Fashion Trend
Menilik Sejarah Kebaya Encim

5 Sep 2013


Tahukah Anda bahwa kebaya nyonya, atau yang selama ini dikenal sebagai kebaya encim, sudah melalui proses panjang sampai bisa menjadi salah satu dari kekayaan budaya Indonesia? Ini saatnya Anda menemukan kembali kecintaan pada budaya Indonesia dengan mengetahui kisah kebaya hasil percampuran beberapa budaya ini.

Menilik Sejarah

Meskipun kebaya sudah ada sejak pertama kali tercatat oleh Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1817, yang juga menulis buku History of Java, kebaya telah mengalami akulturasi dengan berbagai budaya yang masuk. Salah satunya, perpaduan dengan budaya Tionghoa yang akhirnya menghasilkan kebaya encim. Kala itu gelombang imigrasi penduduk Tionghoa ke tanah air meningkat dipicu oleh aktifnya perdagangan di segala bidang dari abad ke-15.

Uniknya, para imigran Tionghoa yang datang ke Asia Tenggara (termasuk Indonesia) tidak membawa istri. Untuk mengobati kerinduan dan kebutuhannya, kebanyakan pria Tionghoa ini memperistri wanita dari penduduk pribumi setempat yang kala itu menggunakan kebaya sebagai busana sehari-hari. Wanita yang menikah dengan pria Tionghoa tersebut sering kali disebut ‘Nyai’.

 “Namun, meski menikah dengan pria Tionghoa totok, para nyai ternyata tetap menggunakan kebaya sebagai busana sehari-hari. Bedanya, kebaya yang dikenakan setelah menikah memiliki bahan yang lebih halus dan mahal serta model yang merupakan perpaduan dari 2 budaya. Anak-anak perempuan yang lahir dari perpaduan budaya ini otomatis akan lebih kenal dengan kebaya yang dikenakan oleh ibunya. Bahkan, ketika wanita keturunan ini menikah dengan sesama Tionghoa (baik peranakan atau totok) mereka tetap menggunakan kebaya (seperti kebaya ibunya) dalam busana sehari-hari,” jelas Eddy Prabowo Witanto, dosen Jurusan Bahasa Indonesia di Beijing Foreign Studies University.

Seiring dengan perkembangan dan makin banyaknya pendatang serta pedagang dari Portugis serta Malaka, kebaya itu pun menjadi  makin ‘kaya’ dengan percampuran budaya dari dua daerah tersebut. Hal ini terlihat dari beberapa variasi dalam pemilihan bahan yang lebih ringan dan model yang lebih simpel sesuai  iklim tropis Indonesia. Tak mengherankan,  kebaya ini pun kemudian populer dan digemari oleh wanita peranakan Indo-Cina yang awalnya bermukim di pesisir Jawa, termasuk Jakarta (kala itu Batavia), kota-kota daerah pesisir, seperti Semarang, Lasem, Tuban, Surabaya, Pekalongan, dan Cirebon sejak akhir abad ke-19. Dari sini kemudian menyebar ke daerah Sumatra, Kalimantan, dan Bali dengan  penyesuaian motif dan corak.

MIRA MONIKA





 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?