True Story
Teror Saraf Itu Bernama Fibromyalgia

15 May 2018


Foto: Pixabay

Fibromyalgia yang menyerang saraf mengubah drastis kehidupan Alya.Dari rutinitas harian sebagai jurnalis televisi yang dinamis, ia harus menahan nyeri di seluruh tubuh saat mengalami kelelahan. Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti bekerja.

Alya Thamrin, mantan jurnalis dan ibu dari dua anak ini menuliskan pengalamannya untuk berbagi kesadaran tentang penyakit autoimun yang belum ada obatnya ini untuk pembaca femina. Kini Alya masih terus berusaha mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat demi kesembuhan. Ia tinggal di Tangerang bersama keluarganya.


Serangan dan Diagnosis Pertama
Azan magrib telah berkumandang, saya lekas-lekas menyelesaikan kalimat untuk penutup berita dan beranjak  menuju musala untuk salat magrib berjamaah bersama sekitar 10 orang rekan yang bertugas di shift sore pada hari itu. Waktu salat adalah waktu yang saya nanti-nantikan. Saya bisa sekaligus meregangkan otot yang kaku karena terlalu lama duduk menghadap komputer.

Jujur saja, saya merasa diri saya adalah orang lapangan sejati. Saya lebih senang bertugas di luar menantang matahari, sambil terus bergerak ketimbang harus duduk berjam-jam di studio televisi yang sangat dingin. Kini, telah 14 tahun sebagian besar waktu kerja saya habiskan di lapangan. Namun pada tahun 2016, promosi sebagai produser tak bisa ditangguhkan lagi. Saya pun menyerah pada keputusan kantor dan tetap bekerja sepenuh hati mengedit, melengkapi, hingga merekam narasi berita yang dikirim oleh reporter dan kontributor di lapangan.

Saya sangat mencintai pekerjaan saya, sehingga saya tidak mengindahkan rasa sakit yang saya alami pada hari itu. Sejak mencicipi sambal dagangan teman sekantor malam sebelumnya, saya terkena diare. Hingga magrib, saya sudah 5 kali bolak balik ke toilet. Saya lemas, tak ada seorangpun yang tahu, karena bukan kebiasaan saya untuk mengeluh. Namun rupanya tubuh ini tak lagi berdaya, saya jatuh saat salat di rakaat kedua dan tak sanggup lagi berdiri.

Seluruh badan terasa sakit, vertigo yang hilang-timbul dalam 3 bulan terakhir mencapai puncaknya pada sore itu. Saya hanya bisa merespons dengan air mata saat ada rekan kerja yang bertanya. Setelah mereka membuatkan saya teh manis hangat, pelan-pelan saya bangkit. Mbak Yayuk, petugas library yang baru selesai shift-nya menawarkan diri untuk mengantar saya ke UGD rumah sakit terdekat.

Empat hari lamanya saya dirawat dengan diagnosis radang saluran pencernaan dan osteoarthritis atau pengapuran sendi. Diagnosis ini didapatkan dari rontgen tulang belakang. Tak puas dengan diagnosis itu, saya pun sengaja melakukan full medical check-up dan menemui dokter saraf di rumah sakit lain.

Gaya hidup saya yang kurang istirahat membuat saya takut mengalami stroke. Saya adalah ibu dengan dua balita yang baru bisa istirahat di pukul 3 pagi dan bangun di pukul 6 pagi. Penyebab utamanya adalah tugas shift sore saya. Saya baru bisa pulang ke rumah pada pukul 1 dinihari setiap harinya.

Anak-anak pun menyesuaikan diri, mereka bangun dari tidurnya dan minta ditemani bermain sebelum tidur kembali. Sebetulnya saya tak berencana berlama-lama masuk sore, namun kecelakaan yang menimpa ibu saya membuat saya harus tetap masuk kantor di sore hingga malam hari.

Desember 2016 ibu terjatuh dan mengalami patah tulang lengan dan cedera lutut. Semua aktivitas beliau lakukan di tempat tidur, tentunya dengan bantuan saya dan ayah. Saya berangkat kerja pada pukul 4 sore setelah selesai memandikan beliau.

Sebetulnya kami memiliki dua asisten rumah tangga (ART), namun setelah ibu sakit, satu persatu mengundurkan diri dan saya terlalu letih untuk mencari yang baru. Saya sangat kecewa, karena keduanya telah kami anggap bagian dari keluarga sendiri, namun di saat-saat paling dibutuhkan mereka justru pergi.

Saya pun berbagi tugas dengan suami. Pada saat itu saya bersyukur Allah masih memberi kesehatan kepada ayah sehingga beliau masih bisa beraktivitas secara mandiri, bahkan bisa membantu membersihkan halaman.

Selanjutnya: Duka, Trauma Cedera, dan Diagnosis Sindrom Fibromyalgia

 


Topic

#fibromyalgia, #penyakitsaraf, #truestory

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?