Health & Diet
Emotional Eating Bikin Gemuk. Ini Cara Mudah Menghindarinya

21 Dec 2018

Foto: Fotosearch
 
Apakah Anda menyadari kalau keinginan untuk makan berlebihan seringkali digerakkan oleh emosi? Bukannya memecahkan masalah, makan karena ingin menebus rasa kesal bisa menyebabkan masalah lain, yaitu obesitas. “Kalau saya, kecenderungannya makan kalau lagi stres. Tinggal telpon ojek online deh, canda MC dalam pertemuan Jakarta Food Editor's Club yang membahas tentang emotional eating,  di restoran Blue Jasmine, Jakarta.

Jakarta Food Editor’s Club adalah sebuah forum yang diinisiasi Unilever – Indonesia delapan tahun lalu, yang mengajak awak media mendengarkan ragam pandangan dalam isu yang berkaitan dengan pola makan. 
Maria Dewantini DwiantoHead of Corporate Communications PT Unilever Indonesia, Tbk, membuka obrolan tentang bagaimana gula, garam, dan lemak menjadi unsur yang begitu menggoda manusia dalam keputusan bersantap. Pada tampilan makanan yang menggugah mata, sarat lemak, manis, atau sangat gurih, seseorang bisa bersantap karena keinginan, bukan karena kebutuhan. Dalam emotional eating, makan jadi sulit direm.

Psikolog Tara de Thouars, BA, M.Psi, memandang emotional eating bisa dipengaruhi dari kebiasaan orangtua yang memberikan makanan sebagai reward ke anak atas pencapaian sesuatu. Tanpa disadari, anak mengasosiasikan makanan sebagai pelarian menuju perasaan senang. 

Tanpa diiringi aktivitas fisik berimbang, kalori dari makanan yang kebablasan adalah penyebab kegemukan. Konsumsi gula berlebih juga pencetus diabetes mellitus. Gejala yang  mudah dikenali adalah keinginan untuk makan terus, minum terus, sering buang air kecil, dan kulit gatal-gatal. Hati-hati bila kombinasi ini Anda temui. 
 
 

"Unilever mencari inovasi agar produknya bisa mencapai taraf wellbeing masyarakat. Kecap Bango misalnya, diformulasikan 30% lebih rendah gula karena menggunakan stevia, tanpa mengorbankan rasa manis khas kecap Indonesia.  Kami berharap, inovasi produk dan forum seperti ini dapat membantu mencapai masyarakat Indonesia lebih sehat dan sejahtera,” ujar Maria Dewantini./ Foto: TN

 

Dalam acara ini bertaburan tip untuk mengatasi emotional eating, berikut dua di antaranya:

1/ Terapi makan

Vera Yudhi H Napitupulu, Manajer Program klinik LightHOUSE, menyebutkan bahwa terapi psikologis, medis, dan terapi makan bisa membantu mengatasi emotional eating. “Terapi makan bertujuan membantu individu menyadari gula, tepung, minyak (lemak) perlu dikontrol,”ujarnya.

Gula perlu dibatasi paling banyak 4 sdm dalam sehari. Gula ada dalam beberapa bahan, sehingga jangan hanya mengartikannya sebagai gula pasir. 

Saat didera emotional eating Anda bisa menikmati nol kalori, seperti teh tanpa gula. “Beberapa teh beraroma memiliki efek relaksasi.  Ada juga jeli dan minuman soda zero calorie. Yang jelas-jelas perlu dihindari adalah penganan seperti biskuit dan cake. Jika harus dilanggar, lakukan sekali saja. Pilih yang terbaik, dan pilih kemasan kecil karea kalorinya lebih terkontrol,” sambung Vera.

2/ Relaksasi

Tara membocorkan cara yang bisa dilakukan setiap saat kala emotional eating mendera, yakni dengan melakukan teknik relaksasi sebelum membuat keputusan makan. 
Walau bisnis tetap  harus berkembang. (f)
 

Baca juga: 

Lebih Sehat dengan Clean Eating
Makan Sehat Itu Dimulai Dari Rumah


Trifitria Nuragustina


Topic

#kliniklighthousejakarta, #diet, #emotionaleating, #foodeditor

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?