Profile
Meilina, Dosen yang Masih Belajar Lewat Mengajar

23 Mar 2017


Foto: Dok. Pribadi

Meiliana (29), Dosen dan Concentration Content Coordinator Jurusan Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara, Jakarta menikmati profesinya sebagai pengajar. Selain bisa mewujudkan mimpi sejak kecil, ia juga merasa selalu mendapat ilmu baru saat mengajar. Meiliana berharap dirinya bisa mendorong lebih banyak wanita untuk terjun di industri teknologi dan digital. Pasalnya, teknik informatika bukanlah bidang yang berurusan dengan perangkat keras (hardware) semata, maupun membutuhkan tenaga fisik yang besar sehingga lebih patut digeluti pria.
 
Apa saja kesibukan Anda sehari-hari?
Menjalani profesi sebagai dosen berarti menjalankan catur darma perguruan tinggi, yaitu mengajar, melakukan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan diri. Sementara itu, jabatan struktural sebagai concentration content coordinator memberi saya tanggung jawab untuk mengoordinasikan dosen-dosen agar aktif melakukan penelitian dan mengikuti perkembangan bidang ilmu di jurusan kami.
 
Apa yang membuat Anda tertarik pada ilmu teknik informatika?
Saya terinspirasi mengembangkan karier di bidang akademis karena dapat mempelajari banyak hal lewat proses mengajar, baik dari segi teknis maupun soft skill. Apalagi, salah satu cita-cita masa kecil saya adalah menjadi guru. Menginjak semester tiga pada tahun 2006, saya mulai mengajar sebagai asisten di Software Laboratory Center. Tamat sarjana, saya langsung melanjutkan studi S-2 pada tahun 2009. Saat ini, sambil mengajar, saya juga menempuh program doktoral jurusan ilmu komputer.
 
Seperti apa tantangan dan peluang profesi Anda?
Stigma bahwa teknologi informasi merupakan industri yang didominasi pria sesungguhnya juga terasa di ruang-ruang kelas jurusan teknik informatika. Namun, pengalaman pribadi saya, yang tidak mengalami diskriminasi atau kesulitan berarti terkait gender, menunjukkan bahwa industri ini tak perlu ditakuti wanita.
Di mata saya, profesi-profesi terkait teknologi informasi cenderung memiliki budaya kerja yang lebih dinamis. Hal ini justru menguntungkan bagi wanita yang membutuhkan waktu kerja fleksibel. Apalagi, ilmu teknik informatika memiliki prospek kerja yang terbilang menjanjikan. Cepat atau lambat, hampir semua aspek kehidupan akan mengaplikasikan sistem yang terkomputerisasi. Salah satu dampaknya adalah bermunculannya berbagai profesi baru, seperti social media manager.
 
Pengalaman paling berkesan selama menjadi dosen?
Dengan menjadi dosen, saya bisa menjumpai berbagai karakteristik orang maupun kelompok ketika menerapkan ilmu saya, baik di kelas maupun di masyarakat. Profesi ini juga memberi saya kesempatan mengharumkan nama Indonesia. Tahun 2012, saya melatih dan mendampingi tim mahasiswa Binus dalam ASEAN Skill Competition di Jakarta, yang kemudian memperoleh dua medali emas di bidang web design. Tahun berikutnya, saya membawa tim ke World Skill Competition di Leipzig, Jerman, dan kami berhasil memenangkan Medallion of Excellence.
 
Apa upaya Anda untuk mendorong lebih banyak wanita terjun di industri teknologi informasi?
Sebagai dosen, saya turut memunculkan sosok-sosok wanita di industri ini saat kegiatan sosialisasi pada siswa SMA. Dengan mengedukasi para siswa sebelum mereka memilih jurusan kuliah, saya berharap bisa menanamkan bahwa teknik informatika bukanlah bidang yang berurusan dengan perangkat keras (hardware) semata, maupun membutuhkan tenaga fisik yang besar sehingga lebih patut digeluti pria. (f)

Baca juga:
Ellen Nio, Berhadapan dengan Birokrasi Jadi Tantangan Perkenalkan Jakarta Smart City
Kunci Transformasi Digital: Perubahan Pola Pikir Pemimpin
TechFemme 2016: Kompetensi VS Stereotip Gender, Masihkah Relevan Diperbincangkan?

     
 


Topic

#digital, #teknologi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?