Sex & Relationship
Saat Ragu dengan Masa Depan Bersama Kekasih, Lebih Baik Lanjut atau Bubar?

12 Jan 2018


Foto: 123RF

Hubungan cinta memang seharusnya membuat dua insane saling bahagia. Namun, ketika hubungan tersebut cenderung membuat stres, bisa jadi ada yang salah. Dan saat berusaha keluar dari hubungan yang tak berjalan lancar dengan memutuskan cinta, tak lantas menjadi perkara mudah. Terlebih bagi pihak yang memutuskan hubungan, harus siap menerima konsekuensi terburuk.
 
Menurut riset dari Brigham Young University dan University of South Alabama, sebagian besar orang memilih pendekatan langsung ketika menerima berita buruk, termasuk putus cinta. Jika disampaikan dengan terbuka dan jelas, berita buruk akan lebih mudah diterima. Seperti pengalaman sahabat femina Yasmina (35, IT Specialist, Jakarta) yang sukses memutuskan hubungan dengan kekasih tanpa banyak ‘drama’. Berikut ceritanya:

Saya pernah berpacaran selama 3 tahun dengan kakak kelas semasa kuliah. Sebut saja namanya Angga. Karena satu pertimbangan tertentu, saya merasa tidak ingin melanjutkan hubungan kami lebih jauh lagi. Bukan karena sudah bosan atau berkurang cinta, tetapi saya merasa tidak ada jaminan masa depan yang baik jika menikah dengannya. Angga seorang aktivis kampus, ia kerap mengabaikan kewajiban kuliahnya dan terancam drop out.
 
Tapi, saya juga tidak ingin gegabah memutuskan yang justru menyisakan masalah nantinya. Karena, bukannya ge-er, hanya saja saya yakin, Angga sangat mencinta saya! Saya sempat mencoba untuk menjauh darinya perlahan, dengan pindah kost ke tempat lain yang lokasinya lebih jauh. Toh, ia tetap semangat untuk mengantar jemput saya. Saat itu, melepaskan diri dari dia benar-benar sulit!
 
Sempat ada rasa takut, kalau ia akan mengikuti kemana saya pergi. Berbagai kemungkinan buruk jika saya memutuskan ia pun mulai bermain di kepala. Menimbulkan rasa takut setiap kali ingin berbicara dengan Angga soal perasaan saya. Tapi akhirnya, saya memilih untuk tidak menggubris rasa takut tersebut. Toh, belakangan kami kerap bertengkar karena sama-sama merasa hubungan semakin hampa.
 
Akhirnya, kesempatan untuk memutuskan Angga datang ketika ia semakin disibukkan dengan kegiatan keorganisasiannya di kampus. Kebetulan saat itu, saya juga tengah menyelesaikan skripsi. Di tengah-tengah kesibukan kami berdua, akhirnya saya mengajak Angga berbicara dari hati ke hati.
 
Waktu itu, saya katakan, agar kami bisa sama-sama fokus dengan tujuan masing-masing dan tidak selalu bertengkar saat ketemu, yang hanya akan menguras tenaga, sebaiknya kita berpisah. Seperti bisa menerima alasan saya yang ingin fokus mengerjakan skripsi, ia pun mengiyakan keinginan saya untuk putus.
 
Memang sebulan setelah putus, saya mendengar kedekatannya dengan salah satu teman wanita di organisasi kemahasiswaan yang ia ikuti. Bisikan seorang sahabat bilang kalau mereka berdua sudah dekat saat Angga masih berstatus kekasih saya. Saya tidak cemburu ataupun sakit hati ketika mengetahuinya. Bagi saya bisa memutuskan Angga tanpa banyak drama itu jauh lebih penting. Ini jadi pelajaran bagi saya, ketika berpacaran jangan terlalu mencintai karena ketika di tengah perjalanan hubungan putus, pasti terasa sakitb bagi pihak yang ditinggalkan dan menyulitkan untuk bisa membuang rasa itu.
 
Yang bikin geli, beberapa tahun setelah kami putus dan saya sudah pindah dari Bandung ke Jakarta, ternyata Angga pernah bertemu dengan tante saya. Ia menyampaikan pesan bahwa ia akan menikah. Entah apa maksud pesannya itu, tapi saya juga tidak berminat untuk hadir di pesta pernikahannya.(f)


Baca juga:
6 'Mantra' Buat Sembuhkan Patah Hati
7 Cara Cowok Bebas Patah Hati
20 Tip Untuk Mengobati Sakit Hati

Faunda Liswijayanti


Topic

#putuscinta

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?