Di layar televisi, kita pasti pernah melihat tayangan investigasi tentang pengolahan makanan yang tidak benar. Ada yang memasak dengan menggunakan plastik, air kotor, bangkai, bahan pengawet, serta adanya rumor menyeramkan lainnya. Bukan lagi namanya rumor, jika instansi berwenang seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis data surveinya. Survei yang dilakukan dalam kurun waktu tahun 2008-2013, melibatkan 108.000 responden pada 4.500 SD dan madrasah ibtidaiyah (MI) di 18 provinsi, menunjukkan, 40% jajanan anak tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan berbahaya. Fakta telah berbicara.
Di tahun 1980-an, kita sudah mengenal aneka jajanan. Dengan uang saku Rp100, pada masa itu banyak yang bisa dibeli. Banyak jajanan favorit yang bisa ditemui sekarang sudah ada sejak 20-an tahun silam, seperti snack-snack kemasan pabrikan, es lilin, gulali, jeli, dan lainnya. Dekade berganti, jajanan favorit tetap ada (mungkin hanya berubah kemasan atau merek), dan makin banyak ragamnya. Mereka yang dulu usia sekolah dasar, kini sudah menjadi para orang tua yang anaknya duduk di bangku sekolah.
Dari survei yang dilakukan femina terhadap 182 responden, sebanyak 86% mengaku memberikan uang jajan kepada anak. Tentu tak ada yang salah dengan itu. Terlebih lagi, beberapa sekolah sekarang menerapkan jam belajar hingga sore hari. Lagi pula, memberi uang jajan juga bagian dari proses belajar anak: mengelola uang dan melakukan transaksi.
Namun, sebelum membebaskan anak jajan, mari kita lihat data BPOM, yang patut membuat prihatin. Ternyata, makanan berbahaya mengancam sekolah-sekolah. Kepala BPOM, Dr. Ir. Roy Alexander Sparringa, M.App. SC, berpendapat, jajanan anak sekolah harus menjadi salah satu perhatian pemerintah. “Kenapa dari tahun ke tahun bukannya membaik malah makin memprihatinkan? Keamanan pangan yang dilanggar itu antara lain penyalahgunaan bahan berbahaya, formalin, boraks, bahan tambahan pangan (BTP) berlebih, dan pemanis buatan,” ujarnya, prihatin.
Roy menggarisbawahi, ada 4 kelompok makanan yang perlu diwaspadai, yakni minuman es, sirop berwarna, jelly-jelly-an, dan bakso. “Keempat jenis makanan ini berkontribusi 80% sebagai makanan yang tidak memenuhi syarat,” ujar Roy.
Beberapa kandungan zat berbahaya yang terdapat dalam jajanan di sekolah-sekolah tadi antara lain formalin, pewarna kuning metanil (methanol yellow), pewarna kuning auramin, pewarna merah rhodamin B, pewarna merah amaranth, boraks, asam borat, dan paraformaldehid. Angka yang ditemukan pada jenis makanan yang disurvei itu jauh di atas ambang batas yang ditentukan.
Pada es, bahan baku pembuatan es balok banyak yang tidak memenuhi standar kebersihan. Airnya berasal dari air mentah atau air yang bukan untuk dikonsumsi. Lalu, untuk sirop berwarna, warna-warna yang mencolok itu berasal dari penggunaan pewarna tekstil. Belum lagi, rasa manisnya, berasal dari pemanis buatan dalam jumlah yang banyak. Hal yang sama ditemukan pada jelly-jelly-an. Adapun, pada bakso, kita juga sudah sering mendengar tentang campuran boraks dan formalin. Keduanya adalah bahan pengawet yang sering digunakan dalam industri kayu. (f)