Trending Topic
Menjadi Konsumen Bijak

16 Jan 2015

Kita boleh mengeluh masih kurangnya peran pemerintah dalam hal mengatasi sampah. Tetapi benarnya pemerintah sudah melakukan upaya progresif untuk mengatasi masalah sampah. Terutama dengan mengubah paradigma lama pengelolaan sampah. “Dulu pengelolaan sampah hanya bicara soal ‘kumpul, angkut dan buang’. Sekarang, sampah kita pandang sebagai sesuatu yang berdaya dan bisa menghasilkan keuntungan materi,” ujar Rasio.

Dalam tiga tahun terakhir pemerintah bermitra dengan Switch Asia Program & Komisi Uni Eropa mewujudkan gerakan baru pengendalian sampah melalui program Sustainable Consumption & Production (SCP). Program ini mengajak masyarakat yang adalah para konsumen untuk mengurangi sampah melalui gaya konsumsi yang berkelanjutan.
Jadi, kendali ada di tangan konsumen! Masyarakat sebagai konsumen memiliki kekuatan untuk mengubah pola produksi dari barang konsumsi. Caranya dengan memilih untuk mengonsumsi produk-produk ramah lingkungan yang memerhatikan aspek 3R di dalam proses produksi, pemasaran, hingga pascaproduksinya.

Kekuatan konsumen inilah yang akan menyuburkan iklim usaha menjadi lebih menarik bagi produsen. Sehingga, makin banyak perusahaan terdorong untuk menerapkan proses produksi hingga pascaproduksi yang ramah lingkungan.

Di dunia internasional, praktik ini sudah berkembang pesat. Merek produk kecantikan MAC misalnya, memberikan hadiah lipstick gratis untuk tiap enam wadah kosong yang dikembalikan. Produk kosmetik dan perawatan tubuh LUSH akan mengganti lima wadah kosong yang Anda kembalikan dengan masker wajah gratis!

Di dunia fashion, ada H&M. Brand asal Swedia yang akan mengolah lagi pakaian bekas yang Anda kembalikan menjadi sesuatu yang berguna, dan memastikan tidak ada bahan yang terbuang. Sepatu Nike memiliki program pengembalian sepatu sneakers bekas yang akan dijadikan material untuk pembuatan track lari, lapangan olah raga, dan lantai bermain.

Di Indonesia, belum banyak produsen lokal yang menerapkan sistem ini. Makanya, Agnez senang sekali ketika merek kosmetik asal Inggris, yang biasa dipakainya menggelar program serupa. Pertama kali mencoba di tahun 2012, waktu itu ia mengembalikan puluhan bekas kemasan, kebanyakan berupa botol plastik. “Saya merasa ikut berkontribusi menyelamatkan lingkungan, dan masih dapat bonus hadiah poin untuk anggota,” ungkap beauty blogger itu, senang.

Di luar itu gaya konsumsi melalui konsep sederhana Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) juga bisa dilakukan sejak dari rumah. Sasaran utamanya adalah untuk sebisa mungkin kurangi sampah dari sumbernya! 

“Sebab, sekarang ini kalau membeli barang, orang juga membeli kemasannya. Padahal, kemasan ini begitu sampai di rumah akan dibuang. Dari bungkus saja, sudah banyak sampahnya,” keluh Ed, yang mendampingi pemerintah Indonesia dalam penyusunan kebijakan yang mendukung gaya konsumsi yang berkelanjutan ini. Rumah tangga adalah ujung tombak dalam mengatasi persoalan sampah. Sebab, dari rumahlah budaya konsumsi bisa dibentuk, dari orang tua kepada anak-anaknya. Terutama dalam hal mengurangi sampah.

Mirip dengan Samaria, Gita (30) sejak lama aktif melakukan upaya 3R. Bahkan, sejak 2012 ia mengembangkannya secara serius melalui gerakan komunitas bernama Si Dalang, yang merupakan singkatan dari Kreasi Daur Ulang. Komunitas ini merupakan bagian dari yayasan Tunas Nusa, yang dikelola oleh ibundanya sejak 1996.
“Si Dalang tidak hanya fokus pada kegiatan mendaur ulang. Tapi, lebih kepada rasionalisasi di belakang kegiatan itu. Jadi, lebih kepada konsep 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Dan mengapa seharusnya recycle menjadi opsi terakhir,” jelas Gita yang kini telah memiliki dua pusat binaan, yaitu di Kampung Dadap, Cengkareng, dan di Rawa Semut, Bekasi.

Tidak hanya mengedukasi masyarakat untuk memberdayakan sampah, melalui aktivitasnya Gita juga memberdayakan masyarakat secara sosial dan ekonomi. Di Kampung Dadap, misalnya, ia melatih ibu-ibu untuk mengumpulkan dan membersihkan sampah plastik kemasan hingga menjadi bahan siap olah yang dijual seharga Rp8.000/kilogram.

Sementara itu, di Rawa Semut, Gita bekerja sama dengan Karang Taruna setempat untuk melakukan servis penjemputan sampah kemasan sachet kopi ke warung seminggu sekali untuk dibuat tas, tikar, dan banyak lagi lainnya. “Kami ingin bisa meliputi keseluruhan siklus yang menjelaskan, mengapa ada peraturan yang mewajibkan produsen untuk bertanggung jawab atas produknya dari hulu ke hilir. Sehingga perusahaan itu tahu persis hasil produksinya akan berakhir di mana. Sementara itu, untuk individu kami ingin agar mereka tahu sampah yang mereka hasilkan itu berakhir di mana. Si Dalang menawarkan untuk mempermudah ini semua,” papar Gita.

Naomi Jayalaksana




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?