Fiction
Akhirnya Senja [3]

30 May 2012

<< cerita sebelumnya

Kuburan-kuburan yang sedikit mewah, biasanya hanya orang-orang berilmu. Makam para ulama sedikit dihias. Di sebagian gampong, kuburan ulama juga dibuat rumah-rumah sebagai pemayung. Kuburan di kompleks keluarga itu juga seperti itu. Tak ada penghias. Kuburan itu terletak dalam satu pagar dengan lokasi rumah.

Sumur keluarga berada di halaman rumah paling depan. Rumah panggung di sini mensyaratkan orang-orang yang akan masuk ke dalamnya untuk mencuci kaki terlebih dahulu. Dari sumur ke tangga, tersusun ter­atur bebatuan seukuran tapak sebagai tempat jalan.

Sumur di rumah itu masih berair cokelat. Tapi, tak keruh. Airnya banyak. Bisa diambil, walau dengan tali yang tak panjang. Kedalam­annya hanya 1-2 meter. Awalnya, tidak ada pembatas. Tak ada cincin. Sumur digali dari celah pokok rumbia. Di dalam sumur tampak akar-akar rumbia yang mengipas-ngipas mengikuti irama air.

Kakus terletak di sebelah utara. Sekitar 50 meter dari rumah. Dari sumur sekitar 200 meter. Bila membuang hajat, mereka harus membawa air dengan timba. Tak ada bak air di sana. Penampung kotoran terletak di bawah kakus, yang dibuat dari dua balok dengan lapisan seng bekas di antara dua balok itu.

Gampong itu bernama Masjid. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Ini adalah gampong pinggir laut, berjarak sekitar dua kilometer. Gampong itu juga dekat dengan bukit. Walau gampong pesisir, masyarakat di sini lebih banyak yang memilih berkebun. Ini dapat terlihat dengan adanya pohon cokelat pada setiap rumah. Bila berada di tengah-tengah gampong, tak ada yang tahu bahwa kawasan ini sebenarnya masuk sebagai kawasan pesisir.

Antara rumah Sabalah dan Selat Malaka, terlintang jalan raya yang menghubungkan Banda Aceh dan Sumatra Utara. Ada sebuah jembatan tua di atas alur yang sering dilalui Sabalah. Di sampingnya ada bangunan tua yang dulu dipakai sebagai penjara dan sekarang tak dipakai lagi. Kini, bangunan itu sungguh mengerikan bagi orang-orang di sana, karena di sumur belakang bangunan, sudah empat kali ditemukan mayat yang sudah membusuk.

Mayat-mayat yang ditemukan itu selalu diambil oleh wanita-wanita gampong. Mungkin hanya wanita yang berani. Mereka mengangkatnya dan membawa pulang hingga ke rumah. Ketika zaman buruk hinggap di sini, wanita-wanita gampong itu tampak begitu perkasa.

Belum banyak yang berubah dari rumah itu. Orang-orangnya juga masih seperti dulu. Makan ikan besar-besar. Dalam masyarakat di selatan, orang tua mereka selalu bilang bahwa makan ikan besar-besar akan cacingan. Cacing dalam perut akan menggigit dan murka.

Wanita di gampong selatan harus selalu bilang begitu, karena tak punya cukup uang untuk selalu beli ikan. Orang sekeluarga sering makan sebutir telur bercampur parutan kelapa, lalu digoreng. Sebutir telur akan dimakan bersama-sama untuk beberapa orang.

Wanita yang memasak harus memotong telur itu menjadi beberapa bagian. Seluruh anggota keluarga harus mengambil sepotong masing-masing. Tak boleh lebih. Dari potongan telur, selalu menjadi penanda jumlah orang yang sudah makan dan yang belum.

Baru berbeda ketika ada tamu di rumah. Kawom-syedara (keluarga besar) yang sekali-sekali datang ke rumah, akan dijamu sebagai raja. Tamu menjadi orang yang istimewa di rumah-rumah orang gampong. Mereka akan memotong ayam atau itik sebagai menu. Biasanya, ayam atau itik itu baru dipotong ketika hari meugang (hari menyambut puasa dan Lebaran) tiba.

Pola makan ikan sangat berbeda dari sebagian orang di utara. Keluarga Sabalah salah satunya yang merupakan seorang pelaut. Seorang nelayan. Pola makan seperti itu sangat wajar.

Sabalah seorang nelayan yang gigih. Selalu saja ia membawa pulang beberapa ikan ke rumah. Kalaupun tidak dapat dari melaut, ia akan membelinya di pasar. Yang penting ada ikan untuk di rumah. Bila sesekali tak membawa hasil dari melaut dan tak punya uang juga, ia bahkan akan berusaha mengutangnya dari mugee (penjual), asal ada sesuatu yang bisa dibawa pulang ke rumah.

Ketika musim ikan siblah (ikan sebelah, yang dipercaya sebagai ikan bekas dimakan Nabi Nuh yang dibuang ke laut), masing-masing anggota keluarga makan satu ekor ikan yang sudah dipanggang. Orang-orang luar gampong yang tak pernah tinggal di sana akan terheran-heran melihatnya.

Fatimah segera masuk ke rumah. Tiba-tiba ia tersentak dari lamunan saat Samiun menangis keras. Anak itu akan menangis sejadi-jadinya, bila saat membuka matanya, tak ada Fatimah di sampingnya.

Dengan bergegas ia naik lewat pintu depan yang sudah rusak. Sedari pagi Fatimah belum sempat membetulkan palang yang rusak ditendang tamu malam yang datang. Sebab, satu palang tak sanggup diangkatnya untuk dipasang kembali.

Segera ia naik ke atas meraih Samiun yang melengking. Fatimah kemudian menggendongnya. Anak itu tak berhenti menangis. Biasanya, sewaktu digendong, ia akan diam. Kali ini tidak.

Fatimah pergi ke dapur, yang memang satu ruangan dengan ruang tengah, untuk membuat air manis, lalu dimasukkan ke botol dot dan diberikan kepada Samiun. Itu dilakukan karena Samiun tak lagi diberi air susu ibu. Ketika air manis diberikan, anak itu tak juga diam.

Fatimah memasang ayunan di ruang tengah. Ia menidurkan anak itu di sana. Ia mendendangkan syair dodaidi. Butuh empat jam hingga Samiun kembali terlelap, dari katup mata yang terbuka dan diiringi lengkingan tangis yang membuat riuh gampong.

Laa ilaa ha illallah…
Muhammadun(r) Rasulullah…
Laa ilaa ha illallah…
Kalimah taybah, keu payong pagee (1)
Meu seulaweut keu Rasulullah (2)
Nak geu kubah jalan di akhe (3)
Beurijang rayek si gam mutuah… (4)
Jak peulupaih nibak ceulaka (5)
Jak prang maksiet beubagah-bagah (6)
Bekna gundah nibak hatee (7)
Bek takot hai aneuk mutuah (8)
Bek ta surot langkah peudong agama (9)
Le that jaroe nyang meudarah (10)
Gabuek lam gapaih man sigom donya (11)
Ka lawan ureung peu hanco ngoen buet teugaih (12)
Bek le meu gundah bah pih nyawong keulua (13)
Laa ilaa ha illallah…
Muhammadun(r) Rasulullah…
Laa ilaa ha illallah…
Muhammadun(r) Rasulullah…


Penulis: Sulaiman Tripa
Pemenang Ketiga Sayembara Mengarang Cerber femina 2006

Catatan:
1. Kalimah taybah, untuk payung nanti di akhirat.
2. Berselawat kepada Rasulullah.
3. Biar disimpan jalan di akhirat.
4. Cepatlah besar, Anakku Sayang.
5. Pergi lepaskan (kampung) dari celaka.
6. Pergi perangi maksiat cepat-cepat.
7. Jangan pernah gelisah di dalam hati.
8. Jangan takut, Anakku Sayang.
9. Jangan mundurkan langkah demi agama.
10. Banyak sekali tangan yang berdarah-darah.
11. Sibuk dengan lemak di seluruh dunia.
12. Lawanlah penghancur dengan kekuatan.
13. Jangan pernah gundah, biarpun nyawa jadi taruhannya.





 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?