Profile
Nury Sybli, Ibu Baca Tulis Anak-Anak Baduy

19 Feb 2017


Foto: Dachri M.S, Dok. Pribadi 

Suku Baduy di Serang, Banten, mungkin satu-satunya suku di Indonesia yang memiliki aturan adat melarang masyarakatnya sekolah secara formal. Tidak mengherankan jika kemudian anak-anak suku Baduy tidak ada yang mengenal huruf dan angka. Kondisi ini mengusik nurani Nury Sybli (38), hingga ia rela bolak-balik Jakarta-Baduy demi memperkenalkan anak-anak suku Baduy Luar membaca dan menulis. “Bukan untuk mengubah tradisi, tapi agar mereka bisa tetap menjaga tradisi suku Baduy sekaligus memperluas pengetahuan mereka,” katanya.
 
Bukan rahasia lagi jika suku pedalaman Baduy yang tinggal di kawasan Kabupaten Lebak, Banten, memiliki aturan adat yang tidak membolehkan mereka mengenyam pendidikan di sekolah. Turun-temurun, seluruh warga Baduy buta huruf. Mereka tak mengenal huruf, angka, dan aksara lainnya. Semua hal disampaikan secara lisan dari orang tua kepada anaknya, termasuk soal adat istiadat dan kebiasaan hidup.

“Anak-anak Baduy sejak kecil dididik untuk berladang, sementara anak perempuan diajari menenun. Hal tersebut tampak dari permainan mereka, seperti ngasek padi (menanam padi),” cerita Nury, membuka percakapan dengan femina di rumahnya yang asri di daerah Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Orang Baduy menganggap tanah leluhur mereka adalah pusat dunia, tempat dari mana semuanya berasal. Sehingga, tanah mereka sangat keramat dan orang-orang yang terlahir di tanah tersebut harus menjaga kemurniannya. Desa Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo  menjadi tiga lokasi paling utama (tangtu). Ketiga desa tersebut ditempati oleh masyarakat Baduy Dalam. Karena terletak di pusat, orang Baduy Dalam paling menaati dan menjaga leluhur mereka.

Di luar wilayah suci ini, terdapat masyarakat suku Baduy Luar yang menempati wilayah Panamping.  Meski demikian, tangtu dan Panamping tetap berada dalam sistem nilai yang sama yang dikenal dengan sebutan pikukuh, yaitu aturan yang harus dijalani masyarakat suku Baduy dalam kehidupan sehari-hari. Pikukuh tidak pernah tercatat dalam bentuk teks, tetapi menjelma dalam kehidupan masyarakat Baduy saat berinteraksi dengan alam dan lingkungannya sehari-hari.

“Ada 61 kampung Baduy Luar dengan jumlah penduduk lebih dari 11.000 jiwa. Beberapa desa seperti Kanekes, Balimbing, Marengo, dan Gajeboh adalah desa yang akrab dikunjungi wisatawan yang datang ke Baduy. Meski ada aturan yang mengikat, ketika mereka dihadapkan pada dunia luar yang menjanjikan kesenangan berbeda,   tidak ada yang menjamin suku Baduy mematuhi pikukuh dan menjauhi pantangan,” jelas Nury.

Kenyataannya, perubahan zaman memang tidak bisa dilawan. Misalnya saja, pola barter yang mereka jalani selama ini, telah berubah menjadi transaksi jual-beli. Uang pun  makin berharga.  Bahkan, peningkatan orang yang berkunjung ke Baduy mau tidak mau memberikan pengaruh pada konsumsi makanan, cara berpakaian, hingga penggunaan gadget di kalangan anak muda Baduy Luar.

(Klik halaman di bawah untuk melanjutkan membaca)
 

Faunda Liswijayanti


Topic

#wanitahebat

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?