Food Trend
Cara Seru Kembalikan Cinta

31 Oct 2014


Tergerusnya kepekaan kita terhadap rasa masakan Indonesia dipicu oleh hal-hal yang sebenarnya mendasar. Lahirnya generasi muda yang kurang mengenal rasa khas Indonesia, karena minimnya waktu untuk menemani sang ibu masak di dapur. Tak terjamahnya pasar --tempat yang menjual warna rasa lokal-- karena waktu berbelanja yang hanya bisa dilakukan sore hari di supermarket.
    Salah satu perkumpulan yang rajin mengembalikan cinta publik ke masakan lokal adalah ACMI (Aku Cinta Masakan Indonesia). Blusukan ke dalam pasar dan potluck dilakukan bergantian, sebulan sekali. Gerakan yang mendenyutkan tren ‘berwisata’ ke pasar tradisional di kalangan urban Jakarta. Sosialisasi melalui platform media sosial juga tepat menyasar  anak-anak muda yang selama ini hanya mau memberikan label ‘keren’ pada makanan Barat.
   
Keprihatinan pendiri, William Wongso dan Santhi Sherad, terutama terletak pada miskinnya porsi media terhadap kuliner lokal. Kalaupun ada, upaya dalam mencari resep dan memublikasikannya perlu didukung sebuah gerakan di lapangan agar tak kehilangan kontinuitasnya.
   
Pada Oktober 2012, pendiri memperkenalkan ACMI di sebuah acara kumpul-kumpul informal. Tamu yang menunjukkan ketertarikan khusus lantas diajak sebagai relawan. “Bagai oase bagi pengurus setelah sekian lama bergerak solo dalam menyuarakan misi,” ungkap Ade Putri Paramadita, pengurus ACMI bagian public relations.
   
Dominasi pengurus dari kalangan ekonomi kreatif membuat ACMI tampil dalam napas modern. Antara lain, Janoe Ariyanto, jagoan strategi di biro iklan, Rahung Nasution yang paham videografi, hingga Nita Triyana, seorang produser. William dan Santhi juga peminat fotografi, sehingga bahan pangan, masakan, hingga kehidupan masyarakat yang ditemui dalam momen langka, dibidik dengan seni. Untuk kepentingan berdiplomasi kuliner dan pengadaan jamuan, Budi Lee, Suherman Ade, dan Putri Mumpuni adalah jagoan dapur yang kerap diboyong William ke berbagai negara di dunia.
   
“Keragaman profesi inilah yang membuat kami melihat makanan dari sudut pandang berbeda. Bayangkan jika semuanya tersusun atas koki. Perhatian bisa jadi hanya berkutat pada masak-memasak,” sambung Ade. Persiapan untuk blusukan ke pasar meliputi penentuan titik-titik unik sebagai highlight jalan-jalan. Tak ketinggalan membereskan perizinan karena blusukan melibatkan rombongan berkamera. Eksekusinya di akhir pekan mengharuskan peserta bangun pagi agar tak kelewatan serunya suasana pasar, sebuah tempat berharga untuk membaca gaya hidup, ekonomi, dan rasa asli yang dimiliki daerah tertentu.   
   
Ekspresi kagum dari peserta saat bertemu terubuk, kecombrang, dan jeruk kuku macan selalu berujung dengan kalap berbelanja. Karena tak mungkin dibiarkan menumpuk di dapur, peserta akhirnya bereksplorasi dengan cara mengolahnya dan akhirnya bisa memahami potensi bahan lokal.
   
Juga atas nama mengenali potensi bahan lokal, ACMI pernah mengolah daun kenikir (khas untuk urap) menjadi sup kenikir (semacam cream soup). Daun poh-pohan digoreng ala tempura, membungkus isian berupa sambal tempe. Atau, meminjam konsep pesto, poh-pohan dihaluskan bersama bawang putih, sebagai cocolan steak.
   
Potluck menjadi cara lain dalam membujuk kalangan urban untuk turun ke dapur. Banyak yang rela mencari resep dan memasaknya untuk pertama kali agar daerah asalnya eksis di tengah potluck.
   
“Ibu Amanda Niode dari yayasan kuliner Omar Niode adalah salah satu peserta yang selalu membawa pengalaman menyenangkan di tengah potluck. Lauk khas Gorontalo-nya tak biasa, seperti kua bugis dan sate balanga. Plus, dia senang sharing resep,” cerita Ade.
   
Kini ACMI tengah membenahi pengarsipan dokumentasi kuliner Indonesia di acmi-indonesia.org. Konten Twitter juga dibuat lebih berkonsep agar ada manfaat lebih bagi para follower. Tiap hari  di bulan September ini, akun Twitter-nya bergilir mengangkat 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (30 IKTI).(f)



 


MORE ARTICLE
polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?