Trending Topic
Komplain Sehat di Sosial Media

21 Aug 2012

Hindari jadi konsumen yang pasrah. Suarhatini Hadad, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menegaskan tentang pentingnya konsumen mengadukan cacat produk, makanan yang kadaluarsa, hingga layanan yang kurang memuaskan yang diterima dari pelaku usaha. Namun, yang harus diingat, komplain boleh, tapi jangan sembarangan. Salah-salah, komplain Anda justru bisa jadi bomerang. 

Jenny Larawati (32) ibu rumah tangga, pernah mengadu ke customer service salah satu perusahaan susu UHT terkenal. “Oktober 2011, saya membeli susu UHT kemasan kotak rasa coklat di sebuah supermarket. Ketika sampai di rumah, langsung saya letakkan di kulkas.  Malamnya, anak saya Marcio (3,5) meminum susu tersebut. Namun anehnya, setelah meminum sedikit, Cio tidak mau minum lagi. Tidak biasanya dia seperti itu. Karena curiga, saya pun mencobanya dan ternyata rasa susu itu sangat asam,” cerita Jenny. 

Sebagai ibu yang sangat peduli pada konsumsi makanan anaknya, Jenny yakin benar kalau ia sudah terlebih dahulu mengecek tanggal kadaluarsa sebelum membayarnya di kasir. Benar saja, saat dicek kembali, tanggal kadaluarsanya ternyata masih lama, Juli 2012. Bahkan, kode produksinya masih baru.  

“Malam itu, susu asam tersebut saya simpan kembali di kulkas, sebagai bukti. Keesokan harinya, baru saya kmenelepon nomor customer service yang tertera di kemasan kotak susu itu,” ungkap Jenny. 

Awalnya, saluran telepon customer service tersebut susah masuk. Sore hari, baru bisa terhubung. Customer service lalu mencatat detailnya dan berjanji akan menyelesaikan keluhan secepatnya. 

“Keesokkan harinya, pihak perusahaan mendatangi rumah saya untuk meminta maaf dan mengganti susu tersebut dengan 10 kotak susu yang baru. Mereka juga meminta bukti susu yang asam untuk diteliti apa penyebabnya,” kata Jenny. 

Jenny mengaku cukup puas dengan gerak cepat yang dilakukan perusahaan susu tersebut saat menanggapi keluhannya. “Selesai diteliti, mereka lalu mengirimkan surat permintaan maaf dan menjelaskan penyebabnya. Alasannya, karena ada kebocoran halus di kemasan, sehingga ada kontaminasi bakteri,” kata Jenny yang mengaku tidak jera dan tidak ingin pindah ke lain ‘UHT’. 

Jenny memang beruntung, perusahaan yang di’komplain’ berhati besar dan mengakui kesalahannya. Namun perlu diakui pula bahwa beberapa pelaku usaha masih tidak terima saat dikomplain pelanggannya. Padahal, adanya keluhan bisa menjadi alat untuk meningkatkan layanannya. 

Itulah yang terjadi dengan Sherlytha Devi (27). “Saya menegur seorang petugas penjaga pintu sebuah halte bus transit yang memarahi seorang lansia karena tidak cepat-cepat naik ke atas bus. Eh, petugas itu malah ganti mendamprat dan memaki-maki saya dengan kasar. Sebagai petugas sudah kewajiban dia untuk membantu, kok malah marah-marah,” ungkap Devi. 

Tidak terima, Devi pun mengirimkan sms ke nomor pengaduan yang tertera di dalam bus tersebut. Tidak ada respon apapun. Penasaran, keesokan harinya Devi mencoba menelepon ke nomor pengaduan tersebut. Seharian mencoba, akhirnya telepon itu pun tersambung. 

Devi langsung menyampaikan keluhannya, dan memberikan nama dan nomor induk karyawan si petugas yang sempat ia catat. “Tapi, sepertinya keluhan saya tak tertanggapi tuh. Sampai sekarang, saya masih melihat petugas itu ‘berlagak’ di dalam halte bus tersebut,” kata Devi, kesal. 

Sebagai ungkapan kekecewaannya, Devi jadi tidak segan-segan komplain di Twitter tentang buruknya layanan bus yang ia terima. “Karena lewat jalur resmi tidak ada tindak lanjutnya, ya saya hanya berharap di Twitter bakalan ada orang-orang senasib yang ikut mengeluhkan pelayanan buruk itu,” kata Devi.  (f)

foto: dok corbis



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?