat ngobrol. Sang ibu duduk berselonjor di kursi panjang, sementara Susi duduk mencangkung dan merenung di dekatnya, seperti ada yang terus ia pelajari dari sang ibu.
   
Susi amat bersyukur memiliki ibu, yang bukan sekadar orang yang melahirkannya, tetapi juga di mana ia bisa mendapatkan masukan berarti, walau kata-kata yang keluar dari bibir ibunya itu sederhana saja. Satu kalimat sang ibu yang amat membekas di hatinya, ya, itu tadi… ’eling lan waspada’.  Eling atau ingat akan siapa dirinya, dari mana berasal, dan hendak ke mana berjalan. Waspada selalu akan banyak hal sepanjang hidup dilakoni. Pelajaran berharga yang juga diterapkan Susi yang berbisnis dengan hati.
   
Meski kini sudah menjadi pengusaha sukses, Susi tetap  eling pada Pangandaran, kampung kelahirannya. “Kita harus bisa memberi arti dan nilai tambah bagi banyak orang di sini,” ungkap Susi, yang meski sudah menjadi pengusaha kelas internasional tetap menjadikan Pangandaran sebagai homebase semua bisnisnya. Sekadar head office, ia tempatkan di Jakarta. Tetapi, brand office PT ASI Pudjiastuti, yang membawahi beberapa perusahaan, tetap ia tempatkan di rumahnya sendiri di Pangandaran.
   
Terletak cuma beberapa ratus langkah dari garis pantai, rumah Susi bisa jadi merupakan rumah impian yang ideal. Berdiri di atas tanah seluas 6,6 hektare, dengan pagar hutan kecil diselingi pohon-pohon kelapa dan nipah, ada dua buah rumah tinggal dibangun Susi. Rumah pertama terletak di depan jalan raya, Di situ pula Bu Suwuh tinggal. Rumah kedua terletak di belakang, berupa rumah besar dua lantai. Sebagian ruang di lantai bawah dijadikan  kantin, lengkap dengan bar dan puluhan meja-kursi. Susi tinggal di salah satu kamar lebar di lantai atas, yang dilengkapi ruang kerja, ruang meeting, ruang perpustakaan, plus dapur bersih dan kamar tidur beberapa pembantu.    
   
Di rumahnya yang nyaman itu, Susi biasa menghabiskan weekend-nya. Untuk liburan setelah lima hari kerja keras? Idealnya begitu. Tetapi, kenyataannya, Susi tak pernah bisa leyeh-leyeh, walau di halaman rumahnya sendiri. Tiap kali mudik mingguan, jauh sebelum jam ketibaannya, umumnya sudah banyak tamu (dari berbagai kalangan) yang menunggunya di kantin, yang juga berfungsi sebagai ruang tunggu tamu.

“Tak mengapa, karena semua tamu itu teman dan saudara saya,” ucap Susi, menanggapi para tamu yang tak henti-henti menunggunya. Sampai jauh malam biasanya Susi melayani tamu-tamunya satu per satu, ataupun secara berkelompok. Yang juga mesti ia tanggapi adalah para pimpinan unit kerja perusahaannya di Pangandaran, yang ingin memberi laporan mingguan. Alhasil, baru lepas tengah malam Susi bisa menikmati  sentuhan tangan pria pemijat langganannya sejak lebih dari 20 tahun silam, sebelum kemudian meneguk wine dan…  tidur.

Susi mengaku tak pernah berolahraga secara khusus. Menurut Susi, aktivitas hari-harinya sudah cukup menguras keringat untuk mempertahankan tubuh langsingnya. “Saya suka jalan kaki,” ucap menggemar air putih saat bangun tidur dan wine saat hendak tidur ini. Minggu pagi, ketika penulis bertamu ke rumahnya misalnya, ia belum mandi ketika turun dari kamarnya. Bercelana pendek, seperti membiarkan betisnya yang bertato gambar lidah api menjulur-julur itu terlihat, sambil menikmati kue serabi favoritnya, ia memulai hari liburnya   dengan jalan kaki berkeliling halaman rumahnya.

Sejujurnya, aktivitas itu bukan untuk relaks. Karena,  tiap Minggu pagi, ia ‘sidak’ ke unit-unik kerja yang ada di halaman rumahnya. Meninjau dapur dan kantin, membaca jadwal kerja harian para pekerja di halaman rumahnya, atau menengok bengkel pembuatan perahu, dan terakhir masuk pabrik.

Ya, pabrik pengolahan ikan miliknya itu memang dibangun Susi di pekarangan rumahnya. Seafood processing factory yang menempati lahan seluas 3.000 meter persegi itu memiliki sistem pendingin ramah lingkungan karena menggunakan amoniak, bukan freon yang merusak ozon ataupun clorine dan sulfites yang mencemari lingkungan.

Menyadari bahwa sekitar 500 karyawan pabriknya butuh tempat kerja yang nyaman, pabrik itu dibangun mirip mal yang nyaman dan sejuk dengan dinding kaca tembus pandang ataupun keramik. Meski, untuk itu, ia harus menggelontorkan uang lebih banyak. “Berikanlah yang terbaik,” itu prinsip Susi dalam bisnis. Prinsip yang tidak sia-sia. Karena, dengan begitu produknya sukses bersaing, dan bahkan Susi punya goal untuk berekspansi ke pasar Amerika Serikat dan Eropa. (f)



HERYUS SAPUTRO
FOTO: DOK FEMINAGROUP



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?