Profile
Batik Satrio Membawa Batik Banyuwangi Ke Mancanegara

25 Jul 2017


Foto: YOS

Sejak diakui menjadi warisan budaya Indonesia oleh UNESCO sejak 8 tahun lalu, batik kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Berbagai daerah kini juga memiliki batik khas masing-masing.
 
Banyuwangi, kabupaten paling timur di pulau Jawa juga memiliki batik khas. Salah satu yang menghidupi batik Banyuwangi adalah Nanang Edi Supriyono, pemilik Batik Satrio. Warga Dusun Krajan, Desa Seneporejo, Kecamatan Siliragung, ini sudah memiliki Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk batik produksinya.
 
Ditemui di workshop batiknya yang berlokasi di belakang tempat tinggalnya, Nanang bercerita bagaimana ia memulai usaha batik Banyuwangi ini setelah ia bangkrut. “Sebelumnya saya memiliki usaha kain-kain pantai Bali bekerja sama dengan pengusaha Malaysia, tapi karena satu hal, usaha kami ludes,” ujar pria yang pernah lama tinggal di Bali ini.
 
Pulang ke kampung halaman, mendapatkan pinjaman modal dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM) persero lewat program Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM).  “Saya bersyukur karena bisa mendapatkan pinjaman dengan jumlah cukup besar, Rp50 juta,” ujarnya.
 
ULaMM merupakan layanan pinjaman modal untuk usaha kecil dan menengah, dan PNM juga memberikan pendampingan dan bimbingan usaha untuk pengembangan bisnis. Menurut Nanang, pendampingan yang ia dapatkan mulai dari ilmu pemasaran, pendampingan untuk mendapatkan sertifikat SNI hingga diajak studi banding ke Thailand.
 
Dari workshop di belakang rumah inilah, Batik Satrio terus berkembang. Nanang memproduksi batik tulis, batik cap juga batik colet dengan motif-motif khas, seperti motif Gajah Oling yang memiliki arti filosofis: gajah adalah kekuatan yang besar, oling berasal dari kata eling (ingat) sehingga artinya diharapkan si pemakai selalu ingat kepada Sang Pencipta Yang Maha Besar.
 
Untuk pemasaran, di Banyuwangi Batik Satrio banyak dipakai oleh instansi dan sekolah sebagai seragam. Sedangkan pembeli retail di gerainya yang terletak di Pasar Seneporejo, Siliragung, Banyuwangi, batik yang dibanderol Rp100.000 hingga Rp6juta ini kebanyakan berasal dari para wisatawan.
 
Selain melayani permintaan lokal, pria berambut gondrong ini juga sudah mengirim produknya ke Sulawesi, Jakarta, Bandung, juga Kalimantan. Pasar mancanegara yang sudah dirambah Batik Satrio adalah Prancis, Italia dan Haiti.
 
Meski tidak mau membuka omzetnya, perkembangan Batik Satrio bisa digambarkan dengan adanya dua workshop yang bisa memproduksi 50 lembar kain per hari. Bahkan, kini ia sedang mengajukan penambahan modal lagi ke PNM hingga Rp600 juta, naik dari pinjaman sebelumnya yang sebesar Rp150 juta dan Rp400 juta, karena bisnisnya juga berkembang dengan membuka rumah makan khas Banyuwangi.
 
Keberhasilan Batik Satrio tidak hanya dinikmati Nanang seorang. Karena ia juga mempekerjakan tetangga di sekitarnya di workshop untuk memproduksi batik. Selain itu, ia juga membentuk tiga kelompok pembatik yang masing-masing terdiri dari 10 orang untuk bekerja di rumah masing-masing. (f)

Baca juga:
Permodalan Nasional Madani Berikan Kredit Mikro untuk Wanita Prasejahtera
Pipiltin Cocoa Membawa Cokelat Flores dan Banyuwangi Sampai ke Jepang!
Abdullah Azwar Anas, Mengubah Wajah Banyuwangi
 


Topic

#batik , #batikbanyuwangi, #permodalannasionalmadani, #pnm, #kreditusaha

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?