Sex & Relationship
Suami Belum Siap Jadi Ayah

21 Nov 2012


Setelah menikah selama 6 bulan, Anda positif hamil. Ini meleset dari rencana semula Anda dan suami yang ingin menunda kelahiran anak. Alasannya, suami ingin mengejar posisi karier lebih mapan, dan masih menyelesaikan kuliah S-2. Secara finansial dan psikologis, Anda berdua belum siap dengan kehadiran anak.

Suami tampak gusar. Ia menganggap Anda sengaja merusak rencananya. Sikapnya pun berubah, ia lebih banyak berdiam diri. Bahkan, ia tidak pernah menemani Anda check up ke dokter kandungan. Beberapa kali Anda coba membicarakan masalah ini dengannya, namun ia mengelak dan berkata bahwa kehamilan ini adalah keputusan sepihak. Apa yang harus Anda lakukan?

Menurut psikolog Monty Satiadarma, sang suami memang terkesan belum siap menjadi ayah, tetapi tentu beban kondisi ini tidak bisa ditimpakan kepada si kecil yang jika hadir nanti kurang memperoleh kasih sayang ayah. Selain itu, jika dalam masa kehamilan ibu merasa cemas, kondisi tersebut dapat memengaruhi janin.

Oleh karena itu, langkah terbaik saat ini adalah mengupayakan bantuan tenaga profesional langsung untuk mengatasi kesenjangan psikologis antara kedua calon orang tua yang seyogianya mengintegrasikan kebersamaan guna mempersiapkan diri menyambut kehadiran si kecil.

Sesungguhnya, tidak ada salahnya suami melanjutkan kuliah S-2, sekaligus berperan sebagai ayah. Tidak ada salahnya juga Anda sebagai ibu mempersiapkan kehadiran si kecil, meski hanya sedikit mendapat perhatian suami. Kesalahpahaman satu sama lain dalam kondisi cemas menghadapi tantangan karier dan perubahan status sosial (dari pasangan tanpa anak menjadi ayah dan ibu) terkadang menimbulkan sensitivitas yang berlebihan, sehingga sedikit tantangan menimbulkan kesan tambahan beban tekanan.
Masalah ini sesungguhnya dapat diatasi dengan lebih sederhana melalui sudut pandang yang berbeda. Akan menjadi berkembang, jika masing-masing pihak mendramatisasi suatu tantangan menjadi beban kehidupan. Oleh karena itulah,  Anda berdua sebaiknya memperoleh bantuan tenaga profesional untuk mengatasi masalah ini. 

Sedangkan menurut Psikolog Irma Makarim, tiap pasangan bisa saja merasa tak siap menjadi orang tua. Tetapi, ada saatnya di mana hal ini tak bisa dielakkan seperti kehamilan Anda, yang tidak berjalan sesuai rencana. Dalam menghadapi kondisi yang sulit seperti ini, justru pasangan harus saling mendukung, bukan menyalahkan pasangannya.

Suami Anda  boleh saja mempunyai rencana mengejar kemapanan dalam karier dan meneruskan kuliah untuk memberikan kesejahteraan rumah tangganya. Tetapi, kini kenyataan yang dihadapi tidak  berjalan sesuai rencana. Suami perlu memahami bahwa, walaupun dalam persentase yang sangat minim, pencegahan kehamilan mempunyai tingkat kegagalan juga. Kalau  suami memang serius ingin menunda kehamilan, semestinya sejak awal   ia  juga perlu menggunakan proteksi. Jadi, ini bukan semata-mata kewajiban Anda, tetapi juga suami. Mintalah kepadanya untuk berhenti bersikap kekanak-kanakan dan melepas tanggung jawab  begitu saja.

Ketika suami menolak untuk diajak bicara, maka Anda perlu bersikap dewasa dan mandiri dalam menjaga kehamilan Anda dan mempersiapkan kelahiran bayi ini. Memang menyedihkan. Tetapi, jangan sampai perilaku suami memengaruhi kesehatan fisik dan mental Anda, karena kewajiban Anda lebih besar: menjaga kesehatan bayi dalam kandungan Anda.

Jangan sungkan meminta dukungan orang tua dan sahabat Anda. Kalau suami tetap berkeras menolak kehadiran si kecil, mungkin Anda harus menerima bahwa suami Anda  memang tak layak untuk menjadi ayah bayi Anda. Sekali lagi, kemandirian Anda sangat dibutuhkan untuk menjadi orang tua tunggal.(f)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?