Trending Topic
43 Tahun Femina

9 Oct 2015


Siang itu, 10 September 2015, redaksi femina dengan kompak memakai baju warna merah. Warna yang kami sesuaikan dengan tempat makan siang untuk merayakan ulang tahun majalah tercinta ke-43 tahun. Ada alasan khusus mengapa Paramount, restoran Tiongkok yang berada di bilangan Gondangdia, Jakarta, menjadi tempat bersantap. Kami ingin ‘kembali’ ke tahun ’70-an saat-saat awal majalah femina dijual. “Tiap kali habis gajian, kami selalu makan siang di sini,” ujar Widarti Gunawan, salah seorang pendiri majalah femina.

Hari itu memang spesial. Tidak hanya makanan yang disajikan terasa sedap, tim femina kembali diingatkan kisah mengapa majalah yang kini kami asuh bisa terbit dan bertahan hingga 43 tahun. “Di masa itu peluang bekerja untuk wanita masih sangat terbatas. Kalau tidak menjadi dosen, ya, dokter. Kami yang lulusan sastra ini mau ke mana? Akhirnya saya bersama Atika Makarim dan Mirta Kartohadiprodjo nekat membuat majalah yang isinya khusus untuk wanita,” kenang Widarti.

Tak disangka, edisi pertama femina terjual habis. Sejak itu, femina pun rutin diterbitkan awalnya tiap bulan. Ternyata ada anggapan miring tentang majalah baru ini. “Kami dicap sebagai wartawan salon, kebarat-baratan, dan mengajarkan wanita untuk konsumtif,” lanjut Widarti.

Tidak habis akal dengan banyaknya tuduhan negatif, direksi femina pun memutar otak untuk menjawab kritik yang masuk. Maka, femina pun mulai memuat artikel-artikel keuangan untuk mengedukasi wanita mengatur gaji dan keuangan keluarga, dan terus menulis artikel-artikel yang bernas dan sesuai dengan isu terkini. “Saat semua orang takut menulis tentang Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta yang fenomenal, femina justru mengeluarkan tulisan profil tentang dirinya. Kami mengangkat sisi lain Ali Sadikin yang belum diangkat oleh media lain,” ujar Widarti. Terbukti, artikel ini lolos tanpa masalah.
Salah satu ujian terberat femina hadapi, saat negara kita mengalami krisis ekonomi tahun 1997. Kala itu banyak usaha gulung tikar. Majalah femina bertahan berkat insting bisnis yang kuat dari Sofyan Alisjahbana, yang saat itu memiliki banyak persediaan kertas. Kesulitan ekonomi itu membuat direksi rela menyumbangkan sebagian gaji mereka untuk diberikan kepada staf bawahan.

Bukan itu saja, femina juga pernah mengalami musibah kebakaran yang menghanguskan sebagian kantor dan materi majalah yang siap untuk naik cetak. Namun, tidak ada kata menyerah. Widarti mengisahkan bahwa redaksi dengan kompak mengganti materi tersebut dan femina tetap terbit sesuai jadwal.

Dalam 43 tahun tentu banyak sekali perubahan yang dialami wanita Indonesia. Hari ini tantangan yang dihadapi wanita Indonesia tentu berbeda dari sejak pertama majalah femina beredar. Wanita kini punya kedudukan setara dengan pria. Suami-suami tidak lagi hanya menuntut untuk diladeni. Mereka justru terbuka berbagi peran dengan istri. Tak segan-segan turun tangan dalam urusan domestik. Mereka pun sepenuhnya mendukung kemajuan karier istri. Wanita Indonesia telah berubah lebih mandiri dan percaya diri.
Perayaan ulang tahun ini pun menjadi momen bagi kami untuk bercengkrama dan berterima kasih kepada para kontributor setia. Lewat jamuan makan malam yang digelar pada tanggal 22 September lalu. Kali ini acara dihadiri juga oleh CEO Femina Group, Svida Alisjahbana, yang menekankan betapa femina terus menjadi leader dalam persaingan majalah wanita di tanah air. (f)

Cesy Yulia


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?