Trending Topic
Serba-Serbi Aktivitas di Bulan Ramadan

26 Jun 2016


Foto: Fotosearch

Bulan puasa adalah bulan kemuliaan. Pahala berlipat dijanjikan, tapi sayang jika hanya itu tujuannya untuk beribadah.  Di bulan ini iman dan kesabaran kita diuji dengan puasa. Bukan hanya menahan lapar, haus, dan nafsu. Di bulan ini pun, kita diwajibkan membayar zakat serta dianjurkan melaksanakan berbagai kebaikan dan ibadah sunah, seperti sedekah, tadarus, iktikaf, dan sebagainya. Di bulan penuh berkah inilah saatnya bagi kita mencari lagi esensi yang terdalam dari beribadah. Berikut ini adalah sharing tiga wanita berbagi mengenai aktivitas mereka mengisi kesibukan di bulan ramadan dengan ibadah. Kalau Anda? 

Popy Fitria
One Day One Juz
Bulan puasa memang sudah saya niatkan untuk memperbanyak ibadah. It’s super duper extra bonus month! Pahala berlipat dijanjikan. Misalnya, disebutkan jika beribadah pada malam Lailatul Qadar, maka kita bisa mendapatkan pahala beribadah selama 83 tahun. Siapa yang tidak mau? Umur kita saja belum tentu mencapai usia tersebut.
           
Tapi, saya bukan semata-mata karena mengejar pahala. Saya berharap dengan beribadah ekstra di bulan Ramadan bisa menjadikan saya manusia yang bisa   terus menapaki jalan yang diridai Allah. Saya merasa  Ramadan juga waktu yang pas bagi saya untuk memperbaiki diri.
Pada Ramadan ini, selain menjalankan ibadah puasa, salat Tarawih dan Witir, saya juga membaca Alquran. Saya punya target harus khatam atau tamat 30 juz Alquran. Supaya tercapai, saya memasang target: one day, one juz, satu juz per hari harus selesai. Karena 1 juz itu cukup panjang, saya tidak membacanya sekaligus dalam satu saat. Akan berat sekali. Jika sedang tak ada order pemotretan, saya membaginya dalam beberapa waktu. Selepas salat  Subuh, saya membaca 3-5 halaman, salat Zuhur 3-4 halaman, begitu seterusnya saya bagi untuk  salat Asar, Magrib, dan Isya.

Agak repot, jika ada pemotretan. Pekerjaan saya ini membutuhkan waktu yang panjang  dan konsentrasi yang tak bisa terbelah.  Saya bekerja dalam tim dan memiliki deadline ketat. Waktu break dari pemotretan juga sangat sempit. Jika ini kondisinya, saya mencicil membaca saat perjalanan ke lokasi foto atau sewaktu membeli bahan-bahan pemotretan. Sehingga, Alquran selalu ada di dalam mobil. Jika belum tercapai juga, saya harus ekstra energi untuk membacanya di malam hari selepas kerja. Jujur, cukup melelahkan. Karena itu, Ramadan ini saya mengurangi pekerjaan agar lebih fokus mencari rezeki pahala.

Dalam membaca Alquran ini, saya tak sekadar membaca ayat-ayat, melainkan juga tafsirnya, supaya saya juga mendapat ilmu dari membacanya. Lebih baik lagi sebenarnya jika ada guru yang bisa memberikan penjelasan tafsir agar kita lebih memahaminya.
           
Selain memperbanyak membaca Alquran, saya juga akan memberikan makanan berbuka puasa di masjid, terutama pada hari Jumat. Di hari-hari lain, saya paling menyiapkan makanan yang sudah saya bungkus satu-satu. Selepas asar, saya berkeliling ke sekitar rumah untuk mencari tukang jualan keliling, tukang sol sepatu, atau sopir bajaj yang membutuhkan makanan berbuka puasa.

Sejak dua tahun lalu saya melakukan iktikaf pada 10 malam terakhir sebelum Lebaran. Tidak penuh 10 hari, karena agak berat juga dengan posisi saya sebagai istri dan ibu.  Senangnya, tiga tahun lalu putra saya, Cyril (12), sudah mau menemani saya iktikaf.  Mudah-mudahan di tahun ini dia juga bisa diajak khatam Alquran bersama-sama dengan saya.
           
Thresye Katarina
Mencari Musala Terdekat untuk Iktikaf
Sejak menikah, saya rutin melakukan iktikaf. Saya melakukannya pada malam-malam ganjil di antara 10 hari sebelum Lebaran. Biasanya, saya melakukan iktikaf pada malam ke-19, ke-21, dan ke-23. Saya melakukan iktikaf bersama Majelis Taklim Az-Zahra yang sudah dibentuk ibu mertua sejak tahun 1991. Tiap kali iktikaf ada sekitar 20-an orang.   Kami melakukan iktikaf tidak jauh-jauh, di musala yang selama ini dipakai untuk majelis taklim, di lingkungan rumah mertua di Cipete, Cilandak.
           
Iktikaf intinya adalah merenung, membaca doa, dan melakukan berbagai ibadah di masjid/musala dalam waktu tertentu untuk niat mendekatkan diri kepada Allah. Pahala iktikaf, menurut sebuah hadis yang pernah saya dengar, sama seperti dua haji dan dua umrah. Terlepas dari pahalanya, saya rutin melakukan iktikaf selama 13 tahun ini karena pengalaman spiritual yang saya dapatkan. Sulit menggambarkannya, tapi  tiap tahun ibadah ini tak boleh absen dari jadwal saya selama Ramadan.
           
Karena di musala komunitas sendiri, kami bisa memanfaatkan waktu seluas-luasnya untuk beribadah hingga subuh. Rutinitas iktikaf ini dimulai dengan buka puasa dan salat Magrib bersama. Makan dan beristirahat sebentar, kami langsung bersiap untuk salat Isya yang diikuti salat sunah Tarawih dan Witir. Istirahat sebentar, kami langsung menjalankan berbagai amalan untuk iktikaf, seperti membaca Asmaul Husna, membaca Alquran, dan membaca doa Jausyan Kabir yang berisi 1001 asma Allah.

Kemudian kami masing-masing melakukan salat sunah Tasbih dan salat Taubat. Menjelang pukul 12 malam, kami berkumpul  mendengarkan ceramah yang dilanjutkan dengan diskusi.

Selama menjelang sahur bersama, biasanya kami masing-masing menuntaskan ibadah salat sunah 100 rakaat. Siapa tahu, di saat kami mengerjakan salat,  itulah saat para malaikat turun di malam Lailatul Qadar. Pukul 3 dini hari, barulah kami sahur dan dilanjutkan salat Subuh bersama. Praktis, bisa dibilang kami tidak tidur sama sekali.

Sewaktu pertama kali iktikaf, memang saya sempat kaget dan capek. Sekarang, sih, sudah terbiasa. Toh, ibadah ini saya lakukan hanya pada bulan puasa. Sayang sekali jika dilewatkan, apalagi pahalanya disamakan dengan 1.000 bulan. Dampaknya, saya merasa lebih mengontrol emosi dan hawa nafsu, seperti nafsu marah. Kontrol ini tetap terbawa bahkan hingga lewat bulan puasa. Hanya fokus  beribadah, tanpa memikirkan hal-hal lain, ternyata memberi kenikmatan tersendiri di batin saya.

Sewaktu anak-anak saya masih kecil, saya training asisten rumah tangga di rumah untuk menenangkan anak jika terbangun, sementara ibunya tak ada. Kalau sekarang saya bisa lebih santai karena anak-anak sudah mulai besar.
 
Metta Indah 
Nikmatnya Puasa di Tanah Suci
Sudah lama saya berniat untuk umrah. Dua tahun lalu niat itu terlaksana. Lebih membahagiakan lagi, saya bisa umrah saat Ramadan. Saya tiba di Tanah Suci Mekkah menjelang tengah malam di hari puasa pertama. Meski tertinggal salat Tarawih, saya langsung menuju Masjidil Haram untuk beribadah. Senangnya, saya bisa sahur untuk pertama kali di Tanah Suci.
           
Namun, tak bisa disangkal bahwa ujian umrah saat puasa itu cukup berat. Suhu udara yang panas jadi tantangan tersendiri. Saat itu, di akhir Agustus, suhunya bisa mencapai 51 derajat Celsius. Angin yang biasanya semilir menyejukkan, justru mengantarkan hawa lebih panas. Bahkan, lantai masjid pun terasa panas. Syukurlah saya sudah diingatkan beberapa kenalan soal ujian ini.
“Pasti lebih berat ibadah puasa saat umrah. Tapi, pahalanya pun akan berlipat,” begitu beberapa kenalan mengatakan. Hadis pun menyebutkan bahwa umrah pada saat puasa seperti berhaji bersama Nabi Muhammad. 
           
Anehnya, meski udara begitu panas, saya tidak berkeringat. Padahal, untuk umrah saya harus mengenakan pakaian yang berlapis-lapis. Panas yang tinggi pun akhirnya tidak meruntuhkan niat saya menjalankan semua ibadah umrah.
           
Tantangan lain, umrah saat puasa ini adalah bersiap untuk waktu tidur yang kurang. Meski  kekurangan tidur, rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan kenikmatan selama ibadah ini. Salat Tarawih dan Witir di sini bisa lama sekali, karena imam menargetkan semalam harus selesai 1 juz. Ayat-ayat Alquran ini dipecah dalam 23 rakaat. Terbayang lamanya.
Meski lama, suara imam melantunkan ayat-ayat suci itu sangat menyejukkan hati. Sayangnya, karena kelelahan dan panas yang  makin menyengat, pada 3 hari terakhir, saya tidak kuat mengikuti hingga 23 rakaat.

Setelah salat Tarawih, biasanya istirahat di hotel sebentar. Tengah malam kembali untuk salat Tahajud dan membaca doa, zikir, dan istigfar. Lalu  istirahat dan sahur, baru balik lagi untuk salat Subuh. Setelah itu, kami beristirahat sebentar. Selesai salat sunah dan salat Duha, baru bersiap keliling untuk ritual umrah dan ziarah, seperti ke Jabal Rahmah, tawaf, ke bukit Shafa, dan ke makam beberapa nabi.
Setelah itu, biasanya kami mendapatkan siraman rohani dari pimpinan rombongan umrah. Barulah kembali untuk berbuka puasa. Nah, terbayang kan padatnya aktivitas ibadah.
           
Umrah ini sangat berkesan bagi saya. Di saat umrah, rasanya semua pikiran untuk urusan pekerjaan, lepas. Fokus saya hanyalah ibadah. Saya berserah diri kepada Allah. Kenikmatan yang saya rasakan tiada taranya.(f)
 
 


Topic

#PuasadanLebaran

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?