Profile
NH Dini, Penulis Yang Baru Saja Berpulang Itu Adalah Wanita Berani

5 Dec 2018



KELUARGA FEMINA 

Sutan Takdir Alisjahbana (STA) sudah seperti bapak saya sendiri. Saya suka disangoni (diberi uang saku-Red) oleh STA,” kenang Dini, tentang kedekatannya dengan sastrawan Pujangga Baru tanah air itu. Kesempatan untuk bertemu dan bercengkerama dengan para sastrawan besar, seperti STA, Mochtar Lubis, dan HB Yasin ini datang ketika ia ‘pulang kampung’ ke tanah air. 

Maklum, saat itu, sebagai istri seorang diplomat Prancis, ia sering hidup berpindah negara mengikuti suaminya. Hal ini tidak membuat Dini melupakan tanah kelahirannya. “Ini adalah masalah akar. Orang yang mendapat didikan kuat, menunjang sampai ke darah daging. Pijakan tanah saya adalah Jawa,” ujar Dini, tentang kerinduannya untuk terus berkarya bagi dunia sastra Indonesia. 

Tiap pulang ke tanah air, wanita yang sering menjadi dosen kehormatan di berbagai universitas terkenal, seperti Curtin, UNSW, dan Monash di Australia ini, selalu menyempatkan waktu untuk menulis di berbagai media di Indonesia. Salah satunya femina.

Dari STA pula Dini mengenal femina. Salah satu putri STA, Mirta Kartohadiprodjo menjadi salah satu pendiri majalah wanita pertama yang terbit perdana pada 18 September 1972 itu. Sebagai penulis fiksi pertama di majalah femina, ia rajin menyumbang artikel, cerita pendek, dan cerita bersambung. Di antaranya, Wanita Siam (1972) dan cerita bersambung Pangeran Dari Seberang, tentang kehidupan sastrawan Amir Hamzah.

“Saya melihat femina sebagai media pelopor yang mengusung kepentingan wanita. Dan saya tahu kualitas orang-orang yang menjalankannya. Makanya, dengan senang hati saya bersedia berkontribusi di situ,” ungkap Dini, yang saat itu telah tenar sebagai penulis novel.

Kedekatannya dengan femina membawa banyak kenangan indah bagi Dini. Seperti di tahun 1976, ketika femina menyambut kepulangannya dengan jamuan makan malam di restoran Lembur Kuring, Jakarta. Ia merasa seperti berada di tengah keluarga sendiri.

“Baru pertama kali itu saya makan di restoran indah yang ada tamannya,” akunya, tertawa. Di saat yang sama, ia juga senang karena untuk pertama kalinya diwawancarai oleh Widarti Gunawan, wartawati sekaligus salah satu pendiri femina. 

Namun, yang tak kalah berkesan adalah saat artikel tulisan Dini tentang pengalamannya sebagai pramugari maskapai Garuda Indonesia terbit di femina (1985). “Dengan dimuatnya tulisan ini, saya bisa mendapat tiket Garuda pulang-pergi Jakarta – Prancis, untuk menghadiri pernikahan Lintang waktu itu,” kenang Dini, tersenyum senang. (f)

Artikel ini telah dipublikasikan pada Femina 37/ 2013. 


Topic

#nhdini, #novel, #sastra, #fiksi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?