Trending Topic
Sebuah Langkah 'Kecil' Untuk Sesama

1 Aug 2011

Ada satu cerita tersisa dari peristiwa memilukan bom Mega Kuningan, 17 Juli 2009. Salah satu korban tewas adalah Timothy David MacKay, direktur sebuah perusahaan asing. Semasa hidupnya, ia pernah berkata, “Ada tiga siklus dalam kehidupan manusia, yaitu learning, earning, dan returning. Saya telah melewati dua yang pertama, dan kini saya masuk dalam siklus returning.”
    
Hingga di akhir hidupnya, rekan-rekannya baru tahu bahwa selama masa dinasnya di Indonesia, Tim adalah bapak asuh dari 30 anak tidak mampu. Rekan-rekannya lalu menggelar turnamen golf untuk melanjutkan cita-citanya. Ratusan juta rupiah berhasil dihimpun untuk membangun sebuah sekolah dasar di Pangalengan, Jawa Barat, yang hancur akibat gempa. Sejumlah dana juga dihibahkan untuk membangun ruang perpustakaan bagi yayasan anak jalanan.

Siklus serupa juga dialami Veronica Colondam/Vera (39), pendiri Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), yang bergerak di bidang kesehatan, pendidikan, dan kemandirian anak-anak jalanan. Di ulang tahunnya yang ke-26, sebuah pertanyaan besar diajukan kepada dirinya sendiri: How do I want to be remembered?  

Seorang pemuka agama yang hadir di acara ulang tahunnya kala itu berkata, “Kesuksesan hidup bukan diraih ketika kamu masih hidup, tetapi justru ketika orang hanya bisa mengenang keberadaanmu.” Pernyataan itu membuat Vera berpikir, “Saya harus memberi makna dalam hidup saya,” kata Vera,  yang di usianya saat itu, berstatus ibu rumah tangga dengan 2 anak.

Panggilan jiwa yang sama dialami Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan (42). Sejak masih berstatus mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, sampai meraih pascasarjana di Amerika Serikat, ia sering melakukan perjalanan, berinteraksi dan tinggal di daerah atau lingkup budaya lain. Perjalanan itu selalu mengusik batinnya. Pertama, janji mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak diterima merata di penjuru tanah air. Kedua, tinggal dan berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat akan menghasilkan kepemimpinan nyata dan pemahaman empati yang tinggi. Pemikiran ini menjadi salah satu rujukan tumbuhnya ide gerakan Indonesia Mengajar.
    
Ester Jusuf (40) adalah salah seorang board member Solidaritas Nusa Bangsa (Indonesian Homeland Solidarity), institusi yang bergerak di bidang hak asasi manusia, khususnya upaya memberantas diskriminasi ras. Ia terganggu oleh beberapa peristiwa yang terjadi di negerinya ini. Salah satunya adalah penganiayaan seorang mahasiswa hingga tewas dalam kegiatan Menwa (Resimen Mahasiswa), bernama Themanto.

‘Pengalaman spiritual’ seperti yang dialami Vera, Anies, dan Ester, menurut psikolog sosial Prof. Dr. Hamdi Muluk, terjadi ketika orang mendapat insight dalam hidupnya. “Ada suatu kejadian yang membuat orang merenung dan mengatakan, untuk apa saya terus mengejar kebutuhan pribadi? Lebih baik saya menolong orang lain,” jelas Hamdi, yang menyebut perilaku ini sebagai pro sosial.

Tapi, salah satu syarat sifat pro sosial ini dapat tumbuh subur apabila seseorang berada di lingkungan yang tepat. Ketika jika seseorang tinggal di lingkungan budaya yang masyarakatnya sangat dermawan.

Bagaimana seseorang bisa sampai pada siklus spiritual ini? Hamdi mengatakan, dalam ilmu psikologi dikenal konsep altruism, yaitu orang yang hidup untuk orang lain. Contohnya adalah Mother Theresa, yang seluruh hidupnya hanya untuk mengabdi bagi kepentingan kaum papa.

Tapi, konsep ini dianggap terlalu romantis, karena sebenarnya seseorang harus ‘kuat’ terlebih dahulu sebelum ia membantu orang lain. Kuat dalam arti seluruh kebutuhan dasarnya telah terpenuhi, meliputi sandang, pangan, papan, kebutuhan biologis, dan kebutuhan sosial. Terpenuhinya segala kebutuhan ini akan memicu keinginan untuk memenuhi kebutuhan di atas kebutuhan fisik, yaitu spiritual.

Dalam perjalanan hidup, seseorang biasanya  mencari makna dalam hidup (quest for personal meaning). Dalam kasus di atas, makna hidup ditemukan ketika menolong orang, dan itu menimbulkan kepuasan tak ternilai. “Mengubah nasib satu orang, berarti mengubah nasib generasi berikutnya,” kata Vera.

Menurut Hamdi, berbagi kepada sesama memang menjamin seseorang mengalami kebahagiaan. “Teori ini ada dalam setiap agama, karena itu, berbagi bersifat universal. Semua orang harus belajar bersyukur, berhenti mementingkan dirinya sendiri, lalu menolong orang yang membutuhkan,” jelasnya.

Apa yang telah dilakukan Vera, Anies, dan Ester adalah sebuah contoh apa yang disebut  wirausaha sosial (social entrepreneur). Menurut definisi J.G Dees dalam bukunya The Meaning of Social Entrepreneur (1998), mereka adalah orang-orang yang berupaya menciptakan perubahan positif atas persoalan yang menimpa masyarakat. Layaknya wirausaha, mereka ulet dan berani mengambil risiko.
    
Kreativitas adalah hal yang wajib dimiliki seorang wirausaha sosial. Seperti Ester, cita-cita untuk mendorong terciptanya hukum yang baik dan membentuk masyarakat yang pluralis tidak semata-mata dilakukannya lewat jalur persidangan. “Kami juga banyak bergerak di bidang pendidikan untuk perubahan nilai, mulai dari mengajar di sekolah, kampung, membuat teater, komik, film, boneka, dan lain-lain. Tujuannya agar sejak dini anak-anak mengerti pentingnya hidup berdampingan meski dalam perbedaan,” ujarnya, penuh semangat.   (f)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?