Fiction
Bunga Desa [2]

6 Sep 2012


<<<<  Cerita Sebelumnya

Bagian II
Kisah Sebelumnya:
Ranti adalah seorang aktivis LSM yang membela petani untuk tidak tergantung pada pestisida. Pada suatu hari, ayah Ranti ditemukan tewas di sawah. Karena menduga ada yang tak wajar, Ranti menyetujui polisi melakukan otopsi pada jenazah ayahnya. Di tempat lain, rekan LSM Ranti mengalami kecelakaan sesaat setelah rapat dengan suplier pupuk dan pestisida.

    Sejak perdebatan dengan adiknya itu, perasaan Ranti semakin dibuat gundah dan resah. Apa yang dikatakan Danu bukan tanpa alasan. Aktivitas Ranti di LSM menjadikannya kerap berhadapan dengan berbagai masalah, terutama penerimaan dari orang-orang di sekitar. Banyak orang tidak suka dengan sepak terjangnya. Dan ini kemudian berimbas pada kehidupan keluarganya.
    Sudah tak terhitung berapa banyak gangguan dan teror yang diterima Ranti, tapi gadis itu menghadapinya dengan tenang. Namun tidak demikian dengan keluarganya. Orangtuanya sangat cemas dan ketakutan bila mendengar Ranti menerima surat kaleng atau berurusan dengan pihak tertentu. Mereka sangat mengkhawatirkan keselamatan Ranti, mengingat dia seorang gadis. Bahkan ayahnya pernah meminta Ranti meninggalkan aktivitasnya itu meski tidak secara langsung.
    “Apa kamu tidak ingin kerja seperti teman-temanmu yang lain. Jadi guru, pegawai negeri, atau pegawai kantor?” cetus ayahnya suatu kali.
    “Aku sudah enjoy dengan pekerjaanku ini, Pak. Sesuai dengan cita-citaku,” jawab Ranti kalem saja.
    “Tapi kamu juga butuh masa depan pasti, Nduk. Kerja di swasta apalagi di LSM itu tidak menjanjikan apa-apa.”
    Ranti terdiam. Dia tahu, ke mana arah pembicaraan ayahnya. Dipandang dari sudut profit atau kesejahteraan pekerjaan yang dijalaninya memang tidak menjanjikan materi lebih. Dia hanya digaji sesuai kemampuan LSM bersangkutan, itu pun istilahnya bukan gaji tapi honor. Maklum, namanya juga lembaga non profit. Bahkan terkadang untuk menunjang kegiatannya dia mesti merogoh kocek sendiri!
    Tapi bagi Ranti bukan itu yang jadi tujuan. Dia bekerja di LSM semata demi mengabdikan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan masyarakat luas. Dia ingin mengaplikasikan ilmu yang pernah didapatnya di bangku kuliah. Rasanya senang dan bahagia bisa berbagi ilmu kepada warga petani yang rata-rata berpendidikan rendah dan hidup miskin. Apalagi bila mereka mau mengikuti advis-advis yang diberikannya!
    Mengenai penghasilan, Ranti sebenarnya tak merasa kekurangan. Dia sudah bisa mandiri. Selain mendapat honor dari LSM, dia juga kerap dapat honor dari menulis artikel di media cetak, memberi pelatihan, atau dari komisi penjualan pupuk organik yang dikembangkan bersama rekan-rekan di CV Hijauraya. Pemasukan dari luar kadang lebih besar dari gaji resminya. Jadi, rasanya tak perlu ada kekhawatiran soal masa depan!
    Ranti tahu, ayahnya mengatakan hal itu karena melihat risiko bergelut di LSM. Orang tua mana yang tidak resah dan khawatir menyaksikan anak gadisnya dimusuhi banyak orang. Tapi Ranti yakin, bukan hal itu penyebab kematian ayahnya. Meski ayahnya ‘setengah’ tidak setuju pada aktivitasnya, tapi orang tua itu selalu mendukungnya. Bukti bahwa beliau mendukungnya adalah dengan merelakan sawah miliknya jadi pilot project lahan pertanian bebas pestisida!
   
Ranti justru curiga, ada persoalan lain di balik kematian ayahnya. Beberapa hari sebelum kematiannya Ranti pernah dipanggil ayahnya. Orang tua itu mengungkapkan keinginan keluarga Arifin yang berniat melamarnya. Arifin adalah mantan kekasih Ranti. Sudah bertahun-tahun semenjak lulus kuliah Ranti menjalin kasih dengan Arifin. Namun karena suatu insiden tak terduga –Arifin terlibat kasus perkosaan bersama teman-temannya terhadap seorang gadis SMA— hubungan mereka jadi putus!
    Meski Arifin sudah mengakui kesalahannya serta meminta maaf dan kasus itu pun diselesaikan secara kekeluargaan sehingga pelakunya tidak ada yang dipenjara, tapi hati Ranti sudah terlanjur terluka. Dia tidak bisa menerima kembali Arifin. Dia jijik melihat Arifin yang sudah menodai kesucian seorang gadis. Arifin pun terus berusaha membujuk dan merayu Ranti agar mau merajut kembali benang cinta yang terkoyak.
    Klimaksnya, dia menyuruh orang tuanya melamar Ranti. Ayah Ranti tidak langsung memberikan jawaban. Dia meminta pendapat putrinya dulu. Dan jawaban Ranti sudah jelas; menolak. Orang tuanya agak menyesalkan juga sikap Ranti, karena mereka sebenarnya menaruh harapan kepada Arifin. Siapa yang tidak suka punya menantu dari keluarga kaya dan terpandang? Arifin juga sarjana, meski belum memiliki pekerjaan tetap. Namun keputusan ada di tangan Ranti. Mereka tak bisa memaksanya!
    Ranti tak tahu, apakah kejadian ini ada kaitannya dengan kematian ayahnya? Oh… segalanya masih gelap!

    Siang itu…
    Dua anggota polisi berpakaian dinas mendatangi rumah Ranti. Kebetulan Ranti sendiri yang menerimanya. Kedatangan mereka guna menyampaikan hasil otopsi jenasah Sutomo, ayah Ranti. Dalam laporan itu tertulis bahwa ada kadar zat kimiawi berbahaya dalam pembuluh darah Sutomo yang menyebabkan serangan pada jantungnya. Zat ini ditengarai sebagai racun sianida berjenis arsenik. Dengan demikian bisa dikatakan Sutomo mati akibat keracunan. Ada dua kemungkinan kenapa racun itu bisa berada dalam tubuhnya; karena tak sengaja atau disengaja!
    Ranti sangat terkejut mendengar keterangan polisi. Hatinya berdebar-debar membayangkan kejadian yang menimpa ayahnya. Orang tua itu pasti sangat kesakitan ketika racun jahat menyengat jantungnya. Sayang, tidak ada yang tahu saat dia sedang sekarat. Karena ketika ditemukan di gubuk tengah sawah dia sudah dalam keadaan kolaps. Ranti jadi geram bukan main. Dia yakin, pasti ada yang dengan sengaja memasukkan racun jahat ke dalam tubuh ayahnya!
    Keyakinan ini yang mendorong Ranti mau menandatangani BAP untuk mengusut kematian ayahnya. Polisi membutuhkan persetujuan pihak keluarga korban guna penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Persetujuan itu juga menyangkut pemeriksaan terhadap semua orang yang berkaitan dengan korban, termasuk pembongkaran kuburan korban bila diperlukan otopsi ulang. TKP atau tempat kejadian perkara untuk sementara disegel polisi guna keperluan penyelidikan!
    Tindakan Ranti yang menyetujui melanjutkan proses pengusutan kasus kematian ayahnya sempat mendapat tentangan keluarganya, terutama Danu. Adiknya itu protes keras.
    “Kenapa Mbak tidak merundingkan dulu hal ini? Apakah Mbak tidak memikirkan akibat dari tindakan mbak itu?!” ujarnya tajam.
    “Akibat apa?” tukas Ranti tak mengerti.
    “Warga di kampung kita ini akan menjadi resah karena polisi memeriksa mereka semua. Orang-orang akan saling curiga dan menaruh prasangka buruk. Timbul fitnah yang bisa berujung saling perseteruan. Padahal belum tentu mereka bersalah!”
    “Kalau mereka merasa tidak bersalah tak perlu resah. Polisi tidak akan menangkap orang yang tidak bersalah!”
    “Tapi, Mbak. Tindakan Mbak ini bisa memancing cibiran orang, bahkan memunculkan rasa tidak simpati. Kita tidak punya cukup bukti kalau bapak telah dibunuh orang, tapi Mbak sudah menciptakan opini seolah-olah bapak telah dibunuh!”
    “Buktinya sudah jelas, Nu. Ada racun di tubuh bapak yang menjadi penyebab serangan jantungnya!”
    “Tapi polisi tidak mengatakan kalau hal itu disebabkan oleh upaya pembunuhan. Bisa saja racun itu ditelan bapak tanpa sengaja. Ini murni musibah, tidak ada faktor kesengajaan!”
    “Aku tidak yakin kalau itu bukan karena faktor ketidaksengajaan. Bapak kita adalah orang yang sangat disiplin menjaga kebersihan dan kesehatan. Di sawah tempatnya bekerja juga jauh dari bahan-bahan kimiawi berbahaya. Karena bapak sudah menjalankan proyek lahan pertanian bebas pestisida. Jadi rasanya janggal kalau sampai bapak menelan racun yang tidak sembarangan berada di tempat umum. Ini pasti ada yang sengaja meracuni bapak!” tegas Ranti berapi-api.
    “Terserah kalau Mbak masih berpikir begitu, pokoknya aku tidak setuju kematian bapak diperkarakan. Kasihan arwah bapak yang sudah tenang di alam sana harus diganggu lagi!” tandas Danu sengit.
    “Aku tidak mengganggu arwah bapak, Nu. Aku justru ingin mengungkap kebenaran agar arwah bapak tenang di sana. Kita harus mencari kepastian agar hidup kita pun tenang, tidak dihantui oleh teka-teki yang menyelimuti kematian bapak!” tukas Ranti tak kalah sengitnya.
    “Sudahlah, percuma berdebat dengan Mbak. Aku tahu, kenapa Mbak melakukan semua ini. Mbak menyimpan suatu ambisi!”
    “Apa kamu bilang?”

    Perdebatan yang memanas antara kakak-adik itu segera dihentikan oleh sang Ibu. “Sudah, sudah! Tak ada gunanya kalian saling berdebat. Ibu tak suka mendengar anak-anak ibu bertengkar. Rumah ini akan dijauhi malaikat kalau penghuninya suka cekcok!” Ucapan ibu itu cukup ampuh meredam pertikaian antara dua bersaudara.
    Ranti dan Danu terdiam. Ibu lalu menoleh pada Ranti.
    “Apakah kamu benar-benar yakin kalau kematian bapak karena upaya jahat seseorang?” tanyanya serius.
    “Aku yakin, Bu!” tegas Ranti.
    “Bagaimana kalau ternyata setelah diselidiki polisi tidak terbukti ada unsur kesengajaan alias tidak ada yang bertindak jahat padanya?”
    Ranti terdiam. Tak mampu menjawab.
    “Apakah itu bukan berarti keteledoran atau kesalahan bapak sendiri? Atau mungkin bapak memang punya niat bunuh diri?”
    Ranti tercekat mendengar kesimpulan ibunya. Dia tidak punya pemikiran sejauh itu.
    “Tidak, Bu! Aku tidak yakin bapak sampai berbuat hal itu. Bapak bukan orang yang berpikiran pendek!” tegasnya.
    “Ibu juga tidak yakin tentang hal itu. Tapi segala kemungkinan bisa saja terjadi karena kita semua tidak tahu yang sebenarnya. Oleh sebab itu cobalah pikirkan dengan matang keputusanmu itu. Jika kasus ini diteruskan sama saja akan menciptakan persoalan baru,” kata Ibu.
    Ranti tercenung. Kata-kata Ibu membuatnya jadi bimbang. Tapi keteguhan hatinya seakan tak bisa digoyahkan lagi.
    “Apakah ibu juga tidak setuju kalau kematian bapak diusut polisi?” ujar Ranti balik bertanya.
    “Kalau ibu, sih, terserah kalian. Jika menurut kalian kematian bapak mesti diusut, silahkan. Cuma yang ibu takutkan nanti akan muncul efek yang tidak diinginkan. Ibu tidak ingin ada yang terluka karena persoalan ini. Ibu tidak ingin terlibat suatu urusan,” jawab ibunya jujur.
    “Ibu berdoa saja agar misteri kematian bapak bisa terungkap dan kebenaran ditegakkan. Karena seperti yang selalu dikatakan almarhum bapak; dalam keadaan apa pun kita harus menegakkan kebenaran dan kejujuran agar tidak ada peluang kejahatan terjadi!” tegas Ranti.
    Ibu melandungkan napas. Watak putri sulungnya itu memang mirip almarhum suaminya. Mereka juga sangat dekat. Mungkin karena itu dia bersikeras ingin membuka tabir kematian ayahnya!

    Hari itu Ranti mengajak Jarwadi mendatangi kantor PT Multikarya Utama. Sepertinya dia belum puas dengan hasil rapat pertemuan di kantor kecamatan tempo hari. Jarwadi sebenarnya enggan menerima ajakan rekannya itu. Sebab, mereka sudah tak memiliki bargaining lagi dengan perusahaan itu. Dia yakin Ranti hanya akan dipermalukan saja. Segala argumentasinya bakal dipatahkan!
    Tapi bukan namanya Ranti mengaku kalah sebelum berperang. Jika Jarwadi bersedia memenuhi ajakannya, hal itu semata untuk berjaga-jaga. Dia khawatir dengan keselamatan Ranti. Jarwadi teringat nasib naas yang menimpanya beberapa waktu lalu saat jatuh ke dalam jurang bersama motornya. Ketika motor itu dibawa ke bengkel sang montir menemukan kabel remnya putus. Jarwadi yakin, ada yang sengaja menyabotase,
    Jarwadi sengaja tak menceritakan bagian itu pada Ranti, karena tak mau melibatkan gadis itu pada sebuah konfrontasi. Sudah bisa ditebak, siapa dalang di balik kecelakaan itu. Sebab, peristiwa itu terjadi pasca rapat di kecamatan dan Jarwadi sempat bersitegang dengan orang-orang dari perusahaan suplier pupuk kimiawi dan pestisida itu. Sudah pasti Ranti tak akan tinggal diam bila tahu rekannya mendapat perlakuan tak menyenangkan. Dan sekarang, gadis berparas ayu itu nekad mendatangi sarang harimau!
    Ketika mereka memasuki kantor PT Multikarya Utama, beberapa pasang mata para staf memandang mereka dengan sinis dan penuh prasangka. Seorang satpam langsung menghadang di tengah jalan. Dia menanyakan maksud kedatangan Jarwadi dan Ranti. Dengan terus terang mereka menyampaikan maksud ingin menemui pimpinan kantor. Tapi sang satpam tak memberikan izin. Ranti minta alasan kenapa mereka tak diberikan izin. Sempat terjadi ketegangan antara Ranti dan satpam.
    Tiba-tiba muncul seorang staf melerai. Dia lalu membawa Jarwadi dan Ranti memasuki ruang kerja pimpinan. Keduanya diterima dengan baik oleh Budiman, sang pimpinan. Tidak seperti sikap satpamnya yang ‘horor’, sikap Budiman ramah dan penuh senyum. Dia menyilahkan kedua tamunya duduk. Ranti tahu, sikap ramah Budiman itu hanya sekadar basa-basi. Untuk menjaga citra perusahaan agar terkesan baik.
    “Apa yang bisa saya bantu?” ucap Budiman kalem.
    “Kami hendak membahas soal pertemuan di kantor kecamatan Arjosari beberapa waktu lalu. Saya melihat ada aturan yang telah dilanggar dalam kesepakatan antara pihak Multikarya Utama dengan kelompok petani!” ujar Ranti langsung pada pokok pembicaraan.
    “Maaf, Mbak…,” Budiman agak kikuk ketika akan menyebut nama Ranti, karena sebelumnya mereka belum saling memperkenalkan diri. 
    “Nama saya Ranti!”
    “Ya, Mbak Ranti! Saya tidak tahu, aturan apa yang Anda maksud?”
    “Pertama, perusahaan anda telah melakukan monopoli dalam perdagangan pupuk pestisida. Kedua, sebelum perusahaan anda melakukan kesepakatan dengan pihak petani, LSM kita telah melakukan kesepakatan dengan mereka untuk menjalankan proyek pemulihan lahan pertanian menjadi lahan pertanian bebas bahan kimiawi dan pestisida berbahaya. Kami telah memproyeksikan untuk kuartal tahun pertama mencakup duapuluh persen dari keseluruhan lahan pertanian di daerah ini. Tapi dengan intervensi perusahaan Anda dan telah tercapainya nota kesepakatan itu, maka sama artinya ada aturan yang dilanggar. Saya bisa melaporkan kasus ini kepada menteri pertanian!”
    Mendengar perkataan Ranti yang bernada mengancam itu membuat wajah Budiman berubah, senyum ramahnya sirna berganti ketegangan. Sikapnya pun berubah tidak tenang.
    “Perusahaan kami tidak pernah melanggar peraturan seperti yang Anda sebutkan itu. Kami sama sekali tidak melakukan monopoli perdagangan dalam penyediaan pupuk dan pestisida pada petani. Karena tugas kami hanya sebagai penyedia barang, sementara proses pendistribusian kami serahkan langsung pada pihak KUD dan kelompok-kelompok tani. Petani boleh membeli pupuk dan pestisida produk perusahaan lain, jika memang tidak menyukai produk kami. Mereka tidak terikat dengan kesepakatan itu. Yang menjadi kesepakatan adalah bahwa kami selaku pihak supplier menjamin ketersediaan stok barang dan kestabilan harga. Dengan demikian petani tidak akan merasa susah bila sewaktu-waktu terjadi kelangkaan pupuk di pasaran. Jadi salah besar bila Anda menuduh kami melakukan monopoli. Kami justru membantu petani!
    “Yang kedua, soal kesepakatan LSM Anda dengan pihak petani untuk melakukan recovery lahan pertanian, kami pun tidak mengintervensi persoalan itu. Kami tidak memaksa petani untuk meninggalkan proyek yang anda kerjakan. Kita demokratis saja. Bila ada petani yang ingin mengikuti proyek LSM Anda, silahkan saja. Tapi Anda pun harus fair bilamana mereka tidak mau mengikuti proyek Anda. Sebab, banyak keluhan dari para petani tentang proyek LSM anda. Mereka mengeluhkan hasil produksi panen menurun dan serangan hama yang tak bisa diatasi!” ujar Budiman panjang lebar.
    “Saya tidak yakin ada keluhan semacam itu dari para petani. Kalau pun ada prosentasenya kecil dan hal itu wajar terjadi pada lahan pertanian yang baru pertama kali melakukan recovery. Kami punya data dari puluhan lahan yang berhasil melakukan recovery menunjukkan peningkatan produksi panen dan resistensi terhadap serangan hama. Produk pertanian bebas pestisida ini juga memiliki nilai jual tinggi di pasaran!” kata Ranti dengan tekanan dalam pada kalimatnya seraya menyodorkan lembaran kertas berisi laporan periodek hasil pemantauan pihak dinas pertanian terhadap proyek yang dijalankannya

Penulis: Eko Hartono



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?