Trending Topic
Ini Pentingnya Akses Informasi Politik Menurut Accenture Indonesia

6 Sep 2018


Foto: Pixabay
 
Kekuatan informasi dan akses terhadap informasi menjadi catatan penting dalam temuan survei Pemimpin Pilihan Perempuan, yang merupakan kolaborasi femina dengan Accenture Indonesia dan Jurnal Perempuan (1 April - 15 Mei 2018), yang mencakup 1.580 responden. Accenture melihat dua kelompok calon pemilih pengisi survei yaitu mereka yang terpapar informasi (informed) dan yang tidak (uninformed).

“Sebenarnya sangat sedikit yang pesimis. Minat untuk menyalurkan aspirasi politik melalui demokrasi elektoral, atau pilkadanya sudah cukup baik. Terutama bagi generasi millennial, yaitu Y dan Z yang memiliki ketertarikan tinggi pada politik,” ungkap Dr. Nia Sarinastiti, sebagai Inclusion & Diversity Lead Accenture.
 
Menggunakan analisis matriks, Accenture mengategorikan perilaku pemilih ke dalam empat kuadran, yaitu: Aktivis – mewakili kondisi ideal para pemilih yang memiliki bekal informasi sangat baik dan punya ketertarikan tinggi terhadap ajang pemilu. Pesimis – memiliki bekal informasi yang baik, tapi memilih untuk tidak peduli. Apatis – pemilih tidak memiliki bekal informasi yang baik, tapi punya keinginan tinggi untuk berpartisipasi. Pasif – tidak memiliki bekal informasi tinggi, dan memilih untuk tidak ambil pusing/tidak berpartisipasi.
Analisis Matriks Disiapkan oleh Accenture Indonesia
 
Dari analisis matriks tersebut, terlihat adanya pemilih yang belum memiliki akses dan ketersediaan informasi terkait pilihan politik mereka. Hal ini membuat para pemilih enggan untuk menyalurkan aspirasinya dalam ajang demokrasi elektoral. Runyamnya lagi, Nia mengamati bahwa tidak sedikit dari golongan informed ini mendapatkan informasinya dari media sosial, yang tentu saja belum teruji atau terverifikasi kebenarannya.
 
“Mereka harus lebih melek politik dan tidak mudah diarahkan untuk kepentingan partai atau individu tertentu. Harus ada usaha untuk melakukan verifikasi sebagai pemilih dalam menentukan pemimpin pilihannya. Termasuk memeriksa apakah visi dan misi dari partai atau pemimpin sesuai dengan prinsipnya ,” saran Nia.
 
Hasil survei Pemimpin Pilihan Perempuan juga memperlihatkan bahwa 95% dari generasi X (37 – di atas 41 tahun ) dan Y (22-36 tahun) memiliki bekal informasi politik yang cukup, dibanding dengan generasi Z (17 – 21tahun).

Namun, ketertarikan untuk berpartisipasi dalam pemilu (dalam hal ini pilkada serentak) justru lebih besar pada generasi Z (64%) daripada generasi X & Y (61%). Tingkat ketidakpedulian generasi Z juga lebih kecil (3%) daripada generasi X & Y (5%).

Sedihnya, rasa keingintahuan generasi pemilih mula ini tidak dijawab oleh para calon pemimpin. Rata-rata mereka hanya memasang baliho foto, tapi tidak ada informasi pendukung lain tentang mengapa mereka harus memilih kandidat tersebut? Tidak banyak juga kandidat pemimpin yang memaksimalkan penggunaan media sosial dengan baik. “Konten media sosial mereka masih belum relevan dengan apa yang mereka lakukan,” kritik Nia.

Sumber informasi yang menyosialisasikan program-program kerja calon wakil rakyat juga masih sangat minim. Survei Pemimpin Pilihan Perempuan menemukan hanya 36% responden yang merasa sudah tahu dan mengenal jelas calon yang akan mereka pilih. Sementara 52% hanya mengetahui sedikit saja, bahkan 10% mengaku tidak mengenal calon sama sekali. Rata-rata mereka ini mendapatkan informasi dari media online (65%), televisi (62%), dan media sosial (62%).
 
Menurut Nia, golongan uninformed merupakan pihak yang menjadi penentu. Seperti halnya kelompok Apatis yang memiliki peluang menjadi Aktivis ketika mereka mendapat suplai informasi tentang calon-calon pemimpin. Terutama bagi generasi Z, atau para pemilih pemula yang belum banyak terpapar oleh pengalaman dari para calon pemimpin, sehingga membutuhkan referensi lebih. Mereka inilah yang harusnya menjadi perhatian para pelaku politik, karena bisa menjadi pendukung bagi partai/individu.(f)


Topic

#pilkada, #pemilu, #pemilu2019, #accentureindonesia

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?