Tak ada buah sekontroversial durian, karena raja dari segala buah ini dicinta sekaligus dibenci. Banyak orang muak pada aromanya. Tak mengherankan bila banyak hotel atau jasa transportasi mengumumkan: “No Entry Durians” ataupun “No Durians Allowed”!
Masyarakat Gayo di Provinsi Aceh menyebutnya duren, sama seperti lidah orang Betawi dan orang Jawa menyebutnya. Sementara, di Manado di Sulawesi Utara disebut duriang, di Toraja disebut duliang, di Ambon dan Kepulauan Maluku disebut doriang, dan rulen kata masyarakat bagian timur Pulau Seram, Provinsi Maluku. Hanya masyarakat Sunda dan Banten, yang menyebutnya kadu. Tak heran bila di Banten ada banyak kampung penghasil durian yang diimbuhi kata ‘kadu’, semisal Kaduketug, Kadujangkung, Kaduketer (Baduy), dan Kaduseklok (Tangerang).
Sebagaimana orang Manado, secara umum di Kalimantan durian dikenal dengan sebutan duriang ataupun doreng, sementara untuk durian liar (yang bukan Durio ziberthinus) dikenal dengan berbagai sebutan, sesuai jenis dan nama lokalnya. Satu yang paling populer dan dijual umum di pasaran adalah lai yang juga kerap disebut sebagai durian kuning.
Lai dan Lahung
Indonesia beruntung menjadi negeri dengan jumlah keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, yang banyak di antaranya merupakan hayati endemik. Di Indonesia, durian dan variannya tak cuma dari spesies Durio zibethinus, tapi juga terdiri dari sekitar 30 spesies Durio lainnya, dengan variannya masing-masing, yang sebagian masih tumbuh di alam liar.
Para ilmuwan mengidentifikasi lai sebagai Durio kutejensis. Kata kutejensis mengacu pada nama Kutai, kawasan di mana spesies jenis ini pertama teridentifikasi. Persisnya di Muara Lawa, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Masyarakat lokal sendiri ada yang menyebut lai sebagai durian nyekak, pulu, ruas, sekawi, tinggang, dan lain-lain.
Lai umumnya berkulit kuning terang (karenanya kerap disebut durian kuning), bentuk dan struktur isinya nyaris tak beda dengan durian (Durio ziberthinus) yang juga banyak berkulit kuning. Bahkan, arilus atau daging buah lai juga tak kalah lezat dengan durian biasa, hingga awam sering tak bisa membedakan mana durian biasa, mana durian lai.
Salah satu jenis lai populer adalah durian pekawai, yang isinya tidak berwarna kuning terang (sebagaimana umumnya isi buah lai). Daging pekawai merah kecokelatan hingga merah tua. Karena ini, pekawai sering disangka durian merah, nama yang sebenarnya lebih pas untuk menyebut lahung.
Lahung (Durio dulcis) disebut durian merah karena kulit dan duri-duri buahnya yang memang berwarna merah kusam. Aroma buahnya yang masak lebih menyengat ketimbang aroma buah lai ataupun durian biasa. Sementara, daging buahnya berwarna sama seperti umumnya durian biasa atau lai, yakni putih kekuning-kuningan ataupun kuning terang.
Masih banyak jenis durian liar di Kalimantan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Misal, kerantungan (Durio oxleyanus), dan kekura atau durian kura-kura (Durio graveolens) yang unik karena buah-buahnya muncul bergerombol cuma di bagian bawah batang pohon. Tak heran bila di masa menjelang panen, pemilik pohon kekura biasa membuatkan semacam sangkar atau kurungan anyaman kawat/bambu yang mengitari pangkal batang berisi buah-buah, agar tak diusik hewan penikmat durian.
Kultivar Unggul
Ada banyak durian (Durio zibethinus) kultivar unggul Indonesia yang populer di masyarakat, seperti citokong dari Bogor, gapu dan kelud dari Puncu, Kediri, hepe yang bijinya kempes dengan dagingnya yang tebal, ligit dari Kutai Kertanegara, mawar dari Long Kutai, ripto dari Trenggalek, salisun dari Nunukan, selat dari Jaluko Muarojambi, sememang dari Banjarnegara, tong badaye dari Lombok, bentara dari Kerkap (Bengkulu Utara), bido wonosalam dari Jombang, Perwira dari Simapeul (Majalengka), petruk dari Randusari (Jepara), soya dari Ambon, sukun yang (seperti hepe) bijinya kempes dengan daging tebal, dari Pekalongan, sunan dari Boyolali, kucing titun dari Sumatra Utara, ketan dari Bedugul, Bali (yang isi tiap tangkup cuma satu atau dua biji), dan durian soekarno dari Bengkulu.
Di luar kultivar populer di atas, Indonesia tercatat memiliki 20 spesies anggota Durio (dari hampir 30-an jenis), dan sembilan di antaranya dapat dimakan. Tersebar di pedalaman Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan kawasan lain Indonesia, memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Ragam durian itu umumnya diberi nama sesuai lokasi geografis, seperti durian Cigudeg dan durian Parung (Bogor), durian Baduy, durian Palembang, durian Seulawah (Aceh), durian Toba (Sumatra Utara), durian Lampung, durian Jepara, durian Padang, durian Ambon, dan lainnya.