Health & Diet
Bulimia & Aneroksia, Adakah Obatnya?

30 May 2014


Menurut Tara Adhisti de Thouars, B.A, M.Psi, Psikolog RS Sanatorium Dharmawangsa & Klinik LightHouse, Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang sangat terkait dengan konsep body image. Pada bulimia, ada fase binge eating, yaitu makan banyak dalam waktu singkat, baik secara terencana atau spontan yang dipicu oleh mood negatif, seperti masalah personal atau stres. Rasa bersalah dan cemas yang kemudian timbul mendorongnya melakukan kompensasi, misalnya dengan memuntahkan, meminum obat pencahar, diet berlebihan, atau olahraga berlebihan.
Apabila bulimia adalah tindakan untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan, maka anoreksia adalah membuat diri lapar secara sengaja. Caranya dengan melakukan diet berlebihan, atau sama sekali menolak makan karena ketakutan akan gemuk, meski pada kenyataannya tubuhnya kurus. Mereka ini biasanya adalah orang-orang yang perfeksionis, kontrol dirinya tinggi, introver, obsesif terhadap bentuk tubuh dan berat badan, dan sangat mementingkan penilaian orang lain terhadap citra diri mereka.
Pasien anoreksia yang bobot tubuhnya 20% di bawah bobot normal, harus menjalani program rawat inap. Namun, mereka yang berada 30% di bawah bobot normal harus menjalani perawatan psikiatri selama beberapa bulan, bergantung pada keseriusan kasus.
Hal yang paling penting dalam mengupayakan pemulihan mereka ini adalah dengan menyadarkan mereka bahwa perilakunya dapat membahayakan kesehatan. Misalnya, dengan cara terapi CBT (cognitive behavior therapy) yang membantu mengubah cara pandang mereka yang salah terhadap tubuh, berat badan, serta pola makan. Sehingga, perilakunya terhadap makan bisa berubah, harkat dirinya meningkat, dan dapat mengadopsi pola makan sehat tanpa khawatir menjadi gemuk. Hipnoterapi diberikan untuk mengubah alam bawah sadar yang menyebabkan mereka memiliki eating disorder.
Konsultasi nutrisi/gizi sangat diperlukan untuk mengubah persepsi yang salah terhadap makanan. Dan yang paling penting dari semua itu adalah intervensi keluarga. Bagaimanapun, keluarga punya peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses pemulihan. Terutama dalam memberikan dukungan emosional dan spirit.
Sementara itu, antidepresan diperlukan pada saat kondisi pasien sudah kelewat parah. Misalnya, kecemasannya terlalu tinggi dan dia merasa depresi, maka ia perlu obat. Akan sulit mengubah mindset jika emosi, depresi, dan rasa cemasnya masih sangat tinggi. Sehingga, perlu tidaknya, dan seperti apa dosisnya, sangat bergantung pada kondisi pasien. Ini pun harus dibarengi dengan penanganan dari sisi psikologisnya (dengan CBT). Jika hanya diberi obat, tapi mindset-nya tidak berubah, maka terapi ini tidak signifikan hasilnya. (Naomi Jayalaksana)





 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?