Reviews
Film Rudy Habibie, Sejenius Tokoh Aslinya

30 Jun 2016


Foto: MD Entertainment/ Poster Film

Melanjutkan seri pertama Habibie Ainun, film ini sebenarnya merupakan prekuel yang menyoroti kehidupan tokoh jenius asal Indonesia: Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (Reza Rahadian) di masa muda. Saat itu, sekitar tahun ’50-an, Presiden ke-3 RI ini semasa remaja kuliah di kota Aachen, Jerman.
           
Meski tema besarnya Habibie-Ainun, kisah percintaan yang lebih banyak dieksplor adalah antara Habibie dan Ilona (Chelsea Islan), wanita cantik dan cerdas asal Polandia. Berdasarkan kisah nyata, sebelum menikahi Ainun, Habibie memang pernah menjalin kasih dengan Ilona.
           
Sayangnya, kisah cinta antara 2 manusia jenius itu harus berakhir karena perbedaan kultur dan prinsip. Selain itu, Ibu Habibie (Dian Nitami) juga terlihat kurang suka bila putranya itu menjalin asmara dengan wanita berkebangsaan asing. Meski akhirnya kandas, jalinan asmara Habibie-Ilona terbilang penting karena Ilona turut memberikan jasa berupa semangat kepada Habibie dalam mewujudkan mimpi membangun industri penerbangan di Indonesia.
           
Dalam film ini, terlihat jelas bahwa Hanung semakin piawai ‘bercerita’ di layar lebar. Penyutradaraan film berdurasi kurang lebih 2,5 jam ini sangat detail dan rapi.
Selain itu, Hal-hal teknis seperti artistik, sound, dialog, kostum, makeup, soundtrack, berpadu harmonis dengan departemen akting yang juga diperkuat oleh Panji Pragiwaksono, Dian Nitami, Dony Damara, Indah Permatasari, Ernest Prakasa, Boris Bokir, dan kawan-kawan.
           
Skrip garapan Gina S. Noer yang humanis menjadikan film ini terlihat lebih hidup. Tak seperti kebanyakan film Indonesia, film Rudy Habibie tidak terlalu banyak menyelipkan pesan sponsor. Kalaupun ada, hal itu ditampilkan dengan manis, tak memaksa. Pengambilan gambarnya pun juara. Alam Jerman yang indah, gereja tua yang eksotis, dan masyarakatnya yang arogan namun baik hati di masa itu tergambar sempurna.
           
Di beberapa scene, diceritakan situasi Indonesia yang penuh gejolak di masa itu. Nasionalisme mahasiswa, kondisi labil negara yang baru merdeka, hinaan negara lain, diskriminasi masyarakat berdasarkan warna paspor (biru vs hijau), hingga pidato Presiden Soekarno yang magis dan berapi-api disuguhkan dalam porsi yang pas, tak berlebihan. Di situ, terlihat betapa pelajar Indonesia yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Eropa memiliki jiwa nasionalisme tinggi.            
Mereka di masa itu disibukkan dengan berbagai kegiatan kepemudaan, membahas masa depan Indonesia yang ada di pundak mereka. Pada scene rapat mahasiswa, misalnya, terucaplah kalimat bermakna dalam, semisal:

“Buat apa merdeka jika negara tak memiliki integritas? “
“Moslem doesn’t belong to your country. Moslems are one family.”
“Bahasa adalah jendela untuk melihat dunia.”
 
Skrip yang ditulis oleh Gina menjadi salah satu kekuatan film ini. Dialognya cerdas, tidak basa-basi, informatif, dan ‘nendang’. Semua kalimat dibuat sesuai porsi dan enggak kacangan.
 
Quote favorit:
“Jadilah mata air. Kalau kamu baik, di sekelilingmu akan baik. Tapi kalau kamu tak baik, di sekitarmu pasti kotor.”
“Mata air selalu muncul di tanah yang bergolak.”
“Jadi mata air itu susah. Air keruh kalau diaduk-aduk malah makin keruh. Makanya, kamu harus sabar menjalani (cobaan) hidup.”
 
           
Bicara soal akting, akting Reza Rahadian semakin matang. Ia seperti diberi karunia oleh Tuhan berupa talenta bisa memerankan beragam karakter. Meski enggak memiliki garis wajah yang mirip dengan Habibie, kemampuan akting mengalahkan segalanya. Seperti sedang ‘kesurupan’, Reza bahkan bisa menirukan gerak-gerik Habibie dengan sempurna. Soal bahasa Jerman? Jangan ditanya! Reza terlihat begitu fasih menghapalkan dialog berbahasa Jerman. Lidahnya terdengar lebih lancar melafalkan bahasa negara Hitler ketimbang di film pertama dulu. Memerankan kekasih Habibie, Chelsea pun semakin luwes. Penjiwaan aktingnya kian prima dan tak mengecewakan.
           
Sebuah keputusan tepat yang dilakukan oleh Produser CEO MD Entertainment Manoj Punjabi menyajikan kembali kisah Habibie. Perjalanan hidup Habibie memang inspiratif. Jasa mendirikan industri pesawat terbang dan prestasinya mengharumkan nama Indonesia di mata dunia patut diketahui banyak orang. Ada banyak falsafah hidup, nilai moral, dan inspirasi yang terkandung dalam film ini. Terutama, gairah nasionalisme pemuda Indonesia di masa lampau yang patut dicontoh.
           
Melibatkan Sound Designer andalan film Hollywood, Chris David (American Pie, The Expendables, Donnie Darko), kualitas suara di film ini terdengar sangat jernih, setara film-film berskala internasional. Soundtrack-nya pun melibatkan musikus kenamaan: Melly Goeslaw, Anto Hoed, Tya Subiakto, Cakra Khan, dan grup band belia Coboy Junior (CJR). (f)
 
 
 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?