Profile
Fathia Saripuspita: Rasanya Ingin Mati Saat Tak Ada yang Tertawa Saat Kita Melucu di Panggung Stand-Up Comedy

7 Dec 2017


Foto: Pio Kharisma


Wajah wanita memang asing ditemui di panggung komedi. Baik sebagai komedian slapstick yang banyak ditemui di berbagai acara televisi tanah air maupun komedi satir layaknya monolog yang akrab disebut stand-up comedy.

Penilaian budaya patriarkat, yang membuat opini wanita tidak lebih penting dibandingkan pendapat para pria, kerap jadi hambatan bagi para wanita komika untuk mengocok perut para penontonnya. Ini jadi salah satu penyebab minimnya minat mereka untuk menekuni pekerjaan tersebut sebagai profesi.

Namun, hadirnya beberapa nama wanita komika yang blakblakan menertawakan diri sendiri dan menyelipkan pesan pemberdayaan di ajang komika khusus wanita, Perempuan Berhak, beberapa waktu lalu, memberikan angin segar atas eksistensi di industri yang masih didominasi para pria ini.

Mari simak perjalanan karier mereka mendapatkan hak untuk bersuara dengan cara berkelakar ria, salah satunya, Fathia Saripuspita (38), Praktisi HRD.

Fathia tak pernah bermaksud serius menjadi seorang komika ketika ia pertama kali mencobanya pada tahun 2012, dalam acara Stand Up for Independence: Comedy for Liberty di @america, Jakarta. “Saya hanya membantu teman yang menjadi MC di acara stand-up comedy tersebut. Saat itu, tidak ada wanita komikanya, sehingga mereka menawari saya untuk mencobanya dan beruntung saya terpilih,” kenang Fathia, yang sebelumnya belajar dulu cara membuat jokes dari kursus public speaking yang ia ikuti.

Ternyata, materi lelucon yang ia sampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris tersebut disambut baik oleh penonton. Ia pun diajak open mic kembali di acara Jakarta International Fringe Festival, pada tahun yang sama. Setelahnya, wanita yang akrab dipanggil Tia ini mulai menekuni dengan serius dunia yang baru ia geluti tersebut. Setidaknya setahun dua kali ia ‘manggung’ secara off air.

Selama hampir 5 tahun bergelut di industri ini, Tia sudah merasakan suka dukanya. Mulai dari kebahagiaan ketika berhasil membuat penonton tertawa terbahak-bahak menanggapi jokes-nya, hingga tak ada respons sama sekali dengan candaannya.

“Rasanya ingin ‘mati’ atau ngumpet kalau tidak ada yang tertawa saat kita melucu,” ujarnya, sambil terkekeh mengenang masa-masa seru tersebut. Tapi, momen itu yang justru mengajarkannya untuk terus berlatih dalam menulis jokes yang bisa membuat orang tertawa.

Baca juga:
Benarkah Pria Ingin Terlihat Lebih Superior Lewat Humor Seksis?
Ligwina Hananto, Melawak Bukan Hal Baru

Sudah berbagai macam tema dibahas oleh Tia untuk ditertawakan bersama, yang kebanyakan terinspirasi dari kehidupan pribadinya sendiri, termasuk membahas tentang persoalan umum yang biasa dihadapi wanita.

Salah satunya adalah kritikan tentang bagaimana masih banyak orang kerap mendiskriminasi wanita lajang yang belum menikah. Seakan-akan wanita yang belum menikah (atau memilih untuk tidak menikah) tidak mendapatkan kebahagiaan. Padahal, tidak demikian.

"Melalui stand-up comedy itu, saya ingin berpesan bahwa jangan hanya menilai wanita dari statusnya.We are more than that,” cerita Tia. Materi tersebut juga ia tuturkan di acara Perempuan Berhak. Tia mengaku merasa lebih bebas menyampaikan opininya dengan cara berlelucon. Karena, dengan balutan humor pesan pemberdayaan yang ia sampaikan kepada orang lain akan lebih mudah diterima dan dipahami.

Namun memang, masih menurutnya, ada tantangan lain yang harus dihadapi. “Yang membedakan komika wanita dan pria adalah kita itu terlalu pemikir atau banyak pertimbangan sehingga terkesan terlalu berhati-hati dan jadinya tidak ‘lepas’. Apalagi terhadap kritik sosial. Sementara komika pria kalau bicara tinggal ceplos saja,” ujarnya.

Tia memiliki harapan, wanita komika bisa lebih lepas melempar jokes dan tidak kalah dengan yang pria. “Selain itu, makin banyak wanita untuk berani mencoba dunia komedi ini, karena kita perlu lebih banyak mendengar jokes dari sudut pandang wanita,” ujarnya. (f)


Topic

#standupcomedy, #komika

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?