Wayang beber adalah wayang yang dilukis pada sebuah media seperti kertas atau kain, yang diceritakan dengan cara dibeber. Satu gulung biasanya terdiri atas 4 adegan. Pada 21 Maret 2012 lalu, wayang beber kembali diperkenalkan dalam Pentas Wayang Beber Pacitan di Bentara Budaya. Sebuah pertunjukan wayang beber tradisi yang dibawakan dalang Rudhi Prasetyo menandai dibukanya pameran Lakon yang berlangsung dari tanggal 22-29 Maret 2012. Membawakan lakon Panji Joko Kembang Kuning, Rudhi menampilkan empat gulungan atau babak yang terdiri atas 16 adegan. Gulungan yang dipertunjukkan tersebut adalah salinan dari gulungan asli yang hingga sekarang masih disimpan Rudhi.
“Pada zaman dulu, wayang beber yang Anda lihat ini setara dengan tontonan digital,” ujar budayawan Taufik Rahzen dalam sambutannya. Pada zaman Kerajaan Jenggala di tahun 1200an, wayang digambar pada daun lontar. Seratus tahun kemudian, wayang mulai digambar pada kertas yang terbuat dari kulit kayu atau yang dalam bahasa Jawa disebut dluang. Namun, seiring perkembangan zaman, lakon/kisah wayang digambar di atas kain mori. Hingga kini pertunjukan wayang beber masih dipentaskan di desa-desa di Pacitan pada kesempatan tertentu seperti ritual ruwatan dan bersih desa. Tidak seperti wayang kulit atau wayang orang, musik pengiring pertunjukan wayang beber cukup sederhana : gong, kenong, gendang, dan rebab.
Belakangan wayang beber berkembang menjadi wayang beber kontemporer, yang dipelopori Wayang Beber Kota di Solo dan Komunitas Wayang Beber Metropolitan di Jakarta. Jika sempat, jangan lupa mampir ke Bentara Budaya untuk menyaksikan pameran Wayang Beber ini. (RIN/FOTO: RIN)