Profile
Ruby Alamsyah, Detektif Digital

27 Jun 2016

 
Foto: Hermawan

Bagi penggemar film detektif CSI tentu tak asing dengan gaya para penyidik keren tersebut menggunakan teknologi digital untuk merangkai bukti-bukti dalam mengungkap kasus-kasus. Mencari bukti kejahatan lewat jejak digital seperti itulah yang dilakukan Ruby Alamsyah (42), seorang digital forensic analyst. Baginya, selama seseorang pernah melakukan sesuatu dengan internet, maka jejak digitalnya akan selalu terekam dan bisa dikeluarkan kembali jika suatu saat dibutuhkan.   
 
Berteman dengan Hukum
Di salah satu sisi ruang kerjanya yang berukuran 2x3 meter itu terdapat 9 layar monitor ukuran 21 inci yang menempel di dinding. Di dekatnya terdapat kotak besi berisi kumpulan kabel serta alat canggih yang dikenal dengan istilah high tech investigator. Inilah alat yang biasa dipakai Ruby untuk memecahkah  tiap kasus yang ia tangani.

Butuh perjuangan panjang bagi Ruby untuk bisa dikenal sebagai digital forensic analyst. Apalagi bagi kebanyakan orang pekerjaan yang ia geluti ini tidak terlalu dikenal dan bukan pekerjaan orang kebanyakan. Tapi, justru itu menjadi keunggulan Ruby. Karena hanya sedikit orang yang menggeluti bidang ini, keahliannya menjadi sangat berharga. Apalagi kini, ketika dunia digital sudah tak lagi bisa lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.
           
Bisa dibilang, pencapaian pria yang meraih gelar master di bidang teknologi informasi dari Universitas Indonesia ini merupakan hasil dari penelitian kecil-kecilan yang ia lakukan di tahun 2003. Kala itu, sebagai sarjana S-1 Information Technology Universitas Gunadarma, pria yang gemar mengutak-atik komputer sejak anak-anak ini merasa masih belum dihargai kemampuannya, terutama soal salary.

“Dibandingkan bidang lain, gaji orang IT saat itu terbilang kecil. Makanya, saya lantas bikin riset kecil-kecilan. Saya cari tahu bidang apa saja di Indonesia yang dibayar tinggi. Ternyata, bidang hukum itu bayarannya fantastis. Mengapa? Karena mereka dibayar man hour,” ungkapnya. Ia pun lantas mencari celah, bidang IT mana yang paling berkaitan dengan hukum.
           
Ternyata, digital forensic adalah area yang paling tepat. Ilmu forensik inilah yang mendekatkan ilmu IT yang ia kuasai dengan bidang hukum, karena ilmu forensik digunakan di pengadilan.

Bidang ini memang masih terbilang baru, bahkan negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun hanya memiliki segelintir ahli. Itu sebabnya, Ruby memutuskan serius mendalami ilmu forensik. Walau untuk itu ia harus merogoh kocek cukup dalam untuk mengikuti pelatihan-pelatihan digital forensic di tingkat internasional. Digital forensic  adalah turunan dari ilmu forensic.

Seorang digital forensic analyst bertugas menganalisis barang bukti digital yang didapat dari perangkat komputer. Kini, dengan  makin canggihnya  teknologi digital, kejahatan cyber pun kian marak. Inilah jenis kejahatan yang diteliti lebih lanjut oleh digital forensic analyst.

Sebagai orang Indonesia pertama yang menyandang sertifikat CHFI (Computer Hacking Forensic Investigator) dan menjadi anggota internasional HTCIA (High Technology Crime Investigation Association), bukan berarti keterampilan yang dimiliki Ruby ini lantas menjual dan dicari banyak pihak.
“Sepuluh tahun lalu orang mungkin belum kenal apa itu digital forensic. Dunia internet saja masih menjadi hal yang baru. Polisi kita bahkan belum memiliki divisi cybercrime. Mau tidak mau saya harus menciptakan pasar. Saya harus bisa menunjukkan bahwa barang bukti digital itu dapat digunakan di pengadilan,” ungkap pria yang sampai saat ini telah memiliki 12 sertifikat digital forensic tingkat internasional.

Kasus pertama Ruby bekerja sama dengan kepolisian adalah pada tahun 2006. Ruby diminta pihak kepolisian melakukan analisis digital forensic terhadap barang bukti berupa ponsel pada kasus pembunuhan penyanyi Alda. Bukti yang ia temukan berupa pesan singkat di ponsel pun lantas dibawa pihak polisi menjadi barang bukti di pengadilan.

Sejak itu, hubungan kerja sama Ruby dan pihak kepolisian pun mulai terjalin. Ia beberapa kali diminta menjadi saksi ahli dalam kasus-kasus besar seperti kasus pembunuhan aktivis Munir, pencucian uang, hingga penggelapan pajak.

“Dengan ilmu yang saya miliki, saya membantu kepolisian melengkapi barang bukti sebuah kasus, menjadi saksi ahli di pengadilan, membantu majelis hakim melihat secara lengkap sebuah kasus guna mencari keadilan yang sebenar-benarnya,” ungkap pria yang menjadi IT Forensic Consultant Mabes Polri dan Polda Metro Jaya ini.
 
Mempertahankan Kredibilitas
Tangan dingin Ruby memecahkan kasus-kasus hukum yang terkait dunia digital dan cyber membuat namanya mulai dikenal sebagai pakar IT. Ia pun kerap muncul di televisi dan menjadi narasumber ahli. Salah satunya ketika pada tahun 2010 ia tampil di salah satu televisi nasional menjelaskan bahayanya pembobolan ATM. Saat itu di luar skenario, presenter meminta Ruby mempraktikkan langsung bagaimana cara penjahat membobol sebuah ATM hanya dengan menggunakan perangkat teknologi sederhana.
           
Tak bermaksud mencari sensasi, pria kelahiran Padang, 23 November 1974, ini lantas mendemokan cara-caranya. Tak disangka, acara yang disiarkan langsung tersebut menuai  banyak komentar. Salah satunya, ia dianggap mengajarkan orang untuk berbuat kejahatan, dan mendapatkan komentar tajam karenanya. Namanya pun sempat akan diseret ke meja hijau. Tapi, ia  berpendapat  apa yang ia lakukan ini memang murni untuk membuat orang peduli dengan keselamatan perbankannya.
           
Namun, siapa sangka, apa yang Ruby lakukan justru menjadi titik balik di mana perlindungan nasabah perbankan mulai lebih diperhatikan. Karena, sudah menjadi kewajiban bank melakukan pengamanan terhadap  tiap transaksi nasabah, termasuk transaksi di ATM.
           
Serangan yang ia terima pun akhirnya berbalik menjadi dukungan. Ruby bahkan mengaku peristiwa tersebut menjadi ajang publikasi murah meriah bagi dirinya. Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Bidang Pengendali Operasi Desk Ketahanan & Keamanan Informasi Cyber Nasional Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia ini makin dipercaya kredibilitasnya dalam mengungkapkan kasus.
           
Kerap bersenggolan dengan hukum tak membuat Ruby gentar. Sejak memutuskan menjadi digital forensic analyst, ia sudah paham benar hal-hal apa saja yang akan dihadapinya. Salah satunya adalah ketika harus menjadi saksi ahli di pengadilan untuk  sebuah kasus. “Salah satu  poin penting yang selalu dibicarakan dalam training digital forensic adalah bagaimana menjadi saksi ahli yang baik. Karena memang pemikiran dan temuan kita dipakai sebagai salah satu kunci untuk memecahkan kasus,” ungkap Ruby, bangga.
             
Disadari Ruby, pekerjaannya saat ini memang rentan dan bisa saja mengancam keamanan jiwa maupun keluarganya. Untuk mencegah hal itu, pria yang jasanya kini juga kerap dipakai sebagai private investigation ini menekankan pentingnya kredibilitas dalam melakukan pekerjaannya. Dalam menangani sebuah kasus ia  selalu melihat posisinya sesuai  pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, ia juga memilih kasus-kasus yang akan ditanganinya.
           
“Biasanya, tiap menangani kasus saya akan minta brief singkat kasus tersebut. Dari situ saya bisa menilai celah yang bisa saya manfaatkan untuk mengungkap fakta. Saya juga bisa melihat dan menilai siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Umumnya, kalau sudah berbau politik, saya menolak,” ungkap pria yang selalu sharing tentang kasus yang ia tangani dengan sang istri, Desy Asih Madirini (40).
             
Diakui pria dua anak ini, bergerak di bidang IT, ia tak boleh puas dan harus terus belajar. Pasalnya, dunia IT merupakan dunia yang dinamis. “Ilmu di bidang ini terus berkembang, kita harus bisa mengejar semua itu. Saya sengaja belajar di luar negeri, karena tak dipungkiri teknologi di  sana lebih maju,” ungkap pria yang punya hobi touring dengan motor besar ini.
             
Selama ini Ruby mengamati ketertarikan masyarakat Indonesia pada dunia teknologi digital sangat besar. Hal ini  ditandai oleh keinginan orang kita untuk selalu menggunakan gadget teknologi terbaru. Tapi sayangnya, tingkat konsumtif yang tinggi terhadap gadget hanya sebatas level lifestyle, tidak diikuti pemahaman tentang penggunaan gadget yang baik dan aman.

“Tingkat kesadaran berinternet yang masih kurang ini menyebabkan masyarakat kita rentan menjadi  korban kejahatan dunia maya. Karena data kita jadi mudah di-hack dan akhirnya disalahgunakan,” jelas pria yang semasa muda selalu mengisi liburan sekolahnya dengan kursus komputer ini.
           
Itu sebabnya, Rudy menyarankan para  pengguna gadget dan internet untuk lebih sadar akan keamanan akunnya. Yang paling mudah adalah menjaga agar password e-mail dan segala aktivitas lainnya di dunia maya tidak mudah diketahui orang. “Membuat password itu jangan asal. Buat yang baik dan benar, karakternya harus cukup, bukan sesuatu yang berhubungan dengan pribadi kita, dan sebaiknya kombinasi huruf besar dan huruf kecil serta angka,” saran Ruby.
           
Mengapa ini  penting? Karena, menurut Ruby, sekali password e-mail kita bisa di-hack, maka akun media sosial dan semua  data  pribadi kita akan bisa diketahui orang lain. Selain itu, aktivitas di media sosial  juga  perlu dipikir dan dipertimbangkan aman tidaknya. Menurut Ruby, banyak kasus penculikan dan bullying yang terjadi dari media sosial.
           
Itu sebabnya, pria yang gemar berbagi ilmu dengan orang lain ini merasa tergerak hatinya mengajarkan orang-orang tentang bagaimana menggunakan internet secara aman. Di tengah kesibukannya menangani sebuah kasus, ia masih menjadi pembicara tentang aman berinternet, hingga menjadi dosen ahli digital forensic di berbagai kampus di tanah air. Ia juga turut membagi ilmu forensiknya dengan pihak kepolisian. (f)
 


 

Faunda Liswijayanti


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?