Trending Topic
Paling Mahal, Paling Laku

11 Nov 2013


Ketika pergelaran tari Ariah digelar beberapa waktu lalu, selama 2 hari lebih jejaring media sosial ramai dengan status update, check-in dan foto-foto orang berlatar panggung di depan Tugu Monas. Tak sedikit yang menyerukan rasa bangga karena bisa menjadi saksi sejarah dari kemegahan kesenian Indonesia di udara terbuka Jakarta.

Kehebohan ini adalah bagian dari fenomena yang sedang terjadi di ibu kota. Ketika berbagai pergelaran seni kontemporer yang menjamur beberapa tahun belakangan selalu menyedot ribuan penonton. Agaknya masyarakat Jakarta yang haus hiburan kini sudah menganggap pertunjukan seni sebagai bagian dari gaya hidup.

Pertunjukan seni kontemporer atau pop memang bukan hal baru di Jakarta atau Indonesia pada umumnya. Sejak tahun ’90-an, Guruh Soekarno Putra  juga telah konsisten mengadakan  pergelaran musik megah yang menarik banyak penonton. Tapi, selama tahun 2000-an, agenda pertunjukan seni pop terbilang sepi, dengan frekuensi pertunjukan setidaknya hanya sekali dalam setahun.

Lalu, demam pertunjukan seni pop mulai melanda Jakarta tahun 2010. Pada bulan Maret, drama musikal Gita Cinta dengan sutradara Ari Tulang dan pengarah musik Dian HP digelar. Antusiasme penonton yang begitu tinggi kemudian mendorong para produser untuk kembali menggelar kisah cinta SMA dengan sutradara Adjeng MJ, tiga tahun kemudian.

Masih tahun 2010, di bulan November, sutradara Joko Anwar juga menggelar Onrop! Kombinasi antara tema kritik sosial yang menyentil dan media sosial yang sedang panas-panasnya, membuat drama musikal ini menjadi bahan pembicaraan banyak orang. “Enggak kalah dengan Broadway!” begitu kira-kira komentar sebagian penonton, membandingkan kualitas Onrop! dengan teater tersohor di New York itu.
   
Buku dan film Laskar Pelangi yang begitu populer juga dibuatkan versi drama musikalnya pada bulan Desember 2010. Karena pertunjukan selama 3 minggu pertama sold-out, acara ini kembali pentas pertengahan tahun 2011. Lagi-lagi, penonton membanjir. Menanggapi banyaknya permintaan --terutama dari penonton yang tinggal di luar Jakarta--, pertunjukan tentang anak-anak Belitung yang diproduseri Mira Lesmana ini digelar kembali untuk memeriahkan pergantian tahun 2012 di Dufan, Ancol, selama 10 hari.

Minat penonton Indonesia juga tergugah kala mendengar berita tentang Matah Ati yang sukses besar di gedung pertunjukan tersohor Esplanade di Singapura. Tiket pertunjukan tari dan opera Jawa selama dua malam di gedung berkapasitas 2.000 orang itu tak diduga-duga sold-out, bahkan sempat menimbulkan kekecewaan bagi banyak orang yang tak kebagian tiket. Tak heran, ketika Matah Ati ‘mudik’ ke Jakarta pada Mei 2011, pertunjukan yang bercerita tentang wanita pejuang dari trah Mangkunegaran ini harus menambah lagi waktu pementasan di bulan Juni. Alasannya sama, penonton membeludak.

Seperti Onrop!, Matah Ati laris manis berkat ramainya kicauan orang di media sosial. Menurut salah satu publisisnya, Moza Pramita, banyaknya social influencers atau orang-orang berpengaruh di Twitter yang berbicara tentang Matah Ati di Singapura, membuat acara yang ditulis dan disutradarai Atilah Soeryadjaja ini menjadi bahan perbincangan.

“Tahu sendiri, yang ramai dibicarakan di media sosial akhirnya secara viral menjadi sesuatu yang keren. Rasanya jadi enggak gaul kalau ketinggalan nonton. Ketika Matah Ati pentas di Solo, banyak orang Jakarta sengaja datang karena tak ingin melewatkannya,” ungkap Moza, yang kemudian memanfaatkan gaung dan popularitas akun media sosial Matah Ati untuk mempromosikan Ariah.
   
Antusiasme masyarakat juga dilihat Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF), yang sejak tahun 2010 telah membantu menggelar puluhan pertunjukan seni kontemporer di Jakarta, antara lain Jabang Tetuko dan Timun Mas. Program Director BBDF, Renitasari, melihat, terjadi peningkatan penonton yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

“Beberapa kelompok seniman yang tadinya pentas di Graha Bakti Budaya dengan kapasitas 750 orang, tahun berikutnya bisa pentas di Teater Jakarta yang kapasitasnya 1.200 orang. Banyak pertunjukan yang tadinya hanya sehari, terpaksa ditambah menjadi 2-3 hari karena banyaknya permintaan tiket,” tutur Renita.  Itu pun terkadang masih banyak yang tidak kebagian. Renita juga melihat,  makin banyak penonton yang datang dari luar Jakarta.
    
Dalam waktu singkat, bukan hanya jumlah penontonnya bertambah, harga tiket juga melambung. Tiga tahun lalu, tiket pertunjukan umumya masih dalam kisaran puluhan hingga ratusan ribu rupiah, sementara tiket konser penyanyi atau band luar negeri sudah berkali lipat. Kini, beberapa pertunjukan seni juga sudah berani menjual tiket VIP hingga jutaan rupiah. Yang luar biasa, sering kali tiket-tiket yang termahal inilah yang biasanya lebih dulu habis terjual. “Setahun belakangan ini justru lebih sulit menjual habis tiket yang paling murah,” ungkap Renita, heran. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?