Trending Topic
Potret Muram Tingginya Pengguna Narkoba di Indonesia

26 Jun 2016


Foto: Stocksnap.io


Tak menutup mata, kita semua tahu bahwa narkoba senantiasa mengintai dan siap mencari korban-korban baru. Data yang dihimpun BNN menunjukkan peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun  makin meningkat. Tahun 2011, pengguna narkoba jumlahnya sebanyak 2,2% dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia. Dua tahun berselang meningkat jadi 2,56%, dan tahun 2014 lalu 2,80%. 

“Kini, ada 4-5 juta pengguna narkoba di Indonesia, dengan prevalensi terbesar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Medan, dan Batam. Di Jakarta sendiri pemakai narkoba berjumlah 490.000 orang,” ungkap Komjen Pol. Anang Iskandar, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Berada pada posisi keempat negara dengan jumlah pengguna narkoba terbesar di dunia, Indonesia masuk dalam kategori darurat penyalahgunaan narkoba. “Tahun ‘90-an Indonesia masih disebut sebagai negara tempat transit peredaran narkoba karena posisinya yang strategis diapit dua benua: Asia dan Australia. Namun, mulai tahun 2000-an, negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar dunia ini sudah menjadi destinasi pasar menggiurkan bagi sindikat jaringan peredaran narkoba internasional,” cetus Anang. 

Menurut Anang, dulu peredaran narkoba berpusat di perbatasan Thailand Utara, Myanmar, dan Laos (Golden Triangle), dan kini sudah bergeser ke Kolombia, Peru, dan Bolivia (Golden Peacock), juga Afghanistan, Iran, dan Pakistan (Golden Crescent). “Sebanyak 49% dari peredaran narkoba dunia saat ini diserap oleh pasar Asia Tenggara, diperoleh dari negara-negara pemasok, seperti Malaysia, Cina, India, Iran, dan Belanda,” papar Anang. 

Hal ini terbukti dari hasil sitaan fantastis BNN awal tahun ini, yakni berupa 862 kg narkoba jenis sabu-sabu dalam kemasan sachet kopi. Nilainya setara Rp1,7 triliun. Diselundupkan dari Guangzhou, Cina, lewat jalur laut Kepulauan Seribu dan masuk lewat Pulau Dadap, Tangerang. “Narkoba ini berasal dari jaringan pengedar internasional kelas kakap Cina yang juga diburu negara Malaysia, Filipina, Myanmar, Cina, Hong Kong, dan Macau,” kata Anang. Bisa dibayangkan jika penyelundupan narkoba dengan volume terbesar se-Asia Tenggara ini bisa lolos dan akhirnya meracuni otak-otak anak bangsa.     

Dari semua jenis narkoba, yang paling mudah didapat di Indonesia yaitu jenis ganja, sabu-sabu, dan ekstasi. Alasannya, karena bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. Karena tingginya supply, otomatis harga sabu-sabu dan ekstasi lebih miring ketimbang heroin dan kokain yang berasal dari tanaman opium yang hanya bisa tumbuh di pegunungan Afganistan dan Golden Triangle.

Harga pasaran 1 gram sabu-sabu di Indonesia rata-rata sebesar Rp1,7 hingga Rp2 juta, sementara harga 1 gram heroin mencapai Rp2,4 juta lebih. Harga ekstasi lebih ‘murah’, yaitu Rp100.000-Rp350.000 per butirnya, dan ganja jauh lebih ‘murah’ lagi, yaitu Rp2 juta per kilogram. 

Selain itu, ada juga jamur yang tumbuh di kotoran sapi atau kerbau dan mengandung psilobina (narkotika berbahan dasar tumbuhan seperti ganja) yang dapat menimbulkan halusinogen. Jamur yang dikenal dengan nama ‘magic mushroom’ ini banyak diperjualbelikan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Ini masuk jenis narkotika golongan 1. 

Jika narkoba begitu tinggi risikonya, lantas mengapa banyak orang masih mau memakainya? Menurut Anang, banyak orang selain mencari kenikmatan halusinasi juga membutuhkan suntikan stamina dan meningkatkan kreativitas yang dihasilkan obat-obat terlarang ini. Itu sebabnya, jenis narkoba yang paling banyak dicari dan jadi tren sekarang adalah narkoba yang bersifat amphetamine stimulant seperti sabu-sabu. Sebaliknya, popularitas ganja  makin menurun, tergantikan pil ekstasi atau paket sabu-sabu yang lebih mudah menjualnya karena bentuknya lebih kecil.

“Sabu-sabu banyak diminati orang karena selain meningkatkan stamina, daya rusak pada tubuh juga lebih lama, hingga 6 tahun. Tak seperti heroin atau kokain, yang bisa mengakibatkan kematian langsung karena over dosis,” jelas Anang. Mungkin, karena salah kaprah dianggap lebih ‘aman’ dan harganya juga relatif lebih ‘bersahabat’ ketimbang heroin dan kokain, sabu-sabu lebih laku di sini. (f)

 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?