Tidak ada cara yang bisa sepenuhnya mengukur kesiapan mental seseorang untuk menikah, terlepas dari faktor kemapanan finansial atau karier. Pada dasarnya,  tiap orang harus memahami bahwa hidup adalah pilihan, dan siapa pun harus siap menghadapi konsekuensi dari  tiap pilihan yang diambil.

Baca: Fenomena Nikah Muda, Ini Usia Ideal Menikah Menurut Psikolog

Tidak ada orang yang seratus persen siap untuk memasuki gerbang pernikahan, terlepas apakah ia sudah mapan dalam berkarier atau belum. Namun, bila seorang pria sudah siap menghadapi segala kejutan yang akan datang dalam kehidupan berumah tangga, juga untuk membimbing istri dan anak-anaknya kelak, ia bisa dikatakan siap untuk menikah.

Pilihan sebagian pria untuk memantapkan karier terlebih dahulu sebagai bekal berumah tangga adalah sesuatu yang bijak. Namun, dalam mencari kemapanan dan kemandirian finansial, mereka harus realistis dalam menetapkan target yang ingin dicapai. Jangan terlalu tinggi dan sulit diraih. Mereka juga harus berhati-hati, jangan sampai kemapanan itu membuat ia merasa tak berharga saat tak lagi memilikinya.

Sebaliknya, saat seorang pria memutuskan untuk menikah ketika kondisi finansialnya masih belum mapan, bisa saja ia menganggap pasangan hidupnya sebagai sumber energi untuk berproses di masa mendatang. Namun, agar harapan itu dapat tercapai, ia perlu mengukur pula kadar kesiapan calon istrinya. Jangan sampai, setelah menikah, justru timbul pertengkaran karena sang istri tidak siap untuk berproses berdua sejak awal.

Pada akhirnya, baik bagi pria yang memutuskan untuk menikah sebelum maupun setelah kariernya mapan, seorang kepala keluarga tentu ingin istri dan anak-anaknya bisa hidup nyaman. Yakinlah bahwa pintu-pintu rezeki akan terbuka setelah menikah, bila pernikahan dipandang sebagai sumber energi untuk berkarier. (f)

Baca juga: Pernikahan Alvin dan 5 Hal yang Patut Dikhawatirkan dari Pernikahan Dini

---