Health & Diet
Ini Penyebab Timbulnya Baby Blues Setelah Melahirkan

28 Jun 2016


Foto: 123RF
 
Bagi banyak wanita, menanti kelahiran buah hati adalah salah satu momen terindah dalam hidup. Begitu banyak hal tercatat sebagai to-do-list, mulai dari memilih rumah sakit untuk melahirkan, membeli perlengkapan bayi, menyiapkan kamar bayi, mempelajari tentang cara menyusui yang menyenangkan, hingga menyiapkan nama bayi. Namun, biasanya mayoritas wanita hamil lupa mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang dapat saja terjadi dalam kehidupan baru mereka sebagai ibu nantinya. Salah satunya postpartum depression.
 
Dipicu Faktor Genetis
Beberapa waktu lalu media sosial sempat ramai menanggapi curahan hati seorang wanita yang mengaku mengalami postpartum depression. Ternyata, cukup banyak yang mengaku pernah mengalami gejala yang hampir sama, menolak kehadiran bayi mereka yang baru lahir. Badan Kesehatan Amerika Serikat mencatat, 13% wanita yang melahirkan di Amerika Serikat mengalami postpartum depression, kondisi serius yang berkepanjangan dan lebih dari sekadar baby blues.

Menurut dr. Richard Budiman, Direktur Medik Sanatorium Dharmawangsa, postpartum depression adalah kondisi depresi atau stres yang dialami ibu baru melahirkan. Kondisi ini terjadi akibat beban besar yang dirasakan oleh ibu yang baru melahirkan karena kecemasan atau kekhawatiran berlebihan.

Postpartum depression mungkin terjadi pada siapa saja. Namun, ada faktor-faktor genetis yang menyebabkan seorang wanita berisiko tinggi mengalami postpartum depression. Faktor risiko tersebut antara lain pernah mengalami gangguan depresi atau kejiwaan sebelumnya, serta ada anggota keluarga terdekat (orang tua atau saudara kandung) yang pernah mengalami gangguan depresi atau kejiwaan.

Selain faktor-faktor genetis itu, faktor lingkungan juga memegang peranan dalam menyebabkan munculnya postpartum depression, antara lain sang calon ibu tidak mengharapkan dirinya hamil, merasa belum siap menjadi orang tua, kehamilan dan kelahiran bayinya menjadi beban, serta perlakuan dari lingkungan, suami, orang tua, maupun keluarga yang menimbulkan stres.

”Tapi, jika ia belum pernah mengalami postpartum depression atau depresi secara umum, kemungkinan faktor lingkungan dapat menyebabkan postpartum depression sangat kecil, jika dibandingkan dengan kedua faktor genetis tersebut,” ujar dr. Richard.

Kondisi ini biasanya terjadi ketika melahirkan anak pertama. Wanita yang baru pertama kali hamil biasanya perasaannya campur aduk, antara gembira dan takut. Di satu sisi, ia gembira menyambut fase penting dalam kehidupannya ini. Di sisi lain, pikirannya dipenuhi kekhawatiran dan ketakutan, seperti khawatir apakah ia dapat menjadi orang tua yang baik, hingga khawatir terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandungnya.

“Kekhawatiran dan ketakutan itu membuatnya tegang sehingga menyebabkan stres yang cukup besar. Kondisi stres ini memuncak setelah melahirkan. Karena, ketika melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron turun drastis,” ujar dr. Richard.

Perubahan ini membuat kemampuan untuk menghadapi masalah menjadi rendah. Dampak dari penurunan hormon estrogen dan progesteron tersebut mulai memuncak pada hari ketiga. Jika ia atau keluarganya memiliki riwayat depresi maupun masalah kejiwaan, kondisi tersebut dapat mendorongnya merasa depresi. Pada masa itu, ia akan mengalami gangguan-gangguan yang membuatnya tidak dapat menjalani perannya sebagai ibu secara bahagia dan optimal.

Tanda-tanda postpartum depression biasanya mulai terlihat pada hari ketiga dan akan  makin memuncak sampai dengan hari ke-14. Misalnya, sering terlihat sedih atau murung, terlihat tidak suka pada anak yang dilahirkan dan cenderung menelantarkannya, susah tidur, dan emosi menjadi labil.  

Jika tanda-tanda tersebut mulai terlihat, orang-orang di sekelilingnya, suami, orang tua, maupun keluarga, harus segera melakukan intervensi. Jika dibiarkan, ada kemungkinan ia akan melakukan usaha bunuh diri atau tindakan yang membahayakan anak.(f)


Topic

#babyblues

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?