Celebrity
Kamsinah Bolen Dicerahkan teknologi

1 Jul 2015

Kelelahan teramat sangat dirasakan Kamsinah Bolen begitu tiba di Lima, Peru. Selama dua hari ia menyeberangi benua, dari desanya di Redontena, Kecamatan Kelubagolit, Kepulauan Adonara,  Kabupaten Flores Timur, sampai ke Kota Lima di Peru. Ia menempuh perjalanan darat berliku di bawah panas matahari, menyeberangi laut dengan kapal, naik bus, hingga terbang dengan pesawat melintasi perbedaan waktu, sebelum akhirnya tiba di belahan selatan Benua Amerika itu. 

Namun, kelelahan ini tak sebanding dengan kebanggaannya menjadi wakil aktivis program Ibu Inspirasi untuk menerima penghargaan Momentum for Change Lighthouse Activity dari United Nations Framework Conference on Climate Change (UNFCCC). Bersama 300 wanita aktivis Ibu Inspirasi lainnya di seluruh Indonesia, ia membawa teknologi tepat guna ke pelosok Flores untuk memberdayakan wanita pedesaan dan menggerakkan perekonomian lokal.
 
Dicerahkan Teknologi


“Saat lampu mati, jam belajar anak-anak terganggu. Waktu menenun juga berkurang. Bisa menggantinya dengan lilin atau lentera, tapi mendatangkan bahaya kebakaran. Rumah di Adonara ini banyak yang terbuat dari kayu. Api bisa membakarnya dengan cepat,  padahal banyak keluarga di sini dihuni pasangan lanjut usia, karena ditinggal anak-anak mereka merantau. Seram, ‘kan?” cerita Bolen tentang kondisi di desanya.

    Tidak hanya absennya penerangan atau listrik, warga juga dihadapkan pada kesulitan air bersih. Ia bercerita bahwa para wanita harus mencari sumber air bersih di tempat yang jauh. Padahal, di saat yang sama mereka harus mengasuh anak, memasak, dan menjalankan roda ekonomi keluarga dengan menenun atau ke ladang.

Kekhasan wilayah Indonesia Timur yang didominasi oleh padang sabana, akan menjadi kering dan kurang bisa menyimpan air di musim kemarau. Tanah yang ada pun banyak yang mengandung kapur, sehingga tak semua air bisa diminum. Giliran hujan lebat datang, sumber listrik yang ikut terimbas. Angin kencang menumbangkan pepohonan dan menimpa serta merusak bentangan kawat listrik.

“Jadi, bukan cerita luar biasa jika seorang istri di daerah saya itu harus perkasa dalam segala hal. Impitan ekonomi membuat suami merantau. Masalahnya, uang belum tentu dikirim, bahkan tak jarang keluarganya seperti dilupakan. Mau tak mau istri harus jungkir balik melakukan segala hal untuk menghidupi keluarga,” ujar Kamsinah, prihatin.

Terketuk oleh kenyataan pahit ini, Kamsinah memutar otak mencari cara untuk melepaskan kaum wanita, khususnya wanita kepala keluarga tunggal (menjanda), dari beban dan segala keterbatasan. Keterlibatannya sebagai salah satu anggota LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) sejak tahun 2002 membuka jalan bagi misinya ini.
Jalan ini kian melebar ketika di tahun 2011, melalui program Ibu Inspirasi, Kopernik mengajak PEKKA bekerja sama. Kopernik merupakan organisasi sosial yang didirikan oleh dua mantan staf di markas besar PBB, Ewa Wojowska dan Toshi Nakamura, yang fokus pada pengentasan kemiskinan melalui penerapan teknologi tepat guna di desa-desa tertinggal.

Melalui program Ibu Inspirasi, Kamsinah yang disebut sebagai agen teknologi, memperkenalkan berbagai teknologi sederhana ramah lingkungan. Melihat kesulitan di daerahnya, Kamsinah memilih teknologi penyaring air, lampu tenaga surya, dan kompor biomas.

Namun, tidak mudah mengenalkan teknologi di daerah terpencil. Ia harus bisa membumikan istilah-istilah teknologi agar bisa dimengerti oleh penduduk yang kebanyakan masih buta huruf. Ditambah lagi, teknologi tepat guna dari Kopernik itu memang tidak diberikan secara gratis. Penduduk harus mengganti sejumlah uang untuk kelangsungan proses produksi dan distribusi, agar alat tersebut menjangkau ke pelosok.

“Tapi para ibu ini bisa membayar dengan cara mencicil hingga setahun. Cukup murah, bahkan ke depannya bisa membantu keuangan keluarga. Sebab, banyak yang bisa dihemat dengan teknologi itu,” ujar wanita yang tak segan mendatangi  berbagai pelosok Flores untuk mengenalkan teknologi tepat guna ini.

Dengan menggunakan alat-alat rumah tangga berbasis teknologi ramah lingkungan ini, mereka bisa memakai waktu yang tadinya hilang untuk mencari kayu bakar untuk menenun dan menambah penghasilan keluarga. Ketika lampu mati di malam hari, rumah tetap benderang oleh penerangan lampu dari energi sinar matahari. “Kalaupun listrik tidak terganggu, lampu ini tetap bisa dipakai untuk menghemat ongkos listrik dari PLN. Sebab, untuk mengisi baterai cukup memakai energi anugerah Tuhan, matahari yang gratis!” ungkap Kamsinah, senang.(f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?