Tuti menjelaskan bahwa pelatihan pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu pelatihan hard skill dan soft skill. Bentuk pelatihan hard skill yaitu pelatihan-pelatihan terkait langsung dengan pekerjaan karyawan. Misalnya saja, untuk bagian keuangan diberikan pelatihan cara menghitung biaya, bagian penjualan diberikan pelatihan selling skill, teknik presentasi, dan sebagainya. “Hard skill penting diberikan agar orang bisa bekerja. Makanya, biasanya, pelatihan hard skill diberikan kepada karyawan di tingkat pelaksana,” jelas Tuti,
Apabila hard skill lebih banyak mengulas tentang teknis pengerjaan, maka soft skill berhubungan dengan pengembangan sikap dan karakter diri atau kemampuan mengelola manusia, misalnya saja managerial skill, communication skill, leadership, networking, atau personal development. “Pelatihan semacam ini biasa diberikan untuk tingkat supervisor ke atas untuk membantu pimpinan mengatur anak buahnya,” jelas Tuti.
Walau demikian, Tuti menekankan bahwa setiap pekerja di tingkat manapun sebetulnya membutuhkan gabungan pelatihan hard skill maupun soft skill. “Pekerjaan yang tidak membutuhkan soft skill hanyalah pekerjaan buruh,” tutur Tuti. Menurutnya, hard skill membuat orang sekadar bisa bekerja. Sedangkan soft skill akan memoles orang tersebut untuk bisa menampilkan hasil pekerjaannya secara excellent.
Misalnya saja, untuk seorang yang bekerja di bidang keuangan, apabila ia menguasai teknik presentasi dan seni berkomunikasi yang baik, maka ia bisa memberikan ‘warna’ yang lain ketika melaporkan hasil pekerjaannya, jika laporan tersebut disampaikan dengan penuturan yang jelas dan dibalut oleh presentasi yang menarik.
“Bisa jadi beberapa orang mengerjakan satu pekerjaan yang sama dengan hasil yang sama juga. Tapi yang membuat salah satu dari mereka lebih menonjol dari yang lain adalah kemampuan penguasaan soft skill yang tinggi, yaitu mereka yang menguasai dengan baik seni berkomunikasi, menjalin relasi, leadership, dan sebagainya,” terang Tuti. “Biasanya orang-orang yang memiliki soft skill tinggi inilah yang akan lebih cepat melesat kariernya dan menjadi pemimpin di kelompoknya,” tambahnya.
Melihat pentingnya peran soft skill dalam dunia kerja, maka, idealnya, baik soft skill maupun hard skill, memang harus diberikan di tingkat pemimpin ataupun pekerja walaupun dengan komposisi yang berbeda. “Bentuknya seperti piramida. Soft skill diberikan lebih banyak ketimbang hard skill untuk para pemimpin dan sebaliknya untuk tingkat pekerja,” jelas Tuti. Menurutnya, hal ini disebabkan karena pemimpin sudah tidak banyak lagi mengerjakan hal-hal teknis dan dianggap telah menguasai teknis pekerjaan tersebut. (f)