Food Trend
Dari Boston Ke Batavia

21 Nov 2014


Anda yang dari  generasi 1960-1980-an  pasti masih ingat  kenangan seru masa kecil saat membeli dan mencicipi aneka es di pinggir jalan. Bagaimana segarnya saat es mambo, es lilin, es goyang, hingga es puter meluncur ke kerongkongan. Terlebih saat panas menyengat! Tapi, tahukah Anda bahwa semua hidangan es itu terbilang produk baru di  peta  kuliner Nusantara? 

Sejalan dengan  Revolusi Industri di Eropa tahun 1830-an, orang Inggris berhasil menemukan senyawa amoniak untuk membekukan air menjadi es. Air yang akan dibekukan  ditaruh dalam kotak  seng  yang dimasukkan ke dalam wadah lebih besar berisi brine atau larutan garam (air garam  mempunyai titik beku yang jauh lebih rendah dari air). Ketika cairan  amoniak dalam refrigerator (alat pendingin) diubah menjadi uap amoniak melalui  pemanasan dengan listrik, dan dialirkan melalui pipa ke dalam larutan garam, suhu larutan garam pun akan turun. Air dalam kotak seng akan membeku ketika suhu brine mencapai titik beku, sementara larutan garam tetap cair. 

Sepuluh tahun setelah prosedur pembuatan es dengan amoniak dikenal, jajaran pabrik es pun berdiri di kota-kota besar di Eropa. Dari sana, industri es balok menyeberang dan berkembang di Amerika Serikat, salah satunya di Boston, pada Juli 1846. Maka, sebuah kapal uap pun berlayar dari Boston melewati Hong Kong dan Singapura,  lalu berlabuh  di Sunda Kalapa, pada 16 November 1846. 

Dari palka kapal itu, para kuli pelabuhan menurunkan ratusan es balok. Menurut cerita para kuli, balok-balok es dilumuri serbuk kayu gergajian, lalu dibungkus karung goni agar tak mudah leleh sepanjang perjalanan. Sejak itu, es batu masuk dalam kuliner Indonesia. Es balok satu kapal yang bersandar di Sunda Kalapa itu  ludes terjual hanya dalam tempo 75 hari, atau pada 6 Februari 1847. 

Menurut catatan Jakarta.go.id, penjualan es itu sempat diiklankan dalam surat kabar, dikaitkan dengan perayaan malam Natal pada Kamis, 24 Desember 1846.  Sambil mendengarkan lagu-lagu rohani di ruang Salon des Glaces di Hotel de Provence, orang dapat menikmati rasa minuman es yang lain dari yang lain. Ini juga menjadi bukti bahwa es merupakan lambang kenyamanan bagi orang kaya tempo doeloe dan hanya bisa dinikmati di tempat bergengsi tertentu, salah satunya di hotel.
          
Hari-hari berikutnya, kapal-kapal pengangkut es batu Amerika kian rajin mampir ke Batavia. Sebagai produk impor, es batu masuk kategori barang mewah, menumbuhkan rasa bangga bagi mereka yang mampu membelinya. Minum air dingin jadi kebiasaan kaum elite di Betawi dan kota-kota lain di Hindia Belanda(f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?