Trending Topic
Perdagangan Organ

17 Jul 2012

Tahun 2000, seorang antropolog medis Amerika, Nancy Scheper-Hughes, memulai sebuah penelitian, yang kemudian berlangsung selama hampir satu dekade, terhadap jaringan ‘mafia’ organ yang berbasis di Amerika dan Israel. Ia mewawancarai beberapa ratus pendonor organ dari negara-negara dunia ketiga. 

Kebanyakan dari mereka ditipu atau diancam untuk memberikan organ tubuhnya hingga jatuh sakit dan tak mampu bekerja lagi. Organ-organ tubuh mereka kemudian didistribusikan ke berbagai rumah sakit besar di Amerika dan Eropa, di mana para dokternya mengaku tidak tahu-menahu atau hanya menutup mata terhadap apa yang terjadi pada para pemilik organ tersebut. 

Padahal, melalui United Nation Global Initiative to Fight Human Trafficking (UN GIFT), PBB menetapkan, perdagangan organ adalah tindak kejahatan yang terjadi dalam 3 kategori kasus. Pertama, kasus saat pedagang memaksa atau menipu korban agar memberikan organnya. Kedua, kasus saat korban secara formal maupun informal setuju untuk menjual organ, lalu ditipu atau tidak dibayar untuk organ yang dijual, atau dibayar kurang dari harga yang disepakati. Ketiga, calon korban diperlakukan seperti orang sakit, padahal penyakit itu tidak pernah ada. Setelah itu, organ dikeluarkan tanpa sepengetahuan korban.

Sedangkan di Indonesia, aturan transplantasi organ tubuh tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 64 menyebutkan, transplantasi organ hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang dikomersialkan. Organ dan jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apa pun. Pasal 65 menegaskan, transplantasi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. “Tapi, untuk itu, pelaksanaannya hanya di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu,” kata dr. Nur Rasyid, SpU, seperti yang dikutip oleh detikhealth.com.

Tertulis pula pada Pasal 192, bagi yang melanggar akan dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Namun, tampaknya, hukum pidana yang mengancam tak lebih menakutkan dari rongrongan ekonomi yang dihadapi pelaku. Akhirnya, perdagangan organ sering kali dijadikan jalan pintas untuk mendongkrak pendapatan tanpa memikirkan nasib sang korban yang hidup tanpa organ yang sempurna atau bahkan meninggal.
Lalu, bagaimana jika dengan sukarela ingin mendonorkan organ tubuh? “Memang tak mudah. Tim medis hanya melegalkan pendonor mendonasikan organ tubuhnya secara sukarela, tanpa imbalan apa pun. Itu pun sang calon pendonor harus melewati proses screening medis yang ketat. Dan hingga saat ini, Indonesia memang tidak memiliki sebuah lembaga khusus untuk mempertemukan antara calon pendonor dan penerima organ,” sambung dr. Nur Rasyid.

Maka, saat seorang pasien butuh transplantasi organ, mereka akan mencarinya dari keluarga terdekat. Jika tidak memungkinkan, akan mencari organ yang cocok hingga ke negara lain. Seperti yang terjadi pada Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Tahun 1996, Dahlan menjalani transplantasi hati di Cina untuk menggantikan hatinya yang telah rusak akibat kanker hati. Atau yang dilakukan oleh mendiang Nurcholish Madjid, yang mendapatkan cangkok hati di negara yang sama.

Baru-baru ini, karena terinspirasi mendiang Steve Jobs yang hidup dengan bergantung pada transplantasi hati, Mark Zuckerberg meluncurkan fitur Donor Organ di Facebook. Pengguna dapat menuliskan organ apa yang ingin didonor, lokasi domisili dan keterangan lainnya, seperti golongan darah. Informasi itu bisa dibagikan di timeline.
Sayangnya, fitur ini belum bisa diakses di Indonesia. "Kami berpikir bahwa semua orang benar-benar bisa membantu menyebarkan kesadaran tentang donasi organ dan berpartisipasi di dalamnya. Hal ini berguna untuk membantu menyelesaikan krisis yang terjadi," ujar Mark, seperti yang dikutip dari Kompas.com. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?