Setiap ada perkawinan impal, minimal 60% unsur perjodohan, 30% rasa takut melawan orang tua, dan 10% kerelaan yang dipaksakan daripada durhaka. Begitulah cuplikan menggelitik dalam novel setebal 326 halaman ini. Namun, fiksi berlatar budaya Sumatra ini tidak hanya berkisah tentang ajang perjodohan keluarga, tapi lebih pada esensi dari cinta dan pernikahan. Ada yang menganggapnya sebagai bentuk pemasungan, dan ada yang memujanya sebagai lambang kesempurnaan hidup. Kaigia Dalinna terjepit di antara keduanya, antara impian dan pernikahan yang telah membuat hatinya keras. Ia kehilangan cinta, justru ketika mulai belajar tulus mencintai. (f)